Depok, Jawa Barat | Instructive Play as Learning atau Learning by Instructive Play belajar melalui bermain, dikembangkan oleh seorang anak yang lahir pada tahun 1782, dan kehilangan ibunya sejak usia sembilan bulan. Ia bertumbuh dengan ibu tiri, namun tidak pernah menikmati hubungan hangat dengannya. Pada sikon itu, ia kehilangan kehangatan dan pengalaman masa kecil yang menyenangkan.
Beberapa dekade berikut, Friedrich Froebel;[1] si anak tersebut, menjadi seorang pelopor pendidikan di Jerman. Ide-ide tentang pendidikannya, berpusat pada kesadaran, kasih, dan kemandirian, muncul dari pengalaman masa kecil ia mengembangkan konsep pendidikan sebagai permainan atau games yang menyenangkan.Â
Bagi Froebel, "Seorang anak yang bermain secara menyeluruh, dengan tekad diri aktif, tekun hingga kelelahan fisik, pasti mampu mengorbankan dirinya untuk  kesejahteraan orang lain." Fokusnya adalah kreativitas dan kebebasan pada diri manusia, pendidikan merupakan menjadikan seseorang semakin kreatif dan bebas berkreasi pada hidupnya. Â
Ada banyak tanggapan terhadap Learning by Instructive Play. Mereka yang menerima, dengan alasan bahwa Learning by Instructive Play  dapat dibenarkan pada pendidikan usia dini dan sangat penting.[2] Sementara itu, mereka yang menolak, dengan alasan belajar adalah belajar, dan bermain adalah bermain, dan merupakan dua hal yang berbeda dan tak bisa disatukan.Â
Untuk mengembangkan atau menggunakan metode Learning by Instructive Play, perlu memperhatikan hal-hal berikut,
- Educational Toys; "toys" yang dimaksud, bukan hanya boneka, namun perlengkapan, bahan, alat; bisa berupa tanah liat, bak pasir, buku, boneka, blok kayu, cat, pensil warna, buku gambar, dan lain-lain.
- Â Music dan lagu; nyanyian dengan bait-bait pendek serta berisi informasi yang mendidik.
- Â Finger plays: gerakan tangan mengikuti irama musik dan kata-kata pada nyanyian.
- Â Puzzles and Contests; bersifat teka-teki dan "lomba" siapa cepat, ia menang; juga bisa bersifat simulasi.Â
 Values in Instructive Play
 Sebagai metode belajar, ada nilai-nilai yang terkandung dalam Learning by Instructive Play, hal itu antara lain,
- Â Ada kesempatan pada guru, dan juga orang tua, untuk mengamani anak-anak didik mereka secara alami. Hal tersebut menurut Morrison dan Foster,[3] "Jika anak-anak hanya berbicara, atau berpartisipasi hanya dalam kegiatan diarahkan oleh guru, sulit bagi guru untuk mengetahui kemampuan setiap anak untuk mengerti, percaya, membantu, dan mengasihi orang lain. Interaksi spontan pada waktu bermain, bisa menunjukkan semuanya itu.Â
- Keterlibatan peserta didik yang antusias; di sini, guru bukan sekedar mengawasi, tapi juga menjadi bagian dari permainan atau ikut bermain.
- Perlu perencanaan dan persiapan, terutama jika dilakukan di luar ruang belajar; atau guru melakukan persiapan yang bersifat memberi kejutan pada peserta didik.
 Problems in Teaching Through Instructive Play
Learning by Instructive Play juga mempunyai titik-titik kelemahan, namun mungkin tak disadari oleh peserta didik maupun guru, hal tersebut antara lain, (i) Instructive berubah menjadi intruksi ataupun perintah.Â
Di sini, guru memerintah peserta didik untuk melakukan atau memasang ini dan itu, sehingga mereka hanya mengikuti arahan, bukan bertindak atas inisiatif sendiri, (ii) Selain itu, ada kemungkinan kurangnya waktu dan perlengkapan atau alat yang diperlukan, tidak memadai, serta tak pas dengan bentuk pemainan dan tak cocok dengan usia peserta didik.
 Principles for Effective Use of Instructive Play