Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Natal 2020, Kita Semakin Dewasa Berbangsa dan Bernegara

28 Desember 2020   18:53 Diperbarui: 28 Desember 2020   19:43 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Travel Kompas

Catatan Awal

Aktivis Hubungan Antar Agama dan Masyarakat Jappy M. Pellokila, mengatakan bahwa,

"Sebagai umat Kristiani, Natal merupakan Hari Raya yang ditetapkan Gereja Katolik dan kemudian diwariskan oleh Gereja Protestan untuk merayakan kelahiran Kristus berdasarkan usaha-usaha Para Bapa Gereja untuk menemukan tanggal historis kelahiran Yesus Kristus.

Natal sama sekali bukan perayaan pagan yang diadopsi ke dalam Kekristenan tetapi perayaan yang berasal dari dalam Gereja Katolik.

Terkait ucapan selamat Natal, saya sangat memahami prinsip dan akidah Umat Islam sehingga sejati-nya tak ada tuntutan apapun dari umat Kristiani kepada Muslim. Hanya terkadang risih dengan pro dan kontra yang timbul setiap tahunnya menjelang perayaan Natal.

Hal itu sungguh sangat tidak perlu. Tanpa ucapan bagi mereka, Natal tetaplah Natal tanpa mengurangi kesakralan-nya.

Jadi, sejatinya selalu ada jalan tengah untuk semua, tetap bertoleransi tanpa mengorbankan prinsip akidah, tetap mengucapkan tanpa mengucapkan. Untuk Indonesia yang plural, maka toleransi adalah fondasi."

Sumber: Antara

Bersama Cucu | Dokumentasi Pribadi
Bersama Cucu | Dokumentasi Pribadi
Soreh Hari di Sekitaran Universitas Indonesia, Depok Jawa Barat | Catatan di atas merupakan pernyataan saya (Jappy M Pellokila atau Opa Jappy) pada 24 Desember 2020 ke pewarta Antara serta sejumlah media lainnya. Pernyataan tersebut, terkait pertanyaan rekan-rekan pewarta muda (dari sejumlah Media) tentang 'Kesunyian Malam Natal dan Perayaan Natal 2020, serta Interaksi Antar Umat Beragama.'

Faktanya, warna-warni jelang dan perayaan Natal Yesus Kristus pada Tahun 2020, cukup disingkat Natal, bisa disebut, penuh kesunyian, nyaris tanpa semarak, atau pun beli baju baru serta pemberian hadiah. Bahkan, tak ada aneka kue Natal, yang biasanya ada di setiap rumah.

Semuanya itu, terjadi, akibat hampir sepanjang Tahun 2020 semua elemen Bangsa dan Negara mencurahkan segenap perhatian serta kekuatan untuk 'melawan' Covid-19. Karena Covid-19 itu juga, puluhan juta orang mengalami penurunan pendapatan, kualitas hidup dan kehidupan, serta interaksi sosial.

Sikon tersebut, juga menjadikan banyak orang, sebagai bagian komunitas dan anggota masyarakat, berjuang untuk mempertahankan hidup serta kehidupan daripada 'mengurus urusan orang lain.'

Karena semua sikon tersebut, cukup menyumbang dan menambah 'Sunyi Senyap' Hari Natal 2020. Sehingga ketika menyanyikan 'Malam Kudus Sunyi Senyap' pada tengah malam 24 Desember saat Misa Natal secara virtual, sangat terasa sunyi dan kesunyian tersebut, (air mata saya pun mengalir, sehingga off camera. Saya hanya sempat menyapa Anak Cucu melalui Vidio Call).

Selain sunyi dan kesunyian seperti diatas, Natal 2020, khususnya di Indonesia, sepi dari orasi serta larangan ini itu. Mungkin saja, karena Rakyat atau Umat Beragama di Indonesia sudah semakin Dewasa Berbangsa dan Bernegara.

Kedewasaan itulah yang menjadikan, misalnya, (i) tak ada yang protes adanya hiasan dan pernak pernik Natal di area publik seperti Hotel, Mall, RS, dan lainnya, (ii) tak ada orasi, narasi, dan pemberitaan yang bersifat melarang (atau pun membolehkan) mengucapkan "Selamat Natal," (iii) walau sunyi senyap, tapi Dumay, justru sangat ramai, cerah, ceria, semarak dengan sangat banyak pemilik akun Mesos (walau bukan Katolik dan Protestan) mengganti foto profil dengan nuansa Natal, (iv) komunitas dan grup Medsos pun sangat ramai dengan saling menyapa Selamat serta Salam Natal tanpa canggung; dan masih banyak yang lain.

Nah. Keadaan itulah, yang mungkin saja dirindu banyak orang, serta terulang tahun depan atau tahun-tahun berikutnya. Sehingga, ke depan, "Saya tak lagi risih karena adanya pro dan kontra yang timbul setiap tahunnya menjelang perayaan Natal." Karena semua orang menyadari bahwa sebagai sesama anak bangsa dan saudara dalam kemanusiaan lebih utama daripada orasi serta narasi perbedaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun