Beberapa perusahan yang pernah mengalami aksi boikot dari masyarakat.
- Sari Roti. Abdullah Gymnastiar mengunggah gambar memperlihatkan seorang pedagang roti 'Sari Roti' yang menempelkan kertas bertuliskan 'Gratis untuk mujahid' Produsen Sari Roti, PT Nippon Indosari Corpindo Tbk, membantah terlibat 2 Desember; dan bagi-bagi roti Sari Roti gratis saat itu merupakan aksi dari konsumen.
- Traveloka. Tagar #BoikotTraveloka terjadi pada 14 November 2017, akibat Ananda Sukarlan keluar pada saat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berpidato di acara peringatan 90 tahun Kolese Kanisius di JIExpo Kemayoran
- Danone-Aqua. Seruan boikot produk Prancis karena Presiden Prancis Emmanuel Macron mendukung seorang guru yang menampilkan karikatur Nabi Muhammad dan menyebutkan sebagai 'kebebasan berekspresi'.
- Bukalapak. CEO dan founder Bukalapak Achmad Zaky mencuit, "Omong kosong Industri 4.0 kalau budget R&D negara kita kaya gini (2016, in USD) 1. US 511B 2. China 451B 3. Jepang 165B 4. Jerman 118B 5. Korea 91B 11. Taiwan 33B 14. Australia 23B 24. Malaysia 10B 25. Spore 10B 43. Indonesia 2B. Mudah2an presiden baru bisa naikin."
- JNE. Pada HUT JNE yang ke-30, muncul tagar #BoikotJNE yang sempat trending di Twitter Jumat 11 Desember 2020. Seruan boikot karena JNE memposting ucapan selamat dari tokoh agama yakni Ustaz Haikal Hassan.
Dari Berbagai Sumber
Dan, masih banyak lagi kata-kata, frasa, idiom, orasi, dan narasi yang 'memisahkan' politik dengan berbagai kegiatana lainya, misalnya keagamaan, sosial, pendidikan, budaya, dan lain sebagainya. Semuanya itu seakan menunjukan adanya keterpisahan ekstrim antara politik dengan sejumlah kegiatan lainnya di area publik, berbangsa, dan bernegara.
Apakah memang harus seperti itu? Agaknya, tidak. Sebab, politik (Inggris, politic padanan politeia atau warga kota; Yunani, polis atau kota, negara, negara kota; dan Latin, civitas, artinya kota atau negara; Arab, siyasah) artinya seni atau ilmu mengendalikan manusia, perorangan dan kelompok.Â
Dalam pengembangan makna, politik bisa berarti kegiatan (rencana, tindakan, kata-kata, perilaku, strategi) yang dilakukan oleh politisi untuk mempengaruhi, memerintah, dan menguasai orang lain atau pun kelompok, sehingga pada diri mereka (yang dikuasai) muncul atau terjadi ikatan, ketaatan dan loyalitas (walaupun, yang sering terjadi adalah ikatan semu; ketaatan semu; dan loyalitas semu).
Jadi, politik tak melulu tentang parpol, politisi, anggota parlemen, namun juga berhubungan dengan hampir semua bidang hidup dan kehidupan. Contoh yang paling terang benderang adalah stabilitas politik, termasuk keamanan, akan (i) berdampak pada rasa aman pada rakyat, (ii) roda usaha atau pun perekonomian menjadi lancar, tanpa gangguan apa pun, (iii) bahkan semua kegiatan keagamaan, sosial, budaya, seni, pendidikan, dan lain sebagainya berlangsung dengan tentram, dama, tanpa ketakutan.
Oleh sebab itu, tak salah jika siapa pun (i) memperhatikan, bahkan memahami, sikon politik berbangsa dan bernegara, walaupun ia (mereka) tidak 'melibatkan diri' pada kegiatan parpol, (ii) belajar memahami perkembangan dan sikon politik yang sementara terjadi, (iii) kemudian, menyikapinya dengan baik, benar, dan tepat.Â
Nah, ketiga hal terakhir ini lah, yang seringkali dilupakan banyak orang, termasuk para pengusaha; utamanya pengusaha yang usahanya langsung berhubungan dengan rakyat (rakyat yang multi etnis, agama, latar idiologi, dan politik).
Sehingga dalam keadaan yang ketidakpahaman perkembangang politik itulah, seringkali, para pengusaha mengambil keputusan yang tidak tepat.Â
Dalam artian, kurang (atau tidak) Â mempertimbangankan gejala-gejala dan tanda-tanda, misalnya, persaingan politik yang sementara terjadi pada/di area publik. Akibatnya, ketika mereka melakukan hal-hal untuk kepentingan usaha (atau pun perusahannya), jika bersama (menggunakan tokoh-tokoh tertentu, katakanlah yang sering kontroversi) maka bisa dinilai sebagai keterpihakan politik pada kelompok tertentu, dan meniadakan yang lainnya. Maka yang terjadi di masyarakat adalah gerakan 'pembelaan atau pun anti' dari area publik.