Sekitaran Universitas Indonesia, Depok Jawa Barat | Presiden dan Wakil Presiden RI yang sekarang belum genap setahun memerintah; durasi kerja dan bekerja mereka masing panjang; Parpol-parpol pendukung 'masih sibuk' meminta jabatan di pemerintahan; relawan masih belum pulih dari kelalahan. Jadi, layak kah saat ini bahas suksesi? Itu, pandangan umum yang merata pada/di berbagai kalangan.Â
Mungkin, mereka berpikir bahwa urusan siapa-siapa yang bakalan menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden, itu bahasan nanti; nanti jelang 2024. Padahal, menurut saya, tidak seperti itu. Sebab, menjadi pemimpin bangsa, harus memerlukan proses; bahkan proses yang berliku.
Lihat saja, pangeran-pangeran pada masa lalu dan sekarang, mereka harus menjadi tentara, pandai berkuda, bermain pedang dan lain sebagainya. Pada negara-negara Demokrasi, menjadi Presiden atau pun Perdana Menteri, terjadi proses yang memadai, dari level bawah hingga mencapai puncak.
Lihat saja: Â Â
Ir Soekarno; ia menjadi Presiden I Republik Indonesia, bukan karena kebutuhan sesaat atau pun pilihan tiba-tiba. Ia harus mengalami proses yang cukup panjang dan berliku. Prose panjang yang menjadikan ia bisa bertahan lama sebagai pemimpin bangsa.
Soeharto, juga mengalami proses panjang atau pun ia memproses diri sendiri agar menjadi Presiden, pasca peristiwa berdarah September 1965. Habibie, menjadi presiden RI pada sikon genting dan terdesak. Padahal, rencana suksesi, jika lancer, akan menurun ke Tutut.
Gus Dur, yang tak disangka-sangka, 'dipaksa' menjadi Presiden oleh Kelompok Amien Rais, sebagai upaya hindari konflik kepentingan dan kehebohan sosial. Megawati, menjadi Presiden, juga dalam sikon yang sengaja diciptakan.
SBY, menjadi presiden setelah kalah atau tidak terpilih sebagai Wakil Presiden. Ia pun memproses diri sendiri agar menjadi Presiden melalu Partai Demokrat. Namun, sia-siakan kesempatan memperbaiki bangsa selama dua periode.
Obama, presiden hasil impian; impian puluhan tahun lamanya. Suatu waktu, sekian puluh tahun yang lalu, tepatnya 28 Agustus 1963, dengan tema 'I Have a Dream;' di hadapan ratusan ribu orang, King berkata, "Saya punya mimpi, suatu hari nanti bangsa ini akan bangkit dan hidup berdasarkan makna sejati dari tekadnya: 'Kami adalah bukti nyata dari keyakinan bahwa semua manusia diciptakan sama." Ketika itu, Barack H Obama, baru berusia dua tahun lebih beberapa hari (Obama lahir 4 Agustus 1961).
Puluhan tahun kemudian, bayi kecil itu, yang memahami orasi Marthin Luther King hanya melalui teks book, menjadi Presiden ke 44 USA; menggenapi impian Marthin Luther King. Ia menjadi presiden, bukan melalui persiapan sesaat jelang 'pendaftaran' kandidat ke Komisi Pemilihan Umum, namun jauh sebelumnya;bahkan puluhan tahun.
Sejak lulus S 3, Obama menjadi aktivis, Jaksa, anggota Senat selama tiga periode. Ketika itu, para elite Nasional USA, secara diam-diam merekam jejaknya. Tahun 2004, Obama pun dinaikkan ke pentas Nasionak USA, dan namanya semakin dikibarkan atau menjadi viral sebagai 'Calon Pemimpin Masa Depan USA.'Â