Terperangkap Hujan di Sta Sudirman, Jakarta | Hujan dari pagi membuat semakin banyak air antri masuk ke parit atau got (lagi mengikuti frasa dari Gubernur DKI Jakarta bahwa air yang menggenangi Jakarta karena antri masuk saluran menuju ke laut), melumpuhkan lalu lintas alias macet. Sambil menanti air masuk parit, sehingga moda transportasi online bermunculan, saya melihat tampilan banyak orang dengan pernik-pernik Valentine; wajah mereka, laki-laki dan perempuan, cerah ceria, termasuk mereka yang berkerudung.
Agaknya, 'larangan' dari kaum antivalentine tidak begitu digubris oleh wajah-wajah Metropolitan; terlihat mereka biasa-biasa saja. Mereka seakan tak peduli dengan orasi dan narasi larangan dari segelintir orang yang antivalentine.
Ya, setiap jelalan dan pas 14 Februari, lagu lama dan irama usang terus menerus dinyanyikan keras oleh berbagai kelompok agar, utamanya, orang-orang mudah tak perlu merayakan Valentine.
Lucunya, penolakannya tersebut selalu dihubungkan dengan 'itu kebiasaan kafir, barat, serta ajaran Kristen dan Katolik;' dan agaknya, penolakkan dan pelarangan yang dihubungkan dengan ajaran iman Katolik dan Kristen merupakan alat ampuh; bahkan ada yang menerimanya sebagai kebenaran yang harus diikuti, dilaksanakan, serta dipatuhi. Prihatin.
Padahal, Valentine sebagai hari raya dihapus dari kalender Gerejawi Katolik pada tahun 1969. Penghapusan tersebut sebagai bagian dari menghapus 'mengenang' pada santo-santa yang asal-muasalnya bisa dipertanyakan dan hanya berbasis legenda.
Dan dengan itu, kalangan Katolik dan Protestan tidak menjadikan Valentine sebagai salah satu agenda kegiatan umat atau Gereja; serta bukan merupakan suatu keharusan untuk dirayakan dengan alasan-alasan keagamaan atau pun iman.
Melompat ke sikon kekinian (Indonesia termasuk sedikit dari Negara-negra di Dunia yang masih orang-orang kontra Valentin), semaraknya Valentine Day, sudah tidak dihubungakan dengan kegiatan agama-agama, tetapi melulu urusan bisnis hiburan, serta cenderung hedonis. Serta, diiringi dengan hadiah-hadiah kecil, dan update janji yang pernah diucapkan dilupakan; bahkan, ada yang membuat liburan 'bulan madu ke dua.'
Dan, semuanya itu dibungkus dalam bisnis 'Ruang untuk Update Janji Kasih Sayang;' pada konteks itu, penyedia jasa hiburan menjual 'tempat atau ruang untuk mereka yang mau update janji' melalui menyediakan suasana yang romantis untuk makan malam, mendengar musik, ataupun momen memberi hadiah, dan lain sebagainya.
Melalui cara seperti itu, plus publikasi dengan narasi-narasi yang menarik perhatian publik; misalnya, saatnya perbaharui komitmen dengan pasangan anda, ini saat terbaik untuk membangun cinta yang mulai redup, saatnya bulan madu kedua, ingat kembali romantisme mula-mula dengan pasangan anda, dan berbagai frasa indah lainnya.
Tujuannya, agar terjadi ketertarikan publik, dan mereka pun datang ke 'Ruang untuk Update Janji Kasih Sayang' dengan membayar tanda masuk (untuk makan malam, musik, dan tempat romantis), bahkan termasuk hadiah-hadiah kecil. Harga 'pas masuk' pun bervariasi, mulai Rp 150.000 hingga jutaan rupiah. Nah, 100 % bisnis.
'Ruang' seperti itu, dengan sedikit latar bahwa pada masa kini, hampir semua orang sibuk sesuai fungsi dan tugas masing-masing, sehingga terjadi 'pelupaan' pada hal-hal penting (yang pernah terjadi) dalam hidup dan kehidupan mereka (utamanya dengan pasangan hidup).