Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

100 Hari Jokowi-Ma'ruf, Lebih Banyak Kegaduhan

9 Februari 2020   14:38 Diperbarui: 9 Februari 2020   14:35 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Kanal IHI

Tanjung Barat, Jakarta Selatan | Anda baru pernah dengar daerah Tanjung Barat? Ada beberapa tempat di Indonesia, yang saya tahu dan pernah kunjungi, yang diawali dengan nama Tanjung; yaitu Tg Perak, Jatim; Tg Emas, Jateng; Tg Balai Karimun, Riau Kep; Tg Balai Asahan, Sumut, dan Tg Triok serta Tg Barat di Jakarta.

Di wilayah Tg Barat ini, sebentar lagi (sementara dibangun) ada sejumlah Apartemen dan Rumah Susun, Mall, diiringi juga Sta KA yang modern; dan Tg Barat bakalan jadi 'Pusat Kota Baru' di Selatan Jakarta. Dari dan di sekitar proyek tersebut, saya, tadi, bersama beberapa teman (terbatas dari Media Onlien Non-mainstream) melakukan 'diskusi ringan;' setelah itu masing-masing (akan) publikasikan sesuai selera dan tambahan opini sendiri.

Saya, sebagai pengundang dan penggagas diskusi, 'dipaksa' untuk menjelaskan 'data dan maksud beberapa tulisan' di Kompasiana, utamanya tentang ISIState dan 100 Hari Kabinet Jokowi. Sebab, menurut teman-teman tersebut, apa-apa yang tertuang dalam/di Kompasiana tulisan tersebut, mungkin tak lebih dari 50% dari data yang saya miliki.

 Apa boleh buat, 'terpaksa' saya buka kartu, sambil menambah bumbu 'ini dan ini, serta itu dan itu, cukup untuk kita; tak perlu dipublikasi;' daripada diculik seperti Ninoy Karundeng (Sorry, Ninoy, namamu dibawa-bawa;  he he he he he).

Dari hasil diskusi tersebut, salah satu kesamaan pandangan adalah dari Anggota Kabinet Jokowi-Ma'ruf, ada yang membuat atau jadi sumber kegaduhan (pada area) publik. Oleh sebab itu, mereka, para anggota Kabinet tersebut diminta agar stop alias berhenti melembarkan opini, wacana, atau apa lah yang bisa membuat sikisma pada masyarakat, bahkan terjadi kegaduhan publik.

Hal tersebut, yang paling terang-benderang adalah wacana mengembalikan WN ISState asal Indonesia ke Tanah Air; upaya pemulangan dengan berbagai alasan, termasuk sisi kemanusiaan dan 'mereka juga korban penipuan.' Ok lah, jika itu alasannya. Tapi, hendaknya, 'wacana mentah' tersebut, tidak cepat-cepat dilempar ke area publik; faktanya, 'wacana mentah' tersebut langsung mendapat penolakan rakyat. Hampir semua elemen masyarakat menolak; serta memperlihatkan 'marah' ke/pada Menag; sebab ia dituding sebagai orang yang pertaman merencanakan pemulangan tersebut.

Belakangan, kepada Media, Menag berkata bahwa ia juga menolak pemulangan WN ISIState tersebut; dan selanjutnya akan mengusulkan ini-itu serta plus-minus pada Rapat Kabinet Terbatas. Namun, publik sudah terlanjur antipati; serta mengusulkan tak perlu membahas pemulanganh WN ISIState pada Ratas. Publik hanya punya satu jawaban yaitu, "Menolak pemulangan WN ISIState asal Indonesia ke Tanah Air."

Wacana pemulangan WN ISIState, kini menjadi terpopuler di Media Pembritaan dan Medsos; di dalamya ada pro-kontra dan 'silent kegaduhan.' Sayang bukaaaaaan .... Pak Menteri Agama, jadi sasaran pendukung dan kontra Jokowi-Ma'ruf.

Kegaduhan dari Menag, beda dan berbeda dengan 'kegaduhan' yang dibuat oleh Erich Tohir; ia merombak total beberapa BUMN, serta menempatakan orang-orang baru. Hasilnya mulai nampak; misalnya harga gas 3 kg bakalan turun, harga bahan bakar jenis tertentu, juga turun. Pubilk sementara menannti 'kegaduhan' berikut yang dibuat Erich Tohir.

Lain halnya dengan 'kegaduahan' yang muncul dan dibuat oleh politisi di Padang, Sumbar. Ia berhasil 'bertindak' sekaligus seperti Satpol PP dan Polisi, sehingga berhasil membuktikan adanya bisnis postitusi online. Bagus sich bagus, tapi kok spertinya ada yang tidak jujur dan transparan? Coba simak, AS meminta Bimo mesan hotel dan NN; selanjutnya menurut pengakuan NN, ia dipakai, ia tak mengaku siapa yang 'makai,'  AS atau Bimo.

Publik pun, sedikit gaduh; mereka pun memberi jabatan baru pada AS sebagai 'Politisi rasa Satpol PP.' Padahal, katenye, AS mau maju sebagai salah satu balon Gubernur Sumater Barat. Mungkin saja, kata Orang Surabaya, sebelum jadi Balon maka 'coba balon,'  biar pas.

Ada lagi, 'kegaduhan' lain dari politisi. Yang satu ini, tetap ngotot agar Pemerintah harus memulangkan WN ISIState ke Indonesia; dan semakin nyinyir dengan nada fals. Akibatnya, publik semakin menjadikan dia sebagai sasaran bully. Seirama dengan dia, politisi dari Oposisi, juga membuat 'gaduh' dengan twitt sarkas plus nyinyir agar China membawa pesawat untuk membawa pulang, katenye, jutaan TKA dari Indonesia. Sebelumnya, ia pun nyinyir tentang Uighur, yang katenye, jutaan dari antara mereka mengalami penindasan, terpenjara, tidak ada kesempatan beribadah, dan tanpa pendidikan. What? Politisi yang satu ini pun mendapat sengatan bully dari publik.

Dan masih banyak lagi. Jadinya, 100 Hari durasi Pemerintah Jokkowi-Ma'ruf serta Kabinet mereka, lebih banyak diwarnai oleh kegaduhan dan 'kegaduhan' (serta hoaks). 

Tetapi, lucunya juga, beberapa kegaduhan tersebut, justru disambut dengan lucu-lucuan, tertawa, serta tawa getir. Misalnya, tentang Jakarta Kebanjiran diganti menjadi Jakarta Water Park; Monas yang mulai ditandus, Orang Jakarta sebut akan diganti atau dibangun menjadi 'New Monash Univesity' untuk kampus 212 (khan sudah ada alumninya).

Itulah kita; kita orang Indonesia, yang sering melawan sesuatu dengan cara-cara yang hanya bisa dipahami dengan tingkat kecerdasaan interaksi sosial yang tinggi. Atau, malah diam dan diam; diam bicara, diam bertindak, bahkan diam-diam sambil menyusun kekuatan untuk melakukan perlawanan dengan sengit dan keras.

So, para para politisi, berhentilah menciptakan kegaduhan dan 'kegaduhan;' sebab, kegaduhan yang tidak bermanfaat, bisa berakibat fatal.

Amin

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun