Bogor, Jawa Barat | Beberapa hari terakhir, tersebar lancer di Dumay tentang guru; satu guru dari Anambas, Kepulauan Riau dan sejumlah guru perempuan dari MAN 13 Jakarta. Mereka, para guru tersebut, mendapat sorotan atau perhatian khusus karena sikap dan gerakan di area publik.
Yaitu, guru agama yang di Anambas membully salah satu muridnya dengan kata-kata yang tidak etis (monggo googling dengan kata-kata 'guru agama menyebut lxxte pada muridnya'); dan sejumlah guru di Jakarta membela Gubernur DKI Jakarta dengan cara membully Presiden RI (monggo googling dengan kata-kata 'poster aksi bela gubernur'). Jangan kaget; itu dilakukan oleh guru; guru dari Sekolah milik dan dibiayai oleh Negara
Kok bisa? Padahal mereka adalah Guru yang berstatus ASN; artinya apa pun latar politik, sosial, agama, dan budaya mereka, semuanya adalam frame NKRI; dan di dalam frame tersebut mereka harus memiliki nilai-nilai sesuai dengan Pancasila. Â Nah, sebtulnya apa yang terjadi dengan para guru tersebut?
Tentang Bully
Menurut kamus, bully: Jovial and blustering; dashing; a cruel and brutal fellow; a hired thug; a noisy, blustering fellow, more insolent than courageous; one who is threatening and quarrelsome; an insolent, tyrannical fellow; be bossy towards; discourage or frighten with threats or a domineering manner; intimidate; to intimidate with threats and by an overbearing, swaggering demeanor; to act the part of a bully toward; to act as a bully.Â
Jika dimaknai secara sederhanan, maka bully sebetulnya merupakan kelakuan atau perilaku preman; ya perilaku preman pada Dunya yang dibawa ke Dumay; preman Dunia Nyata dibawa ke Dunia Maya.
 Kata 'guru' berasal dari bahasa Sanskerta (yaitu pengajar atau seorang pengajar); dan didaskalos atau pengajar. Didaskalos selalu dihubungkan dengan didasko dan didaskein, yang bermakna pengajaran, serta aktivitas yang menyebabkan kecakapan baru pada orang lain. Didaktus berarti pandai mengajar, sedang didaktika berarti saya mengajar.
Kata-kata tersebut telah menjadi 'milik' bahasa Indonesia, dan diperluas maknanya sehingga berarti seserang yang mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, seseorang atau kelompok.Â
Dengan itu, bisa dipahami, pada Institusi Pendidikan, ada istilah 'Didaktik Kurikulum,' yang merujuk pada konten, muatan, isi, bahan ajar kepada peserta didik. Pada proses atau pun kegiatan belajar mengajar (KBM), guru atau pengajar dan didaktik kurikulum merupakan peran utama.
Sang Guru
Dari jejak digital, ditemukan sejumlah makna dan peran guru pada perkembangan intelektual tiap-tiap orang. Seseorang, siapa pun dia, akan jadi 'seperti sekarang ' karena peran guru (formal dan informal, langsung dan tak langsun) pada hidup dan kehidupannya.
Sehingga, jika mengikuti makna pendidikan; maka pendidikan dapat berarti suatu proses transformasi ilmu pengetahuan kepada generasi berikutnya. Generasi berikut tersebut mendapat pendidikan secara formal dan informal, sehingga mereka bertumbuh secara intelektual, mempunyai pengalaman keagamaan, dan sikap hidup atau moral yang baik.
Pendidikan adalah usaha yang sengaja, sistimatis dan terarah untuk mencapai perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.
Dalam proses tersebut (guru-murid - murid-guru) terjadi interaksi yang saling mempengaruhi, membagi ilmu pengetahuan, serta pengalaman-pengalaman. Sehingga diharapkan, setelah selesainya proses pendidikan (bukan proses belajar, karena belajar terjadi selama hidup) pada jenjang tertentu, peserta didik memperoleh kompetensi pada bidang yang ia pelajari.
Jadi, proses pendidikan, tak bisa lepas dari Guru dan Sang Guru; guru adalah tongkat pegangan, agar peserta didik menelusuri jalan berliku, kecil, dan bebatuan, hingga mencapai tujuan.Â
Ia juga adalah kuci dan anak kunci; dengan kunci itu, ia menbuka pintu cskrawala berpikir, sehingga peserta didik melihat bentangan semesta pengetahuan, kemudian masuk ke dalamnya.
Guru, akan tetap menjadi seseorang dan tak bisa disebut guru, jika tak ada murid, tiada yang diajarkan, dan tak pernah mengajar siapa-siapa.
Namun, ia akan tetap disapa sebagai guru, walau sudah berhenti mengajar dan mendidik. Guru adalah motivator, dan juga meletakan puzle-puzle pengetahuan ke dalam diri anak didik, dan mereka bersama, ketika berhasil membentuknya, akan menemukan bangunan indah; bangunan hidup dan kehidupan.
=======
Berdasarkan hal-hal di atas, maka jika terjadi seperti guru di Anambas dan Jakarta, apakah mereka masih patut disebut guru; guru yang mendampingi peserta didiknya keluar dari dalam rimba raya kegelapan tak berilmu menuju terang benderang karena ada ilmu dan pengetahuan.
Jadinya, menurut saya, yang juga mantan guru, dan pernah mengajar dari Kelas 1 SD hingga membimbing Mahasiswa S 2, sangat, sangat, sangat tidak elok jika seorang guru (Negeri dan Swasta) dengan gampangnya membully seseorang, termasuk anak didiknya dan Kepala Negara.
Sebab, apa pun latar sikon sosio politik, budaya, ekonomi, agama, guru tetap seorang 'pendidik, pembina, pendamping' peserta didik; peserta didik (selalu) berkiblat kepadanya sesuai kepasitas dan kualitas ilmu yang ia miliki.
Selain itu, guru juga ikut membentuk seseorang dengan sejumlah besar input (yang baik dan benar) kepada peserta didik sehingga yang diddidik pada akhirnya mampu melangkah untuk merebut masa depannya.
So, berhentilah membully; karena tugas guru adalah mengajar, mendidik, membina, dan transfer ilmu bukan menebar serta menyebar benci dan kebencian.
Opa Jappy | Seorang Guru dan Tetap Jadi Guru Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H