Minggu Soreh di Srengseng Sawah Jakarta Selatan | Semua orang tahu makna tidak nampak, tak ada apa-apa, kosong, dan tanpa apa pun; dan itu adalah sesuatu yang tak mungkin di alam raya. Karena itu, tidak ditemukan sesuatu yang tak ada; semuanya ada sehingga disebut terlihat, ada, dan eksis. Sesuatu yang tak ada itu, sebetulnya ada; atau tak ada satu pun yang tiada di bawah Matahari. Jika disebut tak ada, maka itu untuk menunjukan sesuatu yang seharusnya ada pada lokasi tertentu; sehingga jika/ketika dicari dan tiada, maka disebut tidak ada, padahal ada yang lain di tempat.
Sebetulnya, pada/di/dalam suatu tempat, lokasi, wadah (abstrak dan kongkrit) tak pernah kosong, tak ada, tiada, hampa, dan nihil; ia selalu ada, dan tetap ada sesuatu di dalamnya. Jadi, sebetulnya, tak nampak itu hanyalah karena tak terlihat secara fisik. Tapi, selalu ada dan nampak secara abstrak atau pun terarsip dalam pikiran.
Tentang Narasi
Sama halnya dengan idea, gagasan, opini, pendapat, pokok-pokok pikiran, selalu ada di/dalam/pada hati, pikiran, diri, tubuh, roh, dan jiwa; rapi tersimpan dengan manis. Ia akan tetap di situ, jika tak dikeluarkan menjadi kata-kata teratur dalam bentuk tulisan agar terbaca oleh diri sendiri dan orang lain.
Idea, gagasan, opini, pendapat, pokok-pokok pikiran biasanya diungkapkan melalui tulisan, orasi (misalnya, pidato, khotbah, diskusi, dan sejenis dengan itu), dan narasi; namun narasi dimaknai secara unik. Narasi, bukan sekedar bunyi dan suara; namun menyangkut apa yang berbunyi dan siapa yang bersuara, berseru, dan katakan.
Seringkali, narasi dipahami sebagai ungkapan idea, gagasan, opini, pendapat, pokok-pokok pikiran secara tertulis dan terucap. Â Jadi, narasi semacam gabungan atau deskripsi dari idea, gagasan, opini, pendapat, pokok-pokok pikiran; bahkan deskripsi hasil penelitian, olah data, detail peristiwa, serta penjelasan dari gambar dan simbol-simbol tertentu.
Narasi, juga bisa merupakan ungkapan-ungkapan pendek (dari seseorang) yang harus dijelaskan secara jelas atau dibiarkan apa adanya (tanpa penjelasan dari orang yang mengucapkannya), dan membiarkan publik (yang mendengar) memahaminya sesuai kualitas dan kapasitas berpikirnya.
Semua orang sudah tahun bahwa banjir di Jakarta bukan karena kiriman air dari luar Jakarta, sebab itu belakangan. Tapi, banjir yang melanda Jakarta justru akibat dari (i) hujan yang terus menerus sejak 30, 31 Desember 2019, dan 1 Januari 2020, (ii) luapan Banjir Kanal, (iii) saluran air dalam kota yang dangkal, sempit karena tersumbat sampah, (iv) aliran air menuju saluran atau got semakin sempit atau pada sejumlahg ruas jalan tertutup trotoar.
Hal-hal di atas terlihat secara kasat mata, jelas, dan terang benderang. Serta tidak perlu penjelasan lain atau pun menolak bahwa semuanya itu (i-iv) tidak ada atau tiada terjadi; menolaknya, sama saja dengan 'orang yang memiliki mata sehat, namun tak mampu melihat.'
Narasi Gubernur