Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta merilis sejumlah titik banjir di berbagai wilayah. Misalnya,
Jakarta Selatan: Kelurahan Pangadegan, kebon Baru, Manggarai, Pejaten, Pasr Minggi ketinggian air mencapai 1 Meter
Jakarta Timur: Kelurahan Cawang, Cililitan, Kampung Melayu, Bidara Cina terjadi di RW 007 dan 011 ketinggian air mencapai 1.70 Meter.
Di Samping itu, masih banyak jalan raya, gang, kompleks perumahan juga terendam banjir, serta lama surutnya, [Lihat Info Banjir di DKI Jakarta].
Itulah DKI Jakarta zaman now; Jakarta era 'Gubernur Smart Menata Kata.' Namun, serangan air plus sampah tersebut, menurut Sang Gubernur, merupakan kiriman dari wilayah atau pun benua lain.
Walau seperti itu, hanya karena Hujan beberapa jam, telah memunculkan banjir, hampir-hampir atau bahkan tak ada suara yang mengkritisi Sang Gubernur.
Juga, tak ada suara oposisi terhadapnya. Semuanya adem, seolah tak melihat DKI Jakarta sering berubah menjadi kolam ikan raksasa. Jadinya, Gubernur DKI Jakarta, bisa tidur tenang dan damai, walau rakyat terendam banjir. Salut.
Mengapa seperti itu? Agaknya, rakyat Jakarta sudah pasrah; pasrah terhadap kebijakan 'Sejahtera Kotanya, Bahagia Rakyatnya.' Juga, bisa menerima kenyataan bakalan menaikan atau membayar PBB yang tadinya digratiskan; serta melonjaknya harga sewa RSS.
Kembali ke banjir di Jakarta, yang sepi perhatian, pemberitaan, dan kritik. Agaknya, semuanya bisa terjadi karena fokus ke hal lain; dan hal lain itu adalah Pemilu, utamanya Pilpres, (serta ada kemungkinan Sandi kembali jadi Wagub DKI Jakarta).
Faktanya, hampir semua perhatian dan energi bangsa tertuju ke hasil Pilpres 17 April 2019; di samping muak terhadap propaganda narasi curang dari salah satu Capres. Fakta itu, diperkuat juga sepinya 'talk show' dan liputan langsung dari area banjir, seperti ketika hal yang sama terjadi pada era Gubernur Jokowi dan Basuki Tj Purnama.
Dengan demikian, Pilpres dan hasilnya, serta propaganda narasi kecurangan lebih menarik perhatian publik. Utamanya tentang narasi kecurangan, begitu gencarnya disuarakan, sehingga menjadikan mereka percaya, walau tanpa kejelasan bukti.