Beberapa waktu yang lalu, puluhan mahasiswa atas nama HMI melakukan aksi di depan Kedubes RRC di Jakarta; mereka menuntu RRC menghentikan penindasan terhadap etnis Uighur dan menyuarakan adanya perhatian RI terhadap 'penindasan' tersebut. Namun, entah apa hubungannya, pada aksi itu, malah ada teriakan #ganti Calon Presiden; ups sorry, maksudku, teriakan ganti presiden. Hubunganya di mana ya?
Aksi tersebut, sah-sah saja. Namun, setelah aksi tersebut, sejumlah tokoh Nasional, tiba-tiba ikutan nyaring berseru ke media, seakan mendukung para anak muda yang demo tesebut, teriakan yang kemudian menjadi berita utama pada sejumlah Media Berita Oline Non-main stream.
Agaknya, berita tentang Etnis Uighur di China (Baca: Mengenal Etnis Uighur), kini menjadi perhatian baru oleh kelompok tertentu di Negeri ini, seiring dengan kehangatan politik sekitar Pilpres RU Tahun 2019. Hal itu, sangat jelas keramaian isu Rohingya dan Palestina, sudah tidak sexy untuk dipolitisasi sebagai gorengan bahwa Jokowi tidak memperhatikan umat Islam yang tertindas di Luar Negeri.
Lalu, mengapa hingga kelompok aksi tersebut mengusung Uighur? Etnis yang sejak abad tiga Masehi sudah eksis di Asia Tengah. Dan pada abad 10/11/12 Masehi, menetap di wilayah yang mereka sebut Uighurkistan atau Tanah Air Bangsa Uighur. Di situ pula, etnis Uighur membangun Republik Turkistan Timur.
Republik Turkistan Timur, puluhan tahun lalu diluluhlantakan oleh China dengan alasan 'Uighurkistan' merupakan wilayah milik China atau Tiongkok sejak sekian abad sebelum Masehi. Republik Turkistan Timur  pun berubah nama Xijiang. Dan kini, 90% populasinya ada di Daerah Otonomi Khusus Xinjiang, dalam kekuasaan RRC.
Saat ini, dari pengalaman pandangan mata sekian tahun lalu, Daerah Otonomi Khusus Xinjiang merupakan salah satu wilayah China yang maju pada bidang infrastruktur, budaya, dan tingkat ekonomi, serta tekhnologi, bahkan spiritualitas Islami di sana, sangat terjaga. Â Namun, agaknya masih ada orang-orang Uighur, yang tetap terpaku pada 'warisan' masa lalu, bahwa China menjajah Uighurkistan, oleh sebab itu Tanah Bangsa Uighur harus 'melepaskan' diri dari China, (Baca: Etnis Uighur Mau Melepaskan Diri dari China).
Niat dan keinginan tersebut semakin nyata setelah 19 September 2004, orang-orang Uighur (yang anti Beijing) di luar Xinjiang mendirikan pemerintahan di pengasingan Turkinstan Timur oleh Anwar Yusuf. Sementara itu, sel-sel yang dibentuk oleh Anwar Yusuf di Xinjiang melakukan perlawanan melalui aksi-aksi kekerasan atau pun teror.
Menurut laporan resmi pemerintah, tidak banyak orang Uighur yang mendukung Anwar Yusuf, namun karena mereka 'mendapat dukungang' asing, maka kasus-kasus tersebut terpubliksi sebagai sesuatu yang besar. Juga, mereka yang melakukan aksi-aksi atas nama Uighur tersebut, dinilai sebagai tindakan kriminal dengan muatan politik, dan melepaskan diri dari China.
Oleh sebab itu, bagi RRC, mereka tidak perlu memperhatian orang-orang Uighur di Luar Negeri; yang penting adalah kemajuan pada segaka bidang orang-orang Uighur di Xinjiang, sebagai rakyat China yang saling menerima, setara, dan hidup serta perdamaian.
Kembali ke Aksi Membela Uighur di Jakarta. Timbul pertanyaan mengapa ada aksi membela Uighur di Indonesia (menambah koleksi aksi yang sudah ada, Bela Palestina dan Bela Rohingya)?
Jika para pelaku aksi itu menilai bahwa China menindas etnis Uighur, maka tentu mereka harus menyadari bahwa Uighur dan Xinjiang adalah urusan dalam negeri China. Oleh sebab itu, siapa pun, termasuk Indonesia tidak ikutan mengrus urusan negara lain. Faktanya, pada aksi tesebut, para pendemo menyuarakan tentang sikon politik, menyankut Pilpres RI. Kasian ya.