Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kampanye (Tanpa) Akal Sehat

19 November 2018   13:49 Diperbarui: 19 November 2018   21:38 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SUPLEMEN 

Makna Kampanye. Sederhananya, kampanye adalah memberitakan (menyampaikan sesuatu melalui tulisan, gambar, suara dengan berbagai media) daya tarik untuk mendapat perhatian, dukungan, dan pilihan. Isi pemberitaan itu, antara lain kapasitas, kualitas, bobot, prestasi, kelebihan (berdasar data, fakta, arsip, hasil yang telah ada/dicapai), dan keuntungan jika memilih sesuai yang dikampanyekan. Kampanye bisa dan biasa dilakukan oleh/pada berbagai kegiatan; dan utamanya pada proses pemilihan pimpinan (dan pengurus) di pada organisasi tertentu (ormas, keagamaan, kegiatan sekolah, kampus, dan partai politik), dan yang paling umum dilakukan adalah pada kegiatan politik.

Dengan itu, kampanye, bisa terjadi atau dilakukan pada semua bidang, utamanya kegiatan yang bersifat mempengaruhi orang lain untuk memilih seseorang, kelompok, atau hasil produksi tertentu. Demikian juga (yang terjadi) pada Pilpres RI tahun 2019, semua calon presiden dan wakil presiden (akan) melakukan kampanye tertutup (dalam/di ruangan) dan terbuka atau area terbuka yang tanpa batas.

Isi atau muatan dalam/di pada waktu kampanye pun, wajib berisi sejumlah visi, misi, program, janji politik, dan lain sebagainya yang bersifat (upaya) menarik perhatian, mempengaruhi, dan menjadikan orang lain tertarik (dan juga memilih) orang (dan visi, misi, program, dan janji) yang dikampanyekan atau ditawarkan.

Itu yang seharusnya.

Kampanye (terutama di/dalam Perpolitkan Indonesia) bukan penyampaian janji-janji (surga) serta bualan politik; juga bukan berisi 'live musics' teriakan yel-yel, umpatan, bahkan sekedar pengerahan massa bagaikan pasar malam.

Kampanye, juga bukan untuk memunculkan pemilih yang memilih (hanya) karena 'emosi politik,' ikut-ikutan, ikuti arus, berdasarkan 'provokasi politik,' dan terbuka kemungkinan 'memilih karena berapa banyak rupiah yang didapat.

Opa Jappy | SumberKLIK

Dokumentasi Kanal Indonesia Hari Ini
Dokumentasi Kanal Indonesia Hari Ini
Lalu, apa yang sementara berlangsung di Negeri Tercinta hingga April 2019? Entahlah; semuanya telah campur aduk jadi satu, sehingga menjadi perhatian banyak orang dari berbagai pelosok Bumi. Seorang teman, yang menjadi Guru Besar, di Negeri Tetangga, melalui Telegram dengan kata-kata sarkas, menulis ke saya, "Jappy ada apa di Indonesia? Itu kampanye atau berlomba-lomba menyebarkan orasi dan narasi kebencian?"

Pertanyaan sejenis, muncul di/dan dari mana-mana; apa yang sebenarnya terjadi di Indonesia? Rakyat Indonesia sementara mempersiapkan diri untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, para anggota Parlemen (dan juga Senator) atau 'menuju ke Pemilihan Perpecahan Umum?' Tanya yang membuat diri saya kecut dan pahit; juga susah menjawabnya.

Ya. Kini, memang ada Kampanye (Politik) yang dilakukan oleh politisi untuk menjdi Senator, Anggota Parlemen, dan juga Presiden dan Wakil Presiden RI pada tahun 2019. Namun, banyak orang, termasuk pers, lebih fokuskan pada Kampanye yang dilakukan oleh Capres dan Cawapres.

Faktanya, para Capres/Cawapres dan Tim Pemenangannya, serta Relawan (bayaran dan sukarela) yang meramaikan suasana, lebih banyak meramaikan area publik dan dan pemberitaan di media (media sosial, pemberitaan, penyiaran, dan cetak). Sayangnya, keramaian tersebut bukan bersifat edukasi politik, tapi upaya-upaya yang bersifat ajakan untuk membenci serta tidak menyukai orang lain. Kasarnya, bersifat tudingan, tuduhan, fitnah, ujar kebencian, dan hoax; termasuk penyampai data yang tidak benar.

Pada sikon itu, boleh saya sebut sebagai 'Kampanye tanpa Akal Sehat;' karena yang terjadi adalah para juru kampanye atau pun politisi yang menyampaikan orasi dan narasi politik saat kampanye, menyimpan akal sehatnya (termasuk data dan fakta yang benar) di perut atau bahkan ditinggalkan di rumah. Setelah itu, ia atau mereka mulai menyampaikan orasi (dan narasi) berdasar ilham dari dunia dongeng, imajinatif, dan karangan bebas. Plus  info-info  berdasar pada 'sesuatu yang tidak ada atau nihil.'

Kampanye tanpa Akal Sehat inilah yang sementara terjadi; dan secara langsung maupun tidak, telah menjadi tertawaan dunia luar. Akibatnya, melalui jejak digital, terlihat bahwa Dunia, utamanya pers dan politis dari/dan di Luar Negeri, melalui  media, menyayangkan proses politik yang sementara terjadi di Indonesia.

Apa mau dikata; anda dan saya, mungkin tidak bisa membantah hal tersebut, karena faktanya terjadi Kampanye Politik tanpa Akal Sehat. Bayangkan saja ada Capres yang menyatakan, "Jika menang atau terpilih, maka tidak (akan) menginpor apa-apa pun." Wooo keren.

Seorang teman, yang bisnis alat farmasi dan kesehatan, ketika ditanya tanggapannya, ia menjawab, "Itu adalah mimpi di saat tidur karena lapar." Menurutnya, Indonesia bisa mengurangi inpor obat, alat kesehatan, alat laboratorium, mungkin lima puluh tahun ke depan, jika semua infrastruktur dan kebutuhan dasar rakyat sudah terpenuhi. Untuk membangun pabrik pun, perlu inpor dari Luar Negeri. Nah.

Itu, baru dari bidang farmasi atau pun kesehatan, bagaimana yang lain; misalnya alat berat, pabrik, senjata, dan lain sebagainya. Jadinya, ungkapan, 'Tidak inpor apa pun, termasuk Kampanye tanpa Akal Sehat.

Ada lagi, seorang pendukung Capres, menyebarkan foto jalan raya yang setengah  melingkar bukit; dan menulis, "Mengapa tidak lurus saja?" Sembari membuat garis lurus membentuk jalan dengan pendakian 45 derajat; karena dengan membangun seperti itu, menurutnya, lebih irit biaya. Itu juga contoh Kampanye tanpa Akal Sehat, ia tidak tahu (mungkin gagal paham) tentang cara membangun jalan (mendaki) di lereng bukit atau gunung.

Masih banyak contoh lain, yang dilakukan para Tim Pemenangan Capres/Cawapres, termasuk menyerang silsilah atau pun nenek moyang para Capres/Cawapres.

Semuanya menunjukkan bahwa yang mereka lakukan adalah Kampanye tanpa Akal Sehat.

Bayangkan saja, para cicit yang berkompetisi menjadi Presiden dan Wakil Presiden di era kekinian, namun para pendukungnya menyerang, memaki, menista Leluhur para kandidat yang sudah lama tiada.

Itu hanya bisa terjadi karena mereka melakukan Kampanye tanpa Akal Sehat.

##

Berdasarkan semuanya itu, apa yang bisa dilakukan agar kampanye politik yang sementara terajdi di Indonesia, benar-benar sebagai Kampanye? Yaitu, kampanye yang cerdas, bersifat edukasi publik, bebas dari orasi dan nasari kebencian serta permusuhan; serta datang datang dari oleh pikir (dan pikiran) yang sehat. Atau, Kampanye dengan Akal Sehat?

Cuma ada satu solusi, yaitu para Capres/Cawapres, Politisi, Calon Sanator, jangan tinggalkan rumah tanpa akal sehat; jangan berorasi dan sampaikan narasi tanpa akal sehat.

Cukup lah

Opa Jappy | Relawan Indonesia Hari Ini Memilih Jokowi - IHI MJ

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun