Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Golkar Terpecah? Nggak Lah, Hanya Strategi Politik

21 Agustus 2018   23:36 Diperbarui: 22 Agustus 2018   06:26 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Nasional Kompas

Catatan Awal

Pemilihan Ma'ruf Amin sebagai pendamping Jokowi memicu perpecahan di internal Golkar. Sebab, Golkar selaku partai yang menyatakan dukungan kepada Jokowi sejak awal berharap bisa mendapatkan posisi cawapres. Golkar telah menentukan memilih Jokowi. Dan kita sebenarnya mengharapkan dan berusaha agar Golkar yang diambil jadi wapres

.....

Ya sudahlah kalau dia ambil Ma'ruf silakan. Tapi Golkar sekarang jadi pecah. Pecah setengahnya itu, sudahlah kita urus legislatif sendiri dan kita tidak dapat keuntungan dari Jokowi. Yang lain sebagian urus Presiden deh. Dapat berapa kursi kita tidak tahu."

[Sumber: Kompas]

Penyebab Kekecewaan Golkar

Sudah bukan rahasia bahwa sejak lama Golkar selalu ada (tetap ada) di linkaran Pemerintah Pusat; siapa pun presidennya, sejak era Soeharto, (orang-orang) Golkar selalu terhisab di dalamnya. Karena memang, Golkar, bisa disebut, paling lihai melakukan pendekatan politik ke/pada Pusat Kekuasaan, sehingga mereka (orang-orang Golkar) tidak pernah menjadi oposis atau pun berada 'di luar kekuasaan.'

Namun, kali ini, setelah adanya pasangan Capres/Wapres untuk Pilpres RI tahun 2019, agaknya telah membuat Golkar 'serasa menuju kiamat.' Penyebabnya adalah, harapan Golkar agar Jokowi akan menggandeng salah satu kader Golkar menjadi Cawapres, tidak tercapai. Pengharapan yang gagal tersebut, menurut salah satu tokoh Golkar, tidak menutup kemungkinan perpecahan itu akan membuat sebagian kader Golkar mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Nah.

Itulah Golkar; kebiasaan mereka sejak lama, 'Jika tidak mencapai harapan (kedudukan politik), maka gunakan jurus 'ancam-mengancam;' namun, ancaman tersebut akan sirna, jika mendapat sejumlah kedudukan atau kursi di Kabinet.

Sebetulnya kekecewaan Golkar tersebut, mulai terbaca pada waktu mereka menyodorkan (ke/pada Publik) bakal calon wapres untuk mendampingi Joko Widodo. Sebagian dari antara mereka mengajukan nama Jusuf Kalla, namun terbentur dengan Undang-undang yang tak membolehkan. Belakangan, JK sebagai pihak terkait, juga melakukan Peninjaian Kembali di Mahkamah Konstitusi. Saat itu pun, sejumlah komentar (lembut dan keras) tertuju ke Opa Jusuf Kalla, yang intinya, 'Jangan lagi maju atau pun berikan kesempatan pada orang atau muda.' Sebagian lainnya (dari Golkar) mengajukan nama Ketum Golkar Airlangga Hartarto sebagai calon paling pas untuk Jokowi.

Takut Berada Di Luar Kekuasaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun