Kemudia, kuberdiri dan bersalaman dengan banyak orang, dan melangkah keluar; tiba-tiba Pak Min, tukang parkir di halama gereja berseru pelan, "Agakya kita salah jika berkata Selamat Natal bagi yang merayakan." "Maksudmu apa Min," jawab saya. Â Pak Min melanjutkan, "Menurut saya, Nabi Isa itu datang untuk semua manusia, jadi semua orang yang tahu tentang Nabi Isa, patut mengucapkan Selamat Natal, walau ia tak merayakannya." Saya pun terdiam, karena mendapat padangan baru tentang 'Kedatangan Nabi Isa' dari Pak Min.Â
Kumenjauh dari Pak Min, dan berpikir lebih mendalam. Mungkin bagi dia, "Selamat Natal bagi yang merayakannya," telah menempatkan kita (yang (mengucapkan) dengan 'mereka' yang mejadi tujuan ucapan, sebagai 'Engkau dan Aku' itu beda serta berbeda jauh. Dan, karena perbedaan itu, maka kukatakan, 'Selamat Natal bagi yang Merayakannya.' Atau, bahkan hanya sekedar ungkapan sosial biasa, yang tanpa muatan religius apa-apa.  Padahal, kehadiran Yesus di Bumi untuk semua manusia, tak terbatas pada sekelompok  bangsa, suku, sub-suku, dan etnis tertentu.Â
Yah. CukuplahÂ
Di rumah, belajar dari kata-kata Pak Min, saya pun mengirim pesan (melalui WA) 'Selamat Natal' untuk semua teman, termasuk  mereka yang berbeda atau lintas iman. Ternyata, banyak teman yang membalas dengan antusias. Mereka juga menyatakan, 'Selamat Natal untuk Opa dan Keluarga,' tanpa embel-embel 'bagi yang merayakannya. Bahkan,sejumlah teman yang lama bekerja di Uni Emirat Arab memberi pesan WA bahwa, "Natal itu bukan hanya milik umat Kristen. Saya pun merayakan bersama teman. Natal itu, milik semua umat manusia." Ternyata betul, ada baiknya kita menyapa dan mengucapakan, "Selamat Natal untuk Semua,' dan bukan 'Selamat Natal bagi yang Merayakannya."
Opa Jappy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H