Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selamat Hari Ibu, "Ketika Tuhan Menciptakan Ibu"

22 Desember 2017   12:12 Diperbarui: 24 Desember 2017   22:39 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Jelly E Basharie

Srenseng Sawah. Jakarta Selatan--Ketika itu, 22 Desember 1928, di Pendopo Dalem Jayadipuran milik Raden Tumenggung Joyodipoero, Yogyakarta, ada perhelatan akhbar Kaum Perempuan Nusantara. Pertemuan Besar yang disebut Kongres Perempuan Indonesia. Pada waktu itu, sekitar 600 perempuan dari berbagai latar etnis, suku, pendidikan, usia, dan srata sosial berkumpul, dengan semangat kebangsaan, Kebangkitan Nasional (ingat, pada Oktober 1928, para Pemuda berhasil deklarasikan Sumpah Pemuda di Jakarta) Kaum Perempuan Indonesia. Dan dengan itu, tak dapat disangkal bahwa Sumpah Pemuda pada Oktober 1928, juga mewarnai dan memotivasi Kaum Perempuan Idonesia untuk ikut memelibatkan diri dalam memeredekakan dan membangun bangsa sesuai sikon serta konteks masing-masing

Hadir pada Kongres (para) Perempuan Indonesia tersebut, antara lain wakil-wakil dari Perempuan Boedi Oetomo, PNI, Pemuda Indonesia, PSI, Walfadjri, Jong Java, Jong Madoera, Muhammadiyah, Putri Indonesia, Wanita Katolik, Aisyah, Wanita Mulyo, Sarekat Islam, Darmo Laksmi, Jong Islamten Bond, Wanita Taman Siswa, Perempuan Sunda Ketjil, dan lain sebagainya. Bahkan, hadir juga para tokoh pergerakan, pada waktu itu, antara lain Mr. Singgih, Dr. Soepomo, Mr. Soejoedi (PNI), Soekiman Wirjosandjojo (Sarekat Islam), A.D. Haani (Walfadjri).

Pada saat itu, Kongres Perempuan diwarnai dengan semangat kebangkitan Nasional, kebangsaan, perhatian serta upaya perbaikkan nasib perempuan keterlibatan perempuan pada gerakan-gerakan serta perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia. Sehingga bahasan dan diskusi pun menyatu pada satu tujuan besar yaitu, "Peran Perempuan di Indonesia yang Merdeka dan Berdaulat," serta sejajar dengan bangsa-bangsa di dunia. Menariknya, pada masa itu, Desember 1928, para perempuan sudah membahas  hal-hal krusial yang hingga kini masih belum terselesaikan atau menjadi permasalahan Kaum Perempuan. Misalnya, 

  • relasi mengenai perempuan
  • tentang perkawinan anak atau di bawah umur
  • derajat dan harga diri perempuan
  • adab perempuan
  • dipandang rendah karena menjadi seorang perempuan karens hanya anak laki-laki yang menjadi prioritas dalam mengakses pendidikan, karena perempuan, dianggap tak jauh dari urusan kasur, sumur, dan dapur.

Di atas, hanyalah 'sepotong rekaman sejarah;' penggalan dari sejarah dan ungkapan tragedi perempuan Indonesia pada masa lampau. Fakta membuktikan bahwa perjuangan Kaum Perempuan sejak masa R A Kartini hingga Kongres Perempuan di Yogyakarta, sampai pada Era Kekinian, belum mencapai harapan maksimal; artinya sikon sosio-kultural-politik para Perempuan Indonesia belum banyak banyak berubah dan nampak kesetaraan jender. Apresiasi Negara terhadap Perjuangan Kaum Perempuan, boleh disebut terlambat. Nantinya pada 22 Desember 1953, saat peringatan kongres ke-25, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden RI No.316 Tahun 1953, yang menetapkan Tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu.

Hari Ibu di Sikon Kekinian alias Zaman Now

Berikut ini beberapa pendapat tentang Hari Ibu, yang sempat dihubungi melalui WA.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise, "Peringatan Hari Ibu di Indonesia dilakukan untuk mengenang perjuangan kaum perempuan Indonesia.  Peringatan tersebut ditujukan untuk mengenang kaum perempuan yang telah berjuang bersama laki-laki dalam merebut kemerdekaan Indonesia. Hari Ibu di Indonesia dilandasi oleh tekad dan perjuangan kaum perempuan untuk mewujudkan kemerdekaan dilandasi oleh cita-cita dan semangat persatuan kesatuan menuju kemerdekaan Indonesia yang aman, tenteram, damai, adil, dan makmur."

Todora Radisic, "Ibu adalah Super Mama. Ya, Super Mama, karena ia mengerjakan sangat banyak  hal yang tak bisa dilakukan oleh laki-laki."

Ade Ferdijana, "Perjuangan seorang Ibu dalam membesarkan anak penuh kasih tanpa berharap kembali."

Ratna Trikorawati, Ku rindu dia, Ku cinta dia, Ku bahagia brsama dia, Ku puas merawat dia, Ku jantan mencium kaki dia."

Vivien Maryam, "Bangga dan bersyukur terlahir menjadi perempuan dan menjadi seorang ibu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun