Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia
Kekerasan seksual di Indonesia sudah berada pada kondisi darurat. Oleh karena itu, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mendesak pemerintah segera mengesahkan RUU (anti) Kekerasan Seksual. Para utusan perempuan yang mengikuti Musyawarah Perempuan Lntas Iman” di Waingapu, Sumba, NTT, 11-12 Mei 2016, bersama pimpinan PGI mengeluarkan Pernyataan Sikap PGI. Pernyataan sikap tersebut adalan
Pertama, kekerasan seksual termasuk perkosaan yang dilakukan baik secara individu maupun berkelompok terhadap perempuan dan anak telah mengakibatkan trauma, stigma, dan kekerasan berlapis lainnya, bahkan kematian. Kekerasan seksual itu adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kedua, dukungan kepada korban dan keluarga agar tetap dikuatkan oleh Yang Maha Kuasa, terutama dalam menghadapi proses hukum untuk mendapatkan keadilan.
Ketiga, pejabat publik dan masyarakat untuk tidak melakukan kekerasan berikutnya kepada korban dan keluarga melalui pendapat dan pandangan yang menyalahkan korban.
Keempat, mendesak negara untuk memastikan adanya regulasi dan mekanisme perlindungan terhadap perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan.
Kelima, mendesak negara untuk memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada pelaku kekerasan seksual demi memberi efek jera. Meskipun demikian PGI menolak hukuman kebiri dan hukuman mati, sebab itu akan menimbulkan persoalan baru. Hukuman kebiri dapat menyebabkan pelaku mengalami masalah psikologis dan melakukan tindakan kekerasan lain yang lebih beringas. Hukuman mati tidak sesuai dengan sila pertama Pancasila, yaitu pengakuan akan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai yang berhak mencabut nyawa manusia, sekaligus menyalahi hak asasi manusia, yaitu hak untuk hidup.
Keenam, mendesak lembaga-lembaga keagamaan untuk mengembangkan kurikulum pendidikan anak dan remaja yang mengintegrasikan pendidikan seksual, kesehatan reproduksi, nilai-nilai perdamaian, antikekerasan, dan penghargaaan perbedaan. Selain itu, lembaga-lembaga keagamaan perlu memfasilitasi proses trauma healing dan perlindungan bagi korban dan keluarganya. [Sumber: Opa Jappy]
-
Komisi VII DRR RI
Abdul Malil Haramain, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, mengahrapakn pemerinta segera menyerahkan draft Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang mengatur tentang kekerasan seksual terhadap anak ke DPR. Komisi VII DPR RI siap 'menggolkannya' lewat Paripurna DPR. Sebab Perppu kekerasan seksual terhadap anak. Dia melihat urgensinya karena kondisi kekerasan terhadap anak di Indonesia sudah dalam tahap luar biasa.