Kota Jakarta diserang serangkaian aksi teror pada Kamis, 14 Januari 2016. Setidaknya terjadi tiga ledakan dan tembak-menembak yang mengakibatkan tujuh orang tewas di TKP, satu di RS, lima di antaranya pelaku pengeboman dan penembakan. ISIS telah mengklaim berada di balik serangan itu.
Sayangnya, fakta, pengakuan, "proses dan kronologis" rencana teror tersebut sudah terbuka pada publik, namun ada sejumlah pihak yang masih sinis dan "meragukan" hal tersebut. Dan, itu bukan pertama kali terjadim Karena selama ini, jika ada serangan teror dan penangkapan teroris, para sinisme terhadap aparat Negara, terutama Densus 88, dengan nada fals "menyanyikan nyanyian sumbang;" mereka sampaikan syair rekayasa, konspirasi, setingan, pengalihan isue, dan lain sebagainya. Bahkan, ada yang menuding sebagai "penangkapan" altivis dakwah serta melakukan pelanggaran dan penindasan HAM. Â Orang-orang tersebut juga menebar dan menyebar berita, yang berisi atau bersifat pemutarbalikan fakta, hoax, dan bernada fitnah, penistaan, serta kebencian ke aparat keamanan.
Oleh sebab itu, kemarin 16 Januari 2016, di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan kepada Media dan rekan-rekan Mitra Divisi Humas Mabes Polri, Â menegaskan bahwa Polri akan memburu penyebar informasi bohong terkait dengan aksi terorisme di Jalan M.H. Thamrin.Â
Menurut Anton,
"Informasi bohong itu banyak beredar di media sosial dan di media online. Saat ini mulai ada yang mengatakan ledakan (di Thamrin) adalah rekayasa TNI dan Polri. Berita semacam itu berbahaya jika dibiarkan dan kemudian dikonsumsi anak-anak dan masyarakat yang kurang berpendidikan.
Saat ini, tim dari Cyber Crime Mabes Polri sudah mulai turun tangan mencari penyebar informasi semacam itu. Namun terkadang yang menjadi kendala adalah pemilik akun biasanya memiliki lebih dari satu alamat e-mail. E-mail address itu biasanya palsu. Namun akan kami cari operator aslinya
Semenjak terjadi serangan teror, penyebaran jenis informasi seperti ini mengalami peningkatan. Isinya beragam, dari yang menyatakan aksi itu rekayasa hingga menyatakan aksi itu adalah pengalihan isu. Padahal tak mungkin rekayasa, ada korban begitu banyak.
Jika terbukti menyebarkan informasi yang tak benar atau hoax, akan dilakukan penangkapan. Namun, jika konteksnya adalah hate speech, akan dilakukan pemanggilan terhadap orang itu. Karena ini menebar kebohongan. Sengaja ingin melawan negara."
---------
Kali ini, saya sekali lagi sangat, sangat, sangat dan sangat SETUJU serta MENDUKUNG Cyber Crime Mabes Polri, Polisi secara keseluruhan dalam rangka memberantas teror dan terorisme di Indonesia; upaya menangkap para penebar hoax, fitnah, penuista, dan penebar serta penyebar berita busuk tersebut harus dihukum sangat berat. Sebab mereka, terutama melalui Medsos, secara langsung dan tidak, telah ikut menyuburkan terorisme di Indonesia; mereka telah melakukan "edukasi masa" agar tidak percaya kepada aparat dan perlawanan terhadap Negara. Juga, jika berita tak benar yang disampaikan terus menerus, apalagi dengan pola viral di Medsos, akan diterima atau dipercayai sebagai suatu kebenaran. Itu sangat berbahaya.
Jadi, Polri jangan cuma berencana dan berwacana menangkap para penebar kebencian dan hoax tersebut; namun segera menangkap mereka. Saat ini, dan jangan menunggu; jangan tergoda dan takut disebut melanggar HAM atau kekebasan bersuara serta berpendapat.