[caption id="attachment_350135" align="aligncenter" width="284" caption=" Foto: Edy Ryanto/Tragedi Pasuruan"][/caption]
Mari sejenak meluncur ke alam tahun 2008 di Jawa Timur. Waktu itu,  Senin 15 September; Haji Syaiko, pengusaha dari Pasuruan Jawa Timur, melakukan pembagian zakat. Ribuan orang datang, ada yang sejak jam 04.00 subuh, mereka menanti dengan sabar walau udara masih terasa dingin menusuk kulit dan tulang.Penantian sejak subuh itu, ternyata hingga siang hari, waktu pembagian zakat sebesar Rp. 40.000.- Nilai yang cukup besar pada waktu itu. Pada siang hari, ketika pembagian dimulai, entah apa yang menjadi pemicu awalnya, mereka yang antri menerima zakat, berdesakan, saling mendorong, bahkan ada yang terinjak-injak. Akibatnya, 21 orang menjadi korban, mereka tewas di tempat dan di Rumah Sakit.
Kejadian tersebut, langsung mendapat reaksi dari mana-mana, diriku yang jauh dari Nusantara pun, menjadi sasaran bertanya, "Mengapa orang Indonesia di Indonesia bisa seperti itu!? Pertanyaan yang tak terjawab, karena diriku cuma melihat di TV asing.
Seingatku, pada waktu itu, berbagai kalangan masyarakat, politisi, akademisi, dan tokoh agama pun mengeluarkan pernyataan. Ada yang salahkan panitia pembagi zakat; juga tak sedikit yang salahkan mereka yang antri karena tak bisa tertib. Juga, seingatku, ada juga sosiolog yang menyatakan, bahwa hal banyak antrian tersebut, bisa menjadi ukuran bahwa Negara belum bisa mensejahterahkan rakyat. Bayangkan, hanya demi Rp. 40.000 (besaran zakat yang akan diberikan H Syaiko), mereka harus antri berjam-jam, dan kemudian tewas.
Itu cerita duka, yang kemarin 2008 yang lalu terjadi di Jawa Timur.
Ketika itu, Jusuf Kalla, adalah Ketua Umum Golkar; sebagai politisi, JK menyampaikan turut berduka kepada keluarga korban, seraya mendoakan keluarga korban. Itu mereka terlalu tergesa-gesa di bulan puasa. Mudah-mudahan diberi jalan yang terbaik. Banyak politisi pun ikut lakukan yang sama, dan membantu keluarga korban. Pada waktu itu, tahun 2008, kepada media massa, Jusuf Kalla menyatakan bahwa
“ ....  kesalahan pembagian zakat di Pasuruan yaitu terlalu lama orang berkumpul. Lagi pula waktu pembagian sampai matahari sudah menyengat kulit tubuh.
Saya dulu waktu kecil karena saya panitia tetap pembagian biasanya tidak lebih dari jam tujuh pagi; yang datang dua hingga tiga ribu bahkan sampai 5 ribu orang. Tapi selama 50 tahun tidak terjadi apa-apa dan aman-aman saja; tidak terjadi apa-apa karena rumah saya saat kecil dekat dengan masjid di Makassar.
Oleh karena penerima zakat banyak, lanjut Kalla, keluarganya selalu mengadakan penerimaan zakat di Mesjid. Mending memang lewat masjid kami laksanakan seperti itu sampai 50 tahun. Mereka duduk lalu dibagikan. Masjid juga punya halaman yang luas, ... Â (detik.com)"
Itu, pernyataan Jusuf Kalla pada 2008 atau 6 tahun lalu; dan kini, 2014, 56 tahun kemudian, ada tragedi zakat di halaman rumahnya. Tahun 2014, JK juga membagi zakat, namun bukan di Mesjid, melainkan di rumahnya.
Agaknya, kebiasaan yang puluhan tahun dilakukan oleh Keluarga Besar Kalla telah dilanggar. Media massa melaporkan bahwa jalan depan rumah Jusuf Kalla di Makassar penuh sesak warga, ribuan orang memadati jalan dan kompleks rumah. Mereka ini ingin mengikuti open house dan juga ada mengantre pembagian sedekah. Keramaian di rumah JK yang terletak di Jalan Haji Bau, sudah terasa sejak  Selasa (29/7/2014) pagi.
Sekali lagi, tidak diketahui apa yang menjadi pemicu awalnya, sehingga kumpulan orang banyak tersebut berdesak, saling mendorong, hingga ada yang terjepit, dan korban berjatuhan. Akibatnya, Handika 11 tahu, tewas terjepit; dan Afriani, 17, Bau, 16 , Defi, 19, Herlina, 25, Rizky, 16, dan Harni, 50 mengalami luka-luka dan masih dirawat.
Prihatin ....
Mungkin saat ini, JK, yang selangkah lagi menjadi Wakil Presiden untuk kedua kalinya, sementara melakukan perenungan; perenungan mengapa harus terjadi  Tragedi Zakat di halaman rumahnya. Jika, tahun 2008 yang lalu, menurut pengakuan JK, bahwa selama ini tidak pernah terjadi apa-apa, maka kini, 56 tahun kemudian, terjadi apa-apa.
Jika selama ini, menurut JK, pembagian zakat dari Keluarga Besarnya di/atau melalui Mesjid, namun kali ini di halaman rumahnya. Â Itu berarti, panitia pembagian zakat dari JK telah melakukan pelanggaran terhadap kebiasaan yang sudah berlangsung puluhan tahun. Â Pelanggaran tersebut, berdampak pada tragedi. Diriku, bukan mau mencocok-cocokkan, Â namun sekedar mengingatkan bahwa tragedi bisa terjadi, jika ada yang salah dalam mengatur dan merubah sesuatu yang selama ini sudah berjalan baik dan benar.
Apa pun  itu, pelanggaran terhadap kebiasaan atau bukan; korban sudah berjatuhan, dan tentu saja Keluarga Besar JK, bisa mengatasinya dengan biaya dan kata-kata hiburan kepada keluarga korban.
Lebih dari itu, karena sikon politik masih hangat sebab berhubungan dengan hasil dan gugat menggugat keputusan KPU, tragedi tersebut bisa memunculkan fitnah baru kepada Jusuf  Kalla dari lawan-lawan politiknya. Semoga Tidak Terjadi.
Akhir kata, Selamat Idul Fitri untuk anda (diriku yang sementara baca).
Opa Jappy/JN/OurOI
14066430551185985119Foto JIBI/Warga yang antri di halaman Rumah JK
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H