Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jangan Jadikan NKRI Menjadi Dua Kubu

17 Oktober 2014   03:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:43 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

http://indonesiahariinidalamkata.com

Terasa dan sangat terlihat bahwa adanya pertarungan politik tiada akhir antara Koalisi Merah Putih (KMP) pendukung Prabowo-Hatta dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) pendukung Jokowi-JK di Parlemen, dan ada kemungkinan akan mencapai wilayah Propinsi dan Kabupaten/Kota.

Pertarungan yang seharusnya, karena demokrasi, tak boleh terjadi, sebab kalah-menang proses demokrasi adalah sesuatu yang lumrah serta biasa terjadi. Sayannga, mereka yang kalah, menurut pengakuan yang terbaca pada media massa, tidak  bisa menerima kekalahan, sehingga memunculkan kebencian serta balas dendam politik.

Balas dendam itu, walau tak diakui secara resmi dan jujur, pelan dan pasti, jika tak diselesaikan, akan memunculkan  Kubu Parlemen (dengan berbagai pusat pengaruh di dalamnya, yaitu Ketua-ketua Parpol) dan Kubu Pemerintah (hanya ada satu kesatuan pengaruh serta kekuasaan yaitu Jokowi-JK).  Sekali lagi, jika persaingan politik antara KMP dan KIH tidak terselesaikan, maka dua kubu tersebut akan terus bertarung setelah 20 Oktober  2014.

Kubu yang satu, atas nama suara mayoritas di Parlemen, akan memainkan peran pencekalan serta sabotase kebijakan serta keputusan politik yang muncul dari kutub lainnya. Sementara itu, kutub yang satu, atas nama pemerintah, pemegang amanat rakyat, dan kekuasaan pemerintahan, akan tetap bertahan atau kukuh dengan kebijakan serta keputusan yang telah mereka pilih atau lakukan.

Tanda-tanda munculnya pertarungan politik tersebut sudah banyak terbaca publik; termasuk dunia usaha, mereka kuatir akan menghambat iklim usaha dan bisnis di RI.

Apa mau dikata, publik telah disuguhi pertunjukan politik haus kekuasaan. Puncaknya pada saat DPR periode 2014-2019 yang baru dilantik, mengadakan sidang perdana memilih pimpinan DPR. Lepas dari siapa yang menang atau yang kalah, ajang itu dianggap seru oleh para politisi.  Anggota KMP sudah jauh-jauh hari mengantisipasi bila pasangan Jokowi-JK memenangi pilpres, mereka tak bakal mampu menguasai parlemen. Antara lain menyiapkan revisi UU mengenai MPR, DPR, DPD, DPRD atau UU MD3 dengan rapi, di mana terselip pasal yang mengatur mengenai mekanisme pemilihan pimpinan DPR dan MPR yang dianggap menguntungkan pihak KMP.

Dengan sikon dan komposisi kemenangan politik di Parelemen seperti itu, bisa dibayangkan terjadi hal-hal yang saling menjegal pada masa setelah 20 oktober.

Misalnya, hal itu, pertarungan dua kubu tersebut, bisa saja muncul ketika penentuan Panglima TNI, Jaksa Agung, Gubernur Bank Indonesia, atauy lembaga tinggi negara lainnya yang harus mendapat persetujuan Parlemen.  Bisa saja, pemerintah usulkan Si A B C D, namun tak satu pun disetuji Parlemen, karena mereka inginkan Si E F G H, dan seterusnya. Dan jika, hal seperi itu, sering atau berulangkali terjadi, maka akan muncul "kunci kematian alias dead lock." Akibatnya, posisi-posi penting yang harusnya terisi dan di isi menjadi lowong atau hanya ada "Pelaksana Tugas" yang nyaris tak bisa mengeluarkan keputusan yang penting.


LEBIH berbahaya lagi, jika terjadi Persaingan yang tak sehat di Parlemen, maka muncul pemisahan dan perpecahan pada anggota Parlemen; dan bahkan mereka terbagi menjadi dua kubu yang saling menyerang, menjatuhkan, serta merusak tatanan demokrasi di NKRI. Atau lebih tragis lagi terjadi, semacam, Split Parlment, parlemen yang terbagi dua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun