Pergantian pimpinan nasional pada suatu negara, sudah lazim dan biasa; dan memang itu harus terjadi di mana pun. Entah dia itu raja, ratu, presiden, atau diktator sekalipun, ada masa baginya untuk digantikan oleh sosok yang baru. Pergantian tersebut, bisa melalui kudeta, perebutan kekusaan, pemilihan umum, atau mewariskan takta karena regenerasi kekuasaan.
Pergantian kepemimpinan nasional, pada negara-negara di dunia, adalah sesuatu yang alami, dan merupakan tuntutan konstitusi. Hampir semua negara di dunia, proses tersebut memang biasa dan hal yang lazim. Kecuali, misalnya pada beberapa negara, pergantian kepada pemerintahan selalu diwarnai dengan kudeta berdarah atau pun tidak. Pada kasus seperti itu, kadang yang digantikan harus mengalami tinggal di penjara atau bahkan dihukum mati.
Dalam kerangka pergantian kepemimpinan nasional itu juga, yang sebentar lagi terjadi di Indonesia. Jokowi-JK akan menggantikan SBY-Budiyono. Di sini, sekali lagi bangsa Indonesia akan mendapat "tontonan menarik" yaitu pergantian Presiden dan Wakil Presiden melalui tayang media pemberitaan, penyiaran, dan cetak.
Jika semuanya berjalan lancar, dan setelah Jokowi-JK menjadi RI 1 dan RI 2, maka ada yang tak perlu mereka lakukan atau tiru dari pendahulu-pendahulunya. Dan menurutku, hal yang tak perlu diikuti tersebut, adalah suatu keharusan mutlak, yaitu "memusuhi, mendiamkan, menghukum Presiden - Wakil Presiden sebelumnya."
Mari sejenak, ingat ke waktu-waktu sebelum hari ini.
Soekarno diganti Soeharto atau Soeharto menggantikan Soekarno. Sejarah mencatat bahwa (Mantan) Presiden Soekarno, menjadi "terhukum" tanpa diadili hingga saat akhir hidup dan kehidupannya. Jika tak salah, Presiden pengganti Soekarno, tak pernah melihat wajah Bung Karno hingga akhir hayatnya, apalagi bercakap-cakap dan tukar pikiran.
Soeharto ke BJ Hbibie. BJ Habibie yang menjadi anak emas Soeharto, juga hampir-hampir tak lakukan interaksi dengan Soeharto; atau ada, namun tak terekpos media. BJ Habibie pun beraksi sendiri hingga ia digantikan.
BJ Habibie diganti Gus Dur. Â Juga idem. Terjadi kesunyian interaksi antara Preiden dan Wakil Presiden.
Gus Dur digantikan Megawati. Nyaris sama dengan yang di atas.
SBY mengganti Megawaiti. Ini yang paling kentara atau terlihat jelas. Entah siapa yang salah dan benar. Namun, dua-dunya, sejak 10 tahun terakhir hanya saling melihat dari media. Mereka tak saling menyapa, apalagi tukar pengalaman.
Besok, atau besoknya dari sekarang, Jokowi-JK akan menggantikan SBY-Budiyono. Apakah yang terulang adalah seperti Sokarno ke Soeharto, atau Soeharto ke BJ Habibie, atau Jokowi-JK ikuti jejak Megawati yang mendiamkan SBY-Budiyono!?