[caption id="attachment_370091" align="alignright" width="230" caption="kompas.com/kompasiana.com"][/caption]
Susi Pudjiastuti, Menteri Bidang Kelautan dan Perikanan, menjadi sorotan dan perhatian publik, termasuk dari para "jagoan laut dan kelautan ITB;" perhatian dan sorotan tersebut, menyangkut pendidikan formalnya yang cuma SMP, dan pull, pash, push asap rokok di depan wartawan.
Tiba-tiba saja, banyak orang menyoroti dirinya yang ijazah cuma segitu dan tato serta rokok, sekan kemampuan kerja dan etika, moralnya di bawah rata-rata. Banyak orang mendadak menjadi penilai dan pengamat kepribadian dan gaya hidup. Mereka terus bicara, bicara, dan bicara tetang Susi Pudjiastuti.
Herannya, dengan gaya yang nyaris sama, ketika ia menjadi orang pertama dari Jawa yang mendarat di Aceh, setelah tsunami; tak ada orang yang bicara tentang  jeans belel, rokok, dan tatto pada dirinya. Ia, dengan kemampuan yang ada masuk ke Aceh, atas nama kemanusiaan. Dan, pemerintah pada masa itu, tak memberikan hadiah, pujian, maupun penghargaan kepadanya. Semuanya berlalu begitu saja.
Kini, ketika Susi Pudjiastuti menjadi menteri, tiba-tiba saja banyak melihat sisi lain pada dirinya, yang dulunya tak dipercakapkan; dulu, diterima dengan diam dan tanpa komentar.
Lebih dari itu, menteri yang unik dan nyentrik, disebut kalah kelas, gara-gara tidak memiliki ijasah SMA, alias hanya tamat SMP; sementara itu, pada pejabat dan pakar di Kementeriannya, S1, S2, S3. Ada pandangan miring terhadap dirinya.
Itulah kita; kita yang melihat sesama berdasar apa yang terliha, bagaikan memandang etiket yang menempel pada botol atau kotak obat, makanan, dan sebagainya.
Ya. Hanya melihat apa yang terlihat, kemudian menilai dengan mudah dan gampang.
Oke lah, Susi Pudjiastuti memang cuma lulus SMP, dan berhasil; bukankah di Planet Bumi, tak sedikit orang yang tak lulus SMP, namun maju, terkenal, dan tersohor!?
Lihat contoh berikut
[caption id="attachment_370092" align="aligncenter" width="538" caption="ouropinion.info"]