Di sebuah desa kecil yang terpencil, berdiri sebuah rumah tua yang sudah lama ditinggalkan. Rumah itu, dengan jendela yang retak dan pintu yang berderit, menyimpan banyak misteri dan cerita menyeramkan. Masyarakat setempat menyebutnya "Rumah Kengerian", dan hanya sedikit yang berani mendekatinya saat malam tiba.
Menurut legenda setempat, rumah itu pernah menjadi tempat tinggal seorang wanita tua bernama Nenek Mira. Dia dikenal sebagai penyihir yang memiliki kemampuan gaib. Suatu malam, Nenek Mira menghilang tanpa jejak, dan sejak saat itu, berbagai kejadian aneh mulai terjadi di rumah itu.
Suatu hari, sekelompok remaja yang penasaran memutuskan untuk menyelidiki rumah tua itu. Mereka terdiri dari lima orang: Sari, Andi, Budi, Rina, dan Toni. Mereka berencana masuk ke dalam rumah itu saat malam hari untuk mencari tahu kebenaran di balik cerita-cerita menyeramkan yang mereka dengar.
Malam itu, dengan membawa senter dan kamera, mereka memasuki halaman rumah tua tersebut. Angin malam yang dingin meniup dedaunan kering di sekitar mereka, menciptakan suasana yang mencekam. Langkah kaki mereka terdengar nyaring di jalan setapak yang penuh dengan rumput liar.
Saat mereka membuka pintu depan yang berderit, aroma lembab dan debu langsung menyambut mereka. Cahaya senter menyorot ke berbagai sudut ruangan, menampilkan furnitur usang dan dinding yang berjamur. Mereka berjalan perlahan, mencoba tidak membuat suara berisik.
Di ruang tamu, mereka menemukan sebuah meja tua dengan beberapa foto hitam putih yang sudah kusam. Sari mengambil salah satu foto dan melihatnya dengan seksama. Foto itu menampilkan Nenek Mira bersama seorang pria yang tidak dikenal. Ekspresi wajah mereka tampak dingin dan menyeramkan.
Tiba-tiba, mereka mendengar suara langkah kaki di lantai atas. Mereka saling berpandangan, mata mereka melebar karena ketakutan. "Siapa itu?" bisik Rina dengan suara gemetar. Andi, yang merasa dirinya paling berani, memutuskan untuk naik ke lantai atas.
Tangga kayu berderit di bawah berat tubuh Andi. Dia berhenti sejenak di puncak tangga, mendengarkan dengan seksama. Suara langkah kaki itu berhenti, digantikan oleh suara berbisik yang lembut namun jelas. "Keluar dari sini..."
Andi merasa bulu kuduknya meremang. Dia menoleh ke belakang dan melihat teman-temannya yang menatapnya dengan cemas dari bawah. "Aku akan memeriksanya," kata Andi sambil melangkah menuju sumber suara.
Di ujung lorong gelap, terdapat sebuah pintu yang sedikit terbuka. Dari celah pintu itu, Andi melihat cahaya redup. Dengan hati-hati, dia membuka pintu itu dan menemukan sebuah ruangan yang penuh dengan barang-barang aneh: boneka-boneka rusak, buku-buku tua, dan lilin yang sudah hampir habis terbakar.
Baca Juga : Rumah di Ujung Jalan