Mohon tunggu...
Oox Tetuko
Oox Tetuko Mohon Tunggu... -

The Learning Man

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Neo-Lazy Atlantis

4 Januari 2015   10:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:51 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Detik ketika kita membuka mata untuk hari ini, merupakan detik pertaruhan dalam hidup kita. Pasalnya, Sang Hyang Manon masih mempercayakan kemampuan kita untuk mengelola bumi ini. Jadi ketika ada burung yang tak memulai harinya dengan bersiul dan enggan mengepakkan sayapnya untuk mencari makan, maka ….Panglima Nobunaga akan langsung memenggal kepala burung tersebut. Panglima Hideyoshi berbeda, dia akan membuat burung tersebut berkicau. Sementara Panglima Ieyasu lebih memilih menunggunya untuk bersiul.

Jadi, ketika kalian diam-diam berbisik dalam hati untuk menjadi “manusia yang lebih baik” dalam perayaan pesta kembang api malam tahun baru itu, sebenarnya kalian sedang mendengarkan hati kecil kalian yang teramat rindu untuk berbisik. Hati kecil yang tengah lama kau PHP-in, hati kecil yang tengah kesepian kau gantung selusin wulan, dan hati kecil yang tengah terhalang sinarnya oleh keruh duniawi dan logika materi yang memperbudakmu.
Sayang nian Sahabat, kau membuka mata di Negeri ini, di Negeri yang kata Prof. Arysio Nunes dos Santos-fisikawan Nuklir dan ahli geologi asal Brazilia, dulunya merupakan bagian dari sisa Benua Atlantis yang tenggelam akibat banjir besar yang terjadi pada akhir Zaman Es. Di Negeri yang kata Ketum PBNU sebagai “Negeri Ujian”, karena alam dan masyarakatnya yang tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), dan tasamuh (toleran). Juga di Negeri yang kata Eduard Douwes Dekker sebagai Negeri Sapi Perah, yang bermakna kalau tidak di peras, maka tidak keluar keringatnya.

Apa mau dinyana kisanak, angin sepoi itulah yang membuat siamang bujang terjatuh dari pohon, bukan angin topan. Serabut rambut kemaluan itu yang membuat Dalai Lama memejamkan mata, bukan setumpuk kertas bergambar Benjamin Franklin. Hangat ketiak Monica Lewinsky-lah yang membuat Clinton T.K.O, bukan tekanan dominasi Israel. Dan tentu, cukup sekali Gelar Juara Dunia F1 musim ‘76 yang membuat rival terberat Nicky Lauda, -- James Hunt berhenti dari balapan. Bukan karena dia puas, tapi karena kecanduan alkohol dan mati kena serangan jantung di usia yang ke-45.

Jadi, benarlah filosofi Orang Jawa, “kita akan kuat bertahan saat diuji dalam penderitaan (diuji), tetapi kita akan jatuh atau terlena ketika diuji dengan kenikmatan (diuja)”

Kemalasan Negeri kita untuk mengelola minyak bawah laut menyebabkan PT PERTAMINA tinggal menjadi “Perusahaan Papan Nama”, ketamakan elit kitalah yang akhirnya membuat Pak Sukiyat, perakit mobil ESMEMKA menggandeng Korea untuk menjadi investor dan pemandu ahli alih tekhnologi dalam produksi masal Mobil ESEMKA yang dinyatakan gagal lolos uji emisi. Dan, mentalitas konsumen kita lah yang menyebabkan para ilmuwan di negeri ini lebih memilih menjadi hacker professional ketimbang menjadi innovator, atau mereka lebih memilih tinggal dan beralih kewarganegaraan ke luar negeri.

Jadi, masih pantaskah Bangsa Indonesia menjadi wakil Tuhan di Kepulauan Nusantara ini? Mengingat banyaknya tragedi bencana di setiap pergantian Presiden? Mengingat banyaknya nyawa yang tercabut secara massal bukan per individu? Mampukah Bangsa Indonesia bertahan dalam kurun 30 tahun ke depan, mengingat rencana pemerintah untuk menghapus Premium 2 tahun lagi? Ataukah Sang Hyang Taya akan menggantikan Bangsa Indonesia dengan Bangsa yang lain yang lebih cocok untuk menjadi Khalifah?

Agaknya benar kata Soe Hok Gie, nasib terbaik adalah tak pernah dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda (beruntunglah kau sahabatku Fahmi Ibrahim), dan yang tersial adalah yang berumur tua.
Selamat Tahun Baru Sahabat- Selamat menikmati tebasan pedang Jendral Nobunaga!!!
Surakarta,03 Januari 2015

1420317209985784316

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun