Mohon tunggu...
OON SARWONO
OON SARWONO Mohon Tunggu... Akuntan - Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana - 55522120019 - Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Akun ini dibuat untuk keperluan mengerjakan Tugas kuliah Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak - Pajak International - Pemeriksaan Pajak (Universitas Mercu Buana, Maksi 2024)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tugas Besar 2 - Pemeriksaan Pajak - Diskursus Model Dialektika Hegelian dan Hanacaraka pada Auditing Perpajakan - Prof. Apollo

15 Juni 2024   13:40 Diperbarui: 15 Juni 2024   13:51 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Audit perpajakan adalah proses yang esensial dalam memastikan integritas dan kepatuhan suatu entitas terhadap peraturan perpajakan yang berlaku. Di era modern ini, di mana kompleksitas perpajakan terus meningkat seiring dengan perkembangan bisnis dan regulasi, audit perpajakan menjadi semakin penting. Tujuan utama dari audit perpajakan adalah untuk memverifikasi kebenaran, ketepatan, dan kelengkapan informasi yang dilaporkan oleh entitas kepada otoritas pajak. Proses ini tidak hanya membantu entitas dalam menjaga kepatuhan hukum, tetapi juga melindungi mereka dari potensi sanksi finansial dan hukum yang dapat timbul akibat ketidakpatuhan.

Dalam praktiknya, audit perpajakan melibatkan serangkaian langkah yang dirancang untuk mengevaluasi sistem kontrol internal entitas, menilai risiko perpajakan, dan memastikan bahwa laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Proses ini memerlukan keahlian khusus dan pemahaman mendalam tentang peraturan perpajakan, serta kemampuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis data secara kritis. Selain itu, auditor harus dapat memberikan rekomendasi yang praktis dan dapat diimplementasikan untuk memperbaiki kelemahan yang ditemukan selama audit.

Mengingat pentingnya audit perpajakan, pendekatan filosofis dalam pelaksanaannya dapat memberikan nilai tambah yang signifikan. Salah satu pendekatan filosofis yang dapat diterapkan adalah dialektika Hegelian, yang menekankan proses dialektis dalam memahami dan menyelesaikan kontradiksi yang ditemukan selama audit. Pendekatan ini melibatkan tiga tahap utama: tesis (pemahaman awal dan pengumpulan data), antitesis (identifikasi dan analisis kritis terhadap masalah), dan sintesis (integrasi dan penyempurnaan temuan untuk menghasilkan solusi yang komprehensif).

Selain dialektika Hegelian, pendekatan Hanacaraka juga dapat diterapkan dalam audit perpajakan. Pendekatan ini mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal dan etika dalam proses audit, memastikan bahwa audit tidak hanya sesuai dengan peraturan teknis, tetapi juga menghormati norma-norma sosial dan budaya yang ada. Pendekatan Hanacaraka menekankan pentingnya keseimbangan dan harmoni, serta memperhatikan hubungan sosial dalam setiap langkah audit.

Dengan menerapkan pendekatan-pendekatan filosofis ini, audit perpajakan tidak hanya berfokus pada aspek teknis kepatuhan, tetapi juga memperhatikan aspek humanis dan etis. Hal ini dapat meningkatkan kualitas dan efektivitas audit, serta membantu entitas dalam menciptakan lingkungan bisnis yang lebih adil dan berkelanjutan. Pendekatan yang holistik ini memastikan bahwa audit perpajakan tidak hanya sekadar memenuhi persyaratan hukum, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan tata kelola dan etika bisnis secara keseluruhan

Model Dialektika Hegelian dalam Audit Perpajakan

dokpri
dokpri

Model dialektika Hegelian, berdasarkan filosofi Georg Wilhelm Friedrich Hegel, melibatkan proses triadik yang terdiri dari tesis, antitesis, dan sintesis. Pendekatan ini dapat diaplikasikan dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk audit perpajakan. Dalam konteks audit perpajakan, pendekatan ini dapat diterapkan untuk menyusun, mengevaluasi, dan memperbaiki laporan perpajakan.

Pendekatan dialektika Hegelian relevan dalam audit perpajakan karena memungkinkan proses audit yang lebih dinamis dan adaptif. Ini membantu auditor untuk tidak hanya mengidentifikasi masalah, tetapi juga memahami asal-usul dan implikasinya, serta mengembangkan solusi yang holistik dan terintegrasi. Auditor dapat menggunakan pendekatan ini untuk mengevaluasi berbagai skenario dan kemungkinan. Misalnya, ketika menemukan suatu masalah, auditor dapat menganalisis dari perspektif yang berbeda (tesis dan antitesis) sebelum mencapai kesimpulan yang menyeluruh (sintesis).

1. Tesis : Penyusunan Laporan Perpajakan Awal

Tesis dalam konteks audit perpajakan adalah laporan awal yang disusun oleh entitas berdasarkan data keuangan dan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku. Tujuannya adalah memastikan bahwa laporan keuangan dan perpajakan awal mencerminkan kondisi keuangan yang sebenarnya dan mematuhi standar akuntansi dan peraturan perpajakan. Adapun komponen yang digunakan adalah laporan keuangan, catatan pendukung, bukti transaksi, dan dokumentasi terkait lainnya.

Penyusunan laporan awal yang akurat sangat penting karena menjadi dasar bagi proses audit. Kesalahan atau ketidakakuratan dalam laporan awal dapat menyebabkan masalah yang signifikan selama audit. Laporan awal harus mematuhi peraturan perpajakan dan standar akuntansi yang berlaku .

Proses pengumpulan data dari berbagai sumber internal, penyusunan laporan keuangan berdasarkan prinsip akuntansi yang diterima umum, dan memastikan semua transaksi tercatat dengan benar.

Tujuan Penyusunan Laporan Perpajakan Awal :

- Kondisi Keuangan yang Akurat: Memastikan bahwa laporan keuangan mencerminkan kondisi keuangan yang sebenarnya dari entitas.

- Kepatuhan terhadap Peraturan: Menjamin bahwa laporan perpajakan mematuhi semua peraturan perpajakan yang berlaku.

- Dasar untuk Audit: Menyediakan dasar yang akurat bagi auditor untuk memulai proses audit.

2. Antitesis : Pemeriksaan dan Identifikasi Masalah

Antitesis adalah tahap di mana auditor melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap laporan awal untuk mengidentifikasi ketidaksesuaian, kesalahan, atau potensi masalah. Tujuannya adalah menemukan dan memahami semua ketidaksesuaian antara laporan awal dan peraturan perpajakan yang berlaku, serta mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan atau klarifikasi.

Mengidentifikasi masalah pada tahap ini sangat penting untuk memastikan bahwa laporan perpajakan akhir adalah akurat dan patuh. Kesalahan yang tidak terdeteksi dapat menyebabkan masalah hukum dan finansial yang serius. Tahap ini juga untuk memastikan semua temuan dan rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perpajakan dan standar akuntansi.

Tujuan Pemeriksaan dan Identifikasi Masalah

- Menemukan Ketidaksesuaian: Memastikan semua transaksi dan informasi dalam laporan perpajakan sesuai dengan peraturan perpajakan dan standar akuntansi yang berlaku.

- Mengidentifikasi Kesalahan: Mendeteksi kesalahan atau kelalaian yang dapat mempengaruhi akurasi laporan keuangan.

- Mengidentifikasi Area Perbaikan: Menemukan area yang memerlukan perbaikan atau klarifikasi untuk memastikan kepatuhan penuh.

- Mencegah Masalah Hukum dan Finansial: Menghindari potensi masalah hukum dan finansial yang serius akibat kesalahan atau ketidakpatuhan.

Proses Pemeriksaan dan Identifikasi Masalah :

- Pemeriksaan Menyeluruh terhadap Laporan Awal:

a. Rekonsiliasi: Auditor melakukan rekonsiliasi antara laporan keuangan dan catatan pendukung untuk memastikan konsistensi dan akurasi data.

b. Verifikasi Transaksi: Memverifikasi semua transaksi yang tercatat dalam laporan keuangan untuk memastikan bahwa semuanya telah dicatat dengan benar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

- Identifikasi Ketidaksesuaian dan Kesalahan:

a. Analisis Data: Menggunakan teknik analisis data untuk mengidentifikasi anomali atau ketidaksesuaian dalam laporan keuangan.

b. Perbandingan dengan Standar dan Peraturan: Membandingkan laporan keuangan dengan standar akuntansi dan peraturan perpajakan yang berlaku untuk menemukan ketidaksesuaian.

- Penilaian Risiko:

a. Evaluasi Risiko: Menilai risiko yang terkait dengan setiap ketidaksesuaian atau kesalahan yang ditemukan, termasuk potensi dampak finansial dan hukum.

b. Prioritasi Masalah: Mengidentifikasi masalah yang paling kritis dan memerlukan perhatian segera.

- Dokumentasi Temuan:

a. Catatan Temuan: Mencatat semua temuan secara rinci, termasuk deskripsi masalah, bukti pendukung, dan dampaknya terhadap laporan keuangan.

b. Rencana Tindak Lanjut: Menyusun rencana tindak lanjut untuk menangani setiap temuan, termasuk rekomendasi perbaikan dan klarifikasi yang diperlukan.

Pentingnya Tahap Antitesis :

- Keakuratan Laporan Akhir: Mengidentifikasi dan memperbaiki ketidaksesuaian dan kesalahan pada tahap ini memastikan bahwa laporan perpajakan akhir adalah akurat dan patuh.

- Kepatuhan terhadap Peraturan: Memastikan bahwa semua temuan dan rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perpajakan dan standar akuntansi.

- Menghindari Konsekuensi Negatif: Kesalahan yang tidak terdeteksi dapat menyebabkan masalah hukum dan finansial yang serius bagi entitas yang diaudit.

3. Sintesis: Penyusunan Laporan Perpajakan Akhir

Sintesis adalah tahap di mana temuan dari tahap antitesis diintegrasikan dan diperbaiki untuk menghasilkan laporan perpajakan akhir yang akurat dan patuh. Tujuannya adalah memastikan bahwa laporan perpajakan akhir mencerminkan temuan audit, mematuhi peraturan perpajakan, dan memberikan gambaran yang benar dan adil tentang kondisi keuangan entitas. Komponen yang digunakan adalah laporan perpajakan akhir, rekomendasi perbaikan, dan dokumentasi kepatuhan.

Pentingnya tahap sintesis ini untuk memastikan bahwa semua temuan dari audit  dan laporan perpajakan akhir adalah akurat dan patuh. Ini membantu mencegah masalah hukum dan sanksi finansial di masa depan. Termasuk memastikan bahwa laporan akhir memenuhi semua persyaratan peraturan dan standar akuntansi.

Pemeriksa menyusun rekomendasi untuk perbaikan sesuai dengan temuan dan memastikan bahwa semua rekomendasi diimplementasikan dengan benar. Setelah itu, menyusun dokumentasi yang mendukung bahwa semua langkah telah diambil untuk memastikan kepatuhan dengan peraturan perpajakan. Pemeriksa menyusun laporan akhir yang mencakup temuan, analisis, dan rekomendasi penyesuaian ataupun pembetulan.

Pentingnya Tahap Sintesis :

- Menghindari Masalah Hukum dan Sanksi Finansial: Dengan memastikan laporan perpajakan akhir akurat dan patuh, entitas dapat menghindari potensi masalah hukum dan sanksi finansial yang dapat timbul akibat ketidakpatuhan.

- Memenuhi Persyaratan Peraturan dan Standar Akuntansi: Tahap ini memastikan bahwa laporan akhir memenuhi semua persyaratan peraturan perpajakan dan standar akuntansi yang berlaku.

Proses Penyusunan Laporan Akhir :

- Menyusun Rekomendasi untuk Perbaikan: Pemeriksa menyusun rekomendasi berdasarkan temuan audit. Rekomendasi ini harus diimplementasikan dengan benar oleh entitas.

- Menyusun Dokumentasi Pendukung: Pemeriksa juga menyusun dokumentasi yang mendukung bahwa semua langkah yang diperlukan telah diambil untuk memastikan kepatuhan dengan peraturan perpajakan.

- Menyusun Laporan Akhir: Laporan akhir mencakup temuan, analisis, dan rekomendasi penyesuaian atau pembetulan yang diperlukan untuk memastikan akurasi dan kepatuhan laporan perpajakan.

Penerapan model dialektika Hegelian dalam auditing perpajakan penting karena beberapa alasan:

- Transparansi dan Kejelasan

Model ini memberikan kerangka kerja yang jelas dan terstruktur bagi auditor dan wajib pajak untuk berinteraksi dan menyelesaikan masalah.

- Keberpihakan pada Kebenaran

Dengan menggunakan proses dialektis, auditor dapat mencapai kesimpulan yang lebih mendalam dan obyektif tentang kebenaran laporan pajak.

- Kepatuhan yang Lebih Baik

Pendekatan ini mendorong wajib pajak untuk lebih patuh terhadap peraturan perpajakan melalui proses yang adil dan sistematis.

Contoh Implementasi :

1. Kasus Perusahaan A:

- Tesis: Laporan pajak perusahaan A menunjukkan keuntungan yang wajar dan sesuai dengan data historis.

- Antitesis: Auditor menemukan adanya pengeluaran yang tidak didukung oleh bukti yang memadai, menunjukkan potensi ketidakpatuhan.

- Sintesis: Setelah diskusi, perusahaan A setuju untuk menyediakan dokumentasi tambahan atau melakukan penyesuaian pada pengeluarannya, menghasilkan laporan pajak yang lebih akurat dan lengkap.

2. Kasus Wajib Pajak Individu B:

- Tesis: Wajib pajak individu B melaporkan pendapatan dari berbagai sumber yang tampaknya sesuai dengan gaya hidup mereka.

- Antitesis: Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa ada sumber pendapatan yang tidak dilaporkan, berdasarkan perbandingan dengan laporan transaksi bank.

- Sintesis: Wajib pajak B mengakui pendapatan yang terlewat dan setuju untuk memperbarui laporan pajak mereka serta membayar pajak yang terutang.

Model Dialektika Hanacaraka dalam Audit Perpajakan

dokpri
dokpri

Model Dialektika Hanacaraka adalah pendekatan yang mengadaptasi struktur tradisional aksara Jawa "Hanacaraka" untuk menyusun proses pemeriksaan pajak secara sistematis dan dialektis. Dialektika Hanacaraka adalah pendekatan filosofis yang berasal dari budaya Jawa, yang mencakup konsep harmoni dan keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan. Hanacaraka adalah aksara Jawa yang memiliki nilai filosofi mendalam. Setiap huruf dalam Hanacaraka mengandung ajaran tentang kehidupan, moralitas, dan etika. Dalam audit perpajakan, pendekatan ini dapat digunakan untuk mencapai keseimbangan antara kepatuhan terhadap peraturan perpajakan dan keadilan bagi entitas yang diaudit.

Menggunakan pendekatan Hanacaraka dalam audit perpajakan penting karena mempertimbangkan aspek budaya dan nilai lokal dalam proses audit. Ini memungkinkan auditor untuk tidak hanya fokus pada kepatuhan hukum tetapi juga mempertimbangkan nilai-nilai etis dan sosial yang relevan. Model ini terdiri dari empat tahap: Hana Caraka (tesis), Data Sawala (antitesis), Padha Jayanya (sama-sama kuat), dan Maga Bathanga (sintesis/kebenaran sejati). Setiap tahap mencerminkan proses dialektis yang bertujuan untuk menemukan kebenaran dan menyelesaikan ketidakpatuhan pajak dengan cara yang adil dan menyeluruh.

1. Hana Caraka (Tesis)

Tahap ini merupakan titik awal dalam proses pemeriksaan perpajakan. Auditor memulai dengan asumsi dasar bahwa laporan pajak yang diajukan oleh wajib pajak adalah benar, lengkap, dan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.  Tujuannya adalah menetapkan dasar pemahaman yang netral dan tidak bias untuk memulai proses audit, memberikan wajib pajak keuntungan dari keraguan.

- Auditor menerima dan mempelajari laporan pajak yang diajukan.

- Memahami struktur dan isi laporan serta asumsi dasar yang digunakan oleh wajib pajak.

- Mengidentifikasi area utama yang akan menjadi fokus dalam pemeriksaan lebih lanjut.

2. Data Sawala (Antitesis)

Pada tahap ini, auditor mencari dan mengidentifikasi ketidakcocokan, kesalahan, atau potensi ketidakpatuhan dalam laporan pajak yang diajukan. Ini adalah tahap pengujian kritis terhadap asumsi awal. Tujuannya adalah mengungkap dan mengevaluasi segala bentuk pertentangan atau ketidakcocokan yang dapat mempengaruhi keakuratan dan kebenaran laporan pajak.

- Pengumpulan bukti dan dokumentasi yang mendukung klaim pajak.

- Melakukan pengujian aritmatika, analisis rasio, dan prosedur audit lainnya untuk memverifikasi keakuratan data.

- Identifikasi area yang berisiko tinggi dan kemungkinan ketidaksesuaian.

- Melakukan wawancara dengan manajemen dan staf terkait untuk mendapatkan klarifikasi tambahan.

3. Padha Jayanya (Sama-sama Kuat)

Tahap ini melibatkan dialog intensif antara auditor dan wajib pajak untuk membahas temuan-temuan audit. Keduanya menyajikan argumen dan bukti mereka untuk mencapai pemahaman yang lebih jelas dan mendalam tentang isu yang diidentifikasi. Tujuannya adalah mencapai pemahaman bersama mengenai masalah yang ditemukan dan mempertimbangkan semua sudut pandang untuk menemukan solusi yang adil dan rasional.

- Presentasi temuan awal oleh auditor kepada wajib pajak.

- Diskusi dan klarifikasi mengenai setiap temuan untuk mengidentifikasi sumber masalah.

- Pertukaran pandangan dan argumen dari kedua belah pihak.

4. Maga Bathanga (Sintesis/Kebenaran Sejati)

Tahap akhir ini adalah mencapai kesepakatan dan menyelesaikan masalah yang ditemukan selama audit. Auditor dan wajib pajak bekerja sama untuk membuat penyesuaian yang diperlukan sehingga laporan pajak menjadi akurat dan sesuai dengan regulasi.  Tujuannya adalah menyelesaikan semua isu yang ditemukan dan memastikan laporan pajak yang diajukan adalah benar, lengkap, dan mematuhi peraturan perpajakan. Mencapai kebenaran sejati dalam pelaporan pajak.

- Menyusun kesepakatan tentang penyesuaian yang diperlukan pada laporan pajak.

- Mengimplementasikan penyesuaian yang disepakati dan merevisi laporan pajak sesuai temuan audit.

- Penyusunan laporan final audit yang mencakup temuan, evaluasi, dan rekomendasi untuk perbaikan.

- Jika ada ketidaksepakatan yang tersisa, mengambil langkah penyelesaian sengketa sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Hermeneutis Hanacaraka dalam Audit Perpajakan

Makna meta Hermeneutika jika dihubungkan dengan audit perpajakan adalah sebagai berikut:

1. Hana Caraka - Manusia itu Utusan

Hana Caraka mengandung makna bahwa manusia adalah utusan atau perantara. Dalam audit perpajakan, auditor bertindak sebagai utusan yang harus menyampaikan kebenaran dan keadilan. Auditor harus melakukan pekerjaannya dengan integritas, mengumpulkan data yang akurat, dan melaporkan temuan dengan jujur.

Penerapan dalam Audit Perpajakan:

- Integritas: Auditor harus menjalankan tugas dengan integritas tinggi, memastikan bahwa mereka tidak terpengaruh oleh tekanan eksternal atau internal.

- Pengumpulan Data yang Akurat: Auditor mengumpulkan data dan bukti dengan hati-hati dan akurat, memastikan semua informasi yang relevan dipertimbangkan.

- Pelaporan Jujur: Temuan audit harus dilaporkan dengan jujur dan transparan, tanpa manipulasi atau distorsi.

2. Data Sawala - Jangan Bertentangan dengan Tuhan

Prinsip ini mengajarkan auditor untuk bekerja dengan integritas dan etika yang tinggi, tidak bertentangan dengan hukum dan moralitas. Auditor harus memastikan bahwa laporan perpajakan yang diperiksa tidak mengandung kecurangan atau manipulasi yang melanggar hukum.

Penerapan dalam Audit Perpajakan:

- Etika dan Moralitas: Auditor harus berpegang pada standar etika yang tinggi, tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum atau moralitas.

- Kepatuhan terhadap Hukum: Memastikan bahwa laporan perpajakan yang diaudit tidak mengandung kecurangan atau manipulasi yang melanggar hukum perpajakan.

- Ketelitian: Auditor harus teliti dalam memeriksa laporan untuk mendeteksi potensi pelanggaran hukum atau ketidakpatuhan.

3. Padha Jayanya - Maka akan Sama-sama Berhasil

Ketika auditor dan entitas yang diaudit bekerja sama dengan saling menghormati dan memahami, hasil audit akan lebih bermanfaat dan menghasilkan perbaikan yang konstruktif. Keseimbangan dan kerjasama ini penting untuk mencapai hasil yang optimal dan adil.

Penerapan dalam Audit Perpajakan:

- Kerjasama dan Saling Menghormati: Auditor dan entitas yang diaudit harus bekerja sama dengan saling menghormati dan memahami peran masing-masing.

- Dialog dan Komunikasi: Terlibat dalam dialog terbuka untuk membahas temuan audit dan mencari solusi yang konstruktif.

- Keseimbangan: Mencapai keseimbangan antara kepentingan entitas yang diaudit dan keadilan perpajakan.

4. Maga Bathanga - Menempuh Jalan Menuju Kebaikan

Tujuan akhir dari audit perpajakan adalah untuk memperbaiki sistem perpajakan dan memastikan keadilan bagi semua pihak. Auditor harus berusaha untuk memberikan rekomendasi yang bermanfaat dan membantu entitas yang diaudit untuk mencapai kepatuhan yang lebih baik dan etis.

Penerapan dalam Audit Perpajakan:

- Rekomendasi yang Bermanfaat: Auditor harus memberikan rekomendasi yang berguna untuk memperbaiki sistem perpajakan entitas yang diaudit.

- Kepatuhan yang Lebih Baik dan Etis: Membantu entitas yang diaudit untuk mencapai kepatuhan yang lebih baik terhadap peraturan perpajakan dengan cara yang etis.

- Peningkatan Sistem Perpajakan: Audit yang baik harus berkontribusi pada perbaikan dan peningkatan sistem perpajakan secara keseluruhan.

Kemungkinan makna meta Hermeneutika yang lain adalah : 

1. Hana Caraka - Ada Dua Utusan (Tesis)

Dalam audit perpajakan, konsep ini menggambarkan adanya dua pihak utama yang terlibat: auditor dan entitas yang diaudit. Keduanya memiliki peran dan tanggung jawab yang penting dalam proses audit.

Penerapan dalam Audit Perpajakan:

- Peran Auditor: Auditor bertindak sebagai pihak yang mencari kebenaran dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan. Mereka harus mengumpulkan data yang akurat, melakukan analisis, dan melaporkan temuan dengan integritas.

- Peran Entitas yang Diaudit: Entitas yang diaudit (wajib pajak) bertanggung jawab untuk memberikan laporan keuangan yang benar dan lengkap, serta menyediakan semua dokumen pendukung yang diperlukan oleh auditor.

2. Data Sawala - Saling Bertentangan (Antitesis)

Auditor dan entitas yang diaudit seringkali memiliki perspektif dan kepentingan yang berbeda. Auditor mencari kebenaran dan kepatuhan, sementara entitas mungkin berusaha mempertahankan laporan keuangannya. Pertentangan ini merupakan bagian dari proses dialektika yang perlu diselesaikan.

Penerapan dalam Audit Perpajakan:

- Perspektif Auditor: Auditor mencari bukti yang mendukung atau menyangkal keakuratan laporan keuangan, mengidentifikasi potensi kesalahan atau ketidakpatuhan.

- Perspektif Entitas yang Diaudit: Entitas berusaha membuktikan bahwa laporan mereka akurat dan sesuai dengan peraturan perpajakan.

3. Padha Jayanya - Sama-sama Kuat Argumentasinya

Baik auditor maupun entitas yang diaudit memiliki argumen yang kuat berdasarkan data dan fakta. Penting untuk memahami bahwa kebenaran dapat ditemukan melalui proses yang adil dan terbuka, di mana kedua belah pihak dapat menyampaikan argumen mereka dengan jelas.

Penerapan dalam Audit Perpajakan:

- Proses yang Adil dan Terbuka: Kedua pihak harus memiliki kesempatan untuk menyampaikan argumen mereka dengan jelas dan mendukung argumen mereka dengan bukti yang relevan.

- Dialog dan Konfrontasi: Terlibat dalam dialog terbuka dan konfrontasi yang konstruktif untuk mengevaluasi semua argumen dan mencapai pemahaman yang lebih baik.

4. Maga Bathanga - Kebenaran Ada pada Ruang Waktu sesuai Cipta, Rasa, Karsa

Kebenaran dalam audit perpajakan tidak hanya didasarkan pada data yang ada saat ini tetapi juga harus dipahami dalam konteks ruang dan waktu. Auditor harus mempertimbangkan niat (citra), perasaan (rasa), dan kehendak (karsa) dari entitas yang diaudit dalam mengevaluasi kepatuhan mereka terhadap peraturan perpajakan.

Penerapan dalam Audit Perpajakan:

- Cipta (Niat): Auditor harus memahami niat di balik tindakan dan laporan entitas yang diaudit. Apakah ada niat untuk patuh atau sebaliknya?

- Rasa (Perasaan): Mempertimbangkan perasaan dan persepsi entitas yang diaudit, apakah ada tekanan atau situasi tertentu yang mempengaruhi pelaporan mereka?

- Karsa (Kehendak): Mengevaluasi kehendak dan tujuan entitas dalam melaporkan pajak, apakah mereka berusaha untuk mematuhi peraturan atau menghindari kewajiban?

Makrokosmos, mikrokosmos, dan waktu abadi (Buwono Langgeng)

Pendekatan Hanacaraka dalam audit perpajakan tidak hanya mencakup konsep harmoni dan keseimbangan, tetapi juga memiliki dasar filosofis yang dalam, yang mencakup pemahaman makrokosmos, mikrokosmos, dan waktu abadi (Buwono Langgeng).

1. Buwono Agung (Makrokosmos)

Makrokosmos mencakup masyarakat, bangsa, negara, dan dunia internasional. Dalam audit perpajakan, ini berarti memahami konteks global dan nasional dari peraturan perpajakan serta implikasinya terhadap entitas yang diaudit. Auditor harus mempertimbangkan bagaimana laporan perpajakan suatu entitas berkontribusi pada kesejahteraan sosial dan ekonomi yang lebih luas.

Penerapan dalam Audit Perpajakan:

- Konteks Global dan Nasional: Auditor harus memahami bagaimana peraturan perpajakan nasional selaras dengan standar internasional dan bagaimana perubahan dalam kebijakan global dapat mempengaruhi kebijakan perpajakan lokal.

- Kesejahteraan Sosial dan Ekonomi: Auditor harus mempertimbangkan dampak laporan perpajakan suatu entitas terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi yang lebih luas, termasuk kontribusinya terhadap pembangunan nasional dan global.

- Kepatuhan dan Etika: Auditor perlu memastikan bahwa entitas yang diaudit mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku dan beroperasi secara etis dalam konteks global.

2. Buwono Alit (Mikrokosmos)

Mikrokosmos mencakup individu atau keluarga. Dalam audit perpajakan, ini berfokus pada dampak perpajakan terhadap individu yang terlibat dalam entitas, seperti pemilik, manajer, dan karyawan. Auditor harus mempertimbangkan bagaimana peraturan perpajakan mempengaruhi kesejahteraan pribadi dan keuangan individu.

Penerapan dalam Audit Perpajakan:

- Dampak pada Individu: Auditor harus mempertimbangkan bagaimana peraturan perpajakan mempengaruhi kesejahteraan pribadi dan keuangan individu dalam entitas.

- Keseimbangan dan Keadilan: Auditor perlu memastikan bahwa kebijakan perpajakan tidak memberatkan individu secara tidak proporsional dan mempertahankan keseimbangan antara kepentingan entitas dan individu.

- Komunikasi dan Pemahaman: Auditor harus berkomunikasi dengan pemilik dan manajer untuk memahami implikasi kebijakan perpajakan terhadap keputusan bisnis mereka.

3. Buwono Langgeng (Waktu Abadi)

Konsep waktu abadi mencakup pemahaman tentang siklus kehidupan dan kematian, serta kontinuitas dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam audit perpajakan, ini berarti mempertimbangkan dampak jangka panjang dari kebijakan perpajakan dan keputusan bisnis. Auditor harus memastikan bahwa praktik perpajakan yang diaudit berkelanjutan dan tidak merugikan generasi mendatang.

Penerapan dalam Audit Perpajakan:

- Dampak Jangka Panjang: Auditor harus mempertimbangkan dampak jangka panjang dari kebijakan perpajakan dan memastikan bahwa keputusan yang diambil saat ini tidak merugikan generasi mendatang.

- Keberlanjutan Praktik Perpajakan: Auditor perlu memastikan bahwa praktik perpajakan yang diaudit berkelanjutan dan mendukung keberlanjutan ekonomi dan sosial.

- Perencanaan Generasi Mendatang: Auditor harus mengevaluasi bagaimana entitas merencanakan keberlanjutan bisnis mereka dan bagaimana kebijakan perpajakan mendukung atau menghambat rencana tersebut.

Contoh Implementasi Model Dialektika Hanacaraka :

1. Kasus Perusahaan X:

- Hana Caraka: Laporan pajak perusahaan X menunjukkan keuntungan dan pengeluaran yang wajar.

- Data Sawala: Auditor menemukan bahwa beberapa pengeluaran tidak didukung oleh bukti yang memadai.

- Padha Jayanya: Setelah diskusi, perusahaan X memberikan dokumentasi tambahan yang mendukung sebagian pengeluaran, sementara beberapa pengeluaran lainnya diakui perlu disesuaikan.

- Maga Bathanga: Kesepakatan dicapai untuk menyesuaikan laporan pajak dan perusahaan X melakukan pembayaran tambahan pajak yang diperlukan.

2. Kasus Wajib Pajak Individu Y:

- Hana Caraka: Wajib pajak individu Y melaporkan pendapatan yang sesuai dengan gaya hidup mereka.

- Data Sawala: Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa ada penghasilan dari usaha sampingan yang tidak dilaporkan.

- Padha Jayanya: Diskusi antara auditor dan wajib pajak mengungkap bahwa pendapatan tersebut terlewat karena kurangnya pemahaman tentang kewajiban pelaporan.

- Maga Bathanga: Wajib pajak Y setuju untuk memperbarui laporan pajak mereka dan membayar pajak tambahan yang terutang.

Penerapan model ini dalam pemeriksaan pajak memiliki beberapa manfaat penting:

- Struktur yang Teratur: Model Hanacaraka menyediakan kerangka kerja yang jelas dan sistematis bagi auditor dan wajib pajak untuk mengikuti proses pemeriksaan.

- Fokus pada Kebenaran: Proses dialektis membantu mengungkap kebenaran dengan mengevaluasi berbagai sudut pandang dan bukti secara mendalam.

- Keadilan dan Kepatuhan: Melalui dialog yang terbuka dan adil, wajib pajak didorong untuk lebih patuh terhadap peraturan perpajakan, dan auditor dapat memastikan penegakan hukum yang adil dan tepat.

Implementasi dalam Praktik

1. Perencanaan Audit

- Hegelian: Menyusun rencana audit yang mencakup pengumpulan data awal (tesis), identifikasi risiko dan masalah potensial (antitesis), serta strategi penyesuaian dan penyempurnaan (sintesis). Auditor harus merencanakan audit dengan mempertimbangkan semua aspek yang relevan, termasuk sistem kontrol internal, kebijakan perpajakan, dan standar akuntansi yang berlaku.

- Hanacaraka: Menyusun rencana audit yang mempertimbangkan nilai-nilai budaya lokal, mengidentifikasi masalah dengan pendekatan humanis, dan merancang solusi yang harmonis dan etis. Menyusun rencana audit dengan mempertimbangkan nilai-nilai budaya lokal dan norma sosial. Ini mencakup pemahaman mendalam tentang bagaimana nilai-nilai tersebut mempengaruhi operasi bisnis dan kepatuhan terhadap peraturan. Mengidentifikasi masalah dengan pendekatan yang lebih humanis, berfokus pada hubungan sosial dan kesejahteraan karyawan. Merancang solusi yang harmonis dan etis, yang tidak hanya mematuhi peraturan tetapi juga menghormati nilai-nilai budaya dan sosial dari entitas yang diaudit.

2. Pelaksanaan Audit

- Hegelian: Melakukan audit dengan siklus triadik, memastikan setiap tahap diawali dengan pemahaman dasar (tesis), pemeriksaan kritis (antitesis), dan penyusunan laporan yang terintegrasi (sintesis). Pelaksanaan audit harus melibatkan pemeriksaan menyeluruh terhadap semua data keuangan, wawancara dengan personel kunci, dan evaluasi sistem kontrol internal.

- Hanacaraka: Melakukan audit dengan pendekatan yang mempertimbangkan hubungan sosial dan nilai-nilai etis, memastikan setiap temuan dan rekomendasi sejalan dengan prinsip keadilan dan keseimbangan. Melakukan audit dengan pendekatan yang mempertimbangkan hubungan sosial dan nilai-nilai etis. Auditor harus memastikan bahwa proses audit dilakukan dengan cara yang adil dan seimbang, serta menghormati nilai-nilai dan norma budaya setempat. Menyusun temuan dan rekomendasi yang sejalan dengan prinsip keadilan dan keseimbangan, memastikan bahwa semua pihak yang terlibat diperlakukan dengan adil.

3. Pelaporan Hasil Audit

- Hegelian: Menyusun laporan audit yang mencerminkan proses dialektika, dengan penjelasan tentang dasar laporan awal, temuan audit, dan rekomendasi untuk perbaikan. Laporan audit harus komprehensif, jelas, dan memberikan rekomendasi yang praktis dan dapat diimplementasikan untuk perbaikan.

- Hanacaraka: Menyusun laporan audit yang mencerminkan pendekatan humanis, dengan penekanan pada nilai-nilai keadilan dan keseimbangan, serta rekomendasi yang sesuai dengan konteks budaya. Menyusun laporan audit yang mencerminkan pendekatan humanis. Laporan harus menekankan nilai-nilai keadilan dan keseimbangan, serta menyertakan rekomendasi yang sesuai dengan konteks budaya. Rekomendasi yang diberikan harus relevan dengan konteks budaya dan sosial dari entitas yang diaudit, memastikan bahwa mereka tidak hanya patuh secara hukum tetapi juga harmonis dengan lingkungan sosial mereka.

Kesimpulan

Pendekatan Hegelian dan Hanacaraka menawarkan dua perspektif yang berbeda namun saling melengkapi dalam praktik audit. Pendekatan Hegelian lebih struktural dan analitis, berfokus pada dialektika untuk mencapai kepatuhan dan perbaikan. Sementara itu, pendekatan Hanacaraka lebih humanis dan kontekstual, mempertimbangkan nilai-nilai budaya dan sosial untuk mencapai solusi yang harmonis dan etis. Kombinasi dari kedua pendekatan ini dapat memberikan hasil audit yang tidak hanya akurat dan patuh tetapi juga adil dan sesuai dengan konteks budaya.

Pendekatan dialektika Hegelian dan Hanacaraka menawarkan kerangka kerja yang komprehensif dan adaptif untuk audit perpajakan. Dengan menggabungkan filosofi ini, auditor dapat meningkatkan kualitas dan relevansi audit, memastikan kepatuhan hukum serta keadilan dan keseimbangan dalam laporan perpajakan. Pendekatan ini tidak hanya membantu dalam mengidentifikasi masalah, tetapi juga dalam merancang solusi yang berkelanjutan dan harmonis. Selain itu, auditor tidak hanya meningkatkan efektivitas dan efisiensi audit tetapi juga mendorong praktik bisnis yang lebih etis dan bertanggung jawab.

Dengan mengadopsi prinsip-prinsip Hermeneutis Hanacaraka, audit perpajakan dapat dilakukan dengan pendekatan yang lebih etis dan holistik. Pendekatan ini menekankan pentingnya integritas, kerjasama, dan komitmen terhadap kebenaran dan keadilan, serta membantu memastikan bahwa hasil audit bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat.

Pendekatan Hegelian membantu memastikan bahwa semua aspek teknis dan risiko diidentifikasi dan ditangani dengan efektif, sementara pendekatan Hanacaraka memastikan bahwa proses audit dilakukan dengan penuh penghormatan terhadap nilai-nilai lokal dan mempertimbangkan dampak sosial serta etis dari temuan dan rekomendasi audit. Dengan demikian, hasil audit tidak hanya akurat dan terpercaya, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan dan harmoni sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Hegel, G. W. F. (1812). "Science of Logic". Hegel's foundational work on dialectics. ISBN 978-0-415-19535-6.

Arens, A.A., Elder, R.J., & Beasley, M.S. (2014). Auditing and Assurance Services: An Integrated Approach. Pearson. Provides a comprehensive framework for auditing practices.

Dwiwinarno, B. (2017). "Filosofi Hanacaraka dalam Konteks Modern". Yogyakarta: Penerbit Universitas Gadjah Mada.

Ikatan Akuntan Indonesia (2019). Standar Profesional Akuntan Publik. Dewan Standar Profesional Akuntan Publik. Relevant standards for auditing in Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun