Indonesian umrah pilgrimates being humiliated by Emirates staffers at Schipol because they do not speak English. The group were processed into a special queueing in front of hundreds Emirates EK150 passengers, Sunday April 3, 2016 evening at Schipol International Airport, Amsterdam.
Sepintas, dalam antrean terlihat ada sekitar 30-40 warga Indonesia yang menjadi calon penumpang Emirates penerbangan EK 150 dari Bandara Internasional ke Dubai Minggu 3 April petang. Belasan di antaranya berkelompok dan kentara sekali bahwa mereka sebetulnya satu rombongan orang dari daerah yang sama.
Entah bagaimana muasalnya, tiba-tiba dua-tiga orang staf Emirates di kelompok Counter 29 di Terminal 3 Schipol, Amsterdam. menyuruh belasan orang itu keluar dari antrean dan membentuk barisan tersendiri di sudut sebelah kanan. Sebagian besar dari kelompok warga Indonesia itu diwawancarai, namun mereka terbata-bata dan tidak bisa menjawab karena tidak mengerti Bahasa Inggeris maupun Bahasa Belanda yang digunakan staf Emirates. Sejumlah calon penumpang lain yang sedang mengantre merasa iba melihat mereka diperlakukan seperti itu.
Dari potongan-potongan dialog itu bisa disimpulkan bahwa kelompok itu adalah calon penumpang Emirates penerbangan EK 150 (Amsterdam-Dubai) yang kemudian akan melanjutkan penerbangan ke Medinah. Staf Emirates yang bertugas di meja penerbitan boarding pass meminta mereka satu per satu menimbang bagasi yang akan dibawa masuk ke dalam kabin.
Terjadilah kegaduhan. Karena kebanyakan anggota kelompok itu membawa bagasi lebih dari batas yang ditentukan secara sepihak oleh pihak Emirates. Para staf Emirates di Schipol, tanpa pengumuman yang jelas kepada calon penumpang, mendadak menerapkan batas maksimum bagasi yang boleh dibawa masuk ke kabin adalah 7 kg. Kelebihan bobot dikenai biaya yang amat mahal.
Para staf Emirates berlaku sangat pongah kepada orang-orang yang belakangan ternyata warga Semarang dan sekitarnya yang sedang menunaikan ibadah umroh namun singgah ke Eropa. Pihak Emirates tidak memberi pilihan apa-apa: bayar denda atau sebagian isi bagasi harus ditinggal di Schipol.
Orang-orang dari Semarang itu betul-betul dilecehkan oleh pihak Emirates. Mereka dijadikan tontonan di hadapan para calon penumpang lain yang sedang mengantre di Kelompok Loket 29 itu. Karena tidak ada pilihan lain, beberapa warga Indonesia yang sedang dalam perjalanan umroh itu terpaksa membayar antara 200-400 euro (setara Rp 3 juta-6 juta) per orang.
Setelah lolos dari loket penerbitan boarding pass, mereka dicegat lagi oleh staf Emirates lainnya di pintu Gate G9, sebelum masuk ke pesawat. Terjadi lagi kegaduhan serupa. Karena ada warga Indonesia calon penumpang Emirates yang sudah membayar sekitar 300 euro, masih terkena denda tambahan lagi sekitar 450 euro.
Setiba di Dubai, saya bertemu dengan rombongan dari Semarang itu di toilet bandara dan sempat berbincang sebentar. Pimpinan rombongannya dari salah satu travel di Semarang. Panggilannya ‘Pak Yanto’. Secara singkat Yanto yang berkali-kali memimpin rombongan dari Indonesia mengatakan, baru sekali ini ia mendapatkan masalah seperti itu. Dan ia kapok menumpang Emirates. “Ada seorang ibu yang harus membayar kelebihan bagasinya sampai lebih dari 800 euro,” tutur Yanto.
Pihak Emirates bersikukuh, mereka sudah mengumumkan batas berat bagasi kabin melalui website. Tetapi, siapa kira-kira dari kelompok yang berangkat umroh itu yang membuka websiteEmirates dan membaca secara teliti?