Equality before the law
Semua sama di mata hukum tanpa terkecuali
Selayang pandang saya rebahkan diri dalam pelukan malam dan akhirnya aku mulai merenung terhadap bising-bising politik dan public policy (kebijakan publik) yang telah di terapkan di bangsa indonesia terhadap fakkta-fakta  yang tak dapat di tutupi lagi karna sudah menjadi rahasia umum, tak pelak di negeri indonesia ini yang katanya kaya dan sebagai representasi dari taman syurga, apa yang tak ada di  indonesia? Semuanya ada bahkan eropa pun akan iri terhadap kekayaan indonesia.
Namun indonesia yang di bangga-banggakan saat ini nasibnya di ujung tanduk ketika menganalisa dari nasib penduduk yang tak lagi memungkinkan SDM dan kebutuhan-kebutuhan, kebijakan-kebijakan hukum hanya berpihak pada yang ber-uang dan mempunyai kekuasaan sedangkan bagi rakyat kecil peraturan-peraturan itu hanya sebuah ilusi bukanlah kenyataan peraturan tersebut telah memenjarakan kebebasan.
Hukum-subjektifitas pada kaum petinggi hukum tak manusiawi pada masyarakat kecil seharusnya hukum itu harus balance seimbang tanpa pandang bulu 'equality before the law'Â Contohnya sangat jelas dan telah bertaburan sehingga keledai-keledai pun tahu akan hal itu, berbiara perealisasian hukum di indonesia minim sekali janji presiden pun hanya menjadi pemanis bibirnya tanpa ada tindakan nyata.
Menurut Prof. Mahfud MD pakar hukum tata negara, dia menyatakan ada tiga faktor utama  tentang kekacauan akan penegakan hukum yang ada di indonesia. Alasan yang pertama adalah ketika di gugatnya suatu undang-undang sebagai bagian dari hukum, kemungkinan besar di sebabkan oleh si pembuat undang-undang minim pengalaman atau bahkan tidak profesional.
 Alasan kedua karena adanya permainan politik, seperti tukar menukar materi dalam pembuatan regulasi, ketika pembuat regulasi hendak membuat undang-undang ada pihak terkait yang tidak setuju sehingga terjadi tukar-menukar materi.Â
Alasan yang ketiga yang menjadi pemicu kekacauan hukum yaitu adanya tidak pidana suap dalam pembuatan undang-undang, ini soal  jual-beli pasal dalam proses pembentukan hukum. dengan adanya stetmen tersebut menguatkan opini penulis tentang kekacauan penegakan hukum yang ada di indonesia.
Hemat penulis bahwa mereka (birokrasi ,red) tidak hanya pandai membuat peraturan lalu meninggalkannya tapi harus mereka pelihara dengan mempraktekkan substansi hukum yang di buatnya sehingga supremasi hukum tetap terjaga marwahnya, hukum dan penegak hukum bisa kembali baik di mata masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H