Pada tahun ini dinamakan sebagai tahun kontestasi politik baik dalam skala yang besar maupun dalam skala yang lebih kecil yang meliputi pilkada, pilgub, dan pilpres pemilihan tersebut dilaksanakan secara umum ( pemilu,red) sesuai dengan konsep kenegaraan yang dianut oleh indonesia yaitu demokrasi. Sistem demokrasi dimana memberikan suatu kebebasan dalam memilih dan menyuarakan aspirasi rakyat untuk kemajuan dan perbaikan bangsa.
Bagi-bagi calon yang telah mendaftarkan diri dan telah mendapatkan dukungan dari berbagai partai-partai atau mereka yang telah mendapatkan legalitas untuk mengikuti kontestasi telah membuat gula-gula pemanis yang disebut visi dan misi dan janji agar semua rakyat simpati memilinya mulai dari hal-hal yang fundamental seperti sistem politik, ekonomi, keamanan, infrastruktur sampai hal yang kecil. Mereka gaungkan dan ucapkan dengan sangat meyakinkan seakan-akan memang pantas dipilih sebagai pemimpin. Mayoritas mereka mebuat wacana atau statment yang membuat masyarakat luluh hatinya.Â
Kalau penulis analisa bahwa mayoritas masyarakat di indonesia masih banyak yang buta terhadap politik sehingga mau saja di iming-imingi dengan uang (money politic,red) dan janji kosong dengan statement yang lebih sopan dan normatif . hal ini membuat mereka tidak tahu dan sadar telah terjebak tak-tik wacana dan janji politik yang beracun. Lalu mereka memilih calon tersebut tanpa berfikir panjang atas konsekuennya.
Ketika salah satu paslon (pasangan calon, red) terpilih menjadi pemimpin yang dilakukan pertama oleh mereka adalah pencitraan yaitu mengambil wajah yang baik dan elok terhadap rakyat-rakyatnya agar masyarakat bangga terhadap kepemimpinannya karna pencitraan itu penting untuk mengambil hati rakyat  namun ketika setengah perjalanan kepemimpinannya sudah mulai ada hal yang di lupakan dan tak di tepati sesuai janji, wacana, dan statment yang telah di ungkapkan dulu. Apakah mereka tiba-tiba hilang ingatan..? atau memang ada unsur kesengajaan..? penulispun belum mengetahui pasti, Tapi yang pasti kita tahu adalah kita tak butuh wacana tapi yang kita butuhkan adalah bukti nyata.
 Namun menurut hemat penulis bahwa kita dalam berbangsa dan bernegara tidak boleh buta akan politik karena manusia itu zone politicon  yaitu mahluk yang berpolitik dalam arti manusia pasti berpolitik meskipun tanpa kita sadari ketika kita sudah tidak buta politik kita pun bisa sadar mana pemimpin yang memang harus di pilih dan mana pemimpin yang tak pantas dipilih. karena ketika kita salah memilih dalam pemilihan maka kita akan menderita selama kepemimpinannya.Â
Kasihan mereka rakyat yang megiba, menderita, dan kekurangan yang menimbulkan tagisan-tangisan anak bangsa. Sungguh miris mengigat hal itu hal tersebut masih bisa di minimalisir dengan kita memilih paslon yang memang bisa mengayomi dan  bertanggung jawab terhadap warganya agar bukan tangisan yang ada tapi wajah ceria mereka yang terpampang indah di wajahnya. Kita akan suarakan keadilan meskipun harus terasingkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI