PSBB ketat lagi, seperti celana karet yang bisa di tarik ulur, pun kebijakan ini jadi masalah seksi untuk di buat sensasi. Sebenarnya bukan masalah dan sejujurnya pun tidak masalah setidaknya buat saya pribadi. Karena kunci dari semua kondisi ini adalah kesadaran diri sendiri. So.. lebih baik beneren diri sendiri dulu dalam bersosialisasi dan interaksi dalam masa pandemi. Kanapa ini penting, kadang dalam masyarakat kita yang majemuk dari semua golongan, pro kontra adalah hal biasa, apalagi sejak reformasi semua boleh bersuara
Saya yang seorang kuli di ibukota yang harus berkegiatan dari rumah di pinggiran kota Jakarta dan tiap hari berjibaku dengan macetnya jalanan berasa sekali setelah lebaran tahun ini jadwal ngantor saya bisa agak sedikit siang, karena jalanan yang berasa sepi daripada sebelum lebaran. Masih teringat saat-saat PSBB di terapkan di awal kebijakan pemda DKI, semua sibuk dengan banyaknya syarat untuk masuk ke ibukota, terutama kuli seperti saya yang tiap hari mondar mandir antar kota antar provinsi. Menariknya belajar dari awal penerapan PSBB itu hal yang masih sangat terasa adalah SOSIALISASI. Masyarakat banyak sekali yang tidak tahu gimana cara dan syarat mereka supaya tidak melanggar aturannya. Dan seperti biasa semua hanya abu-abu, kesempatan ini membuka peluang untuk "oknum" memainkan peluang nya, dari jual beli SIKM , surat keterangan dan lain nya, server pemda DKI terkait kebijakan ini pun yang di gadang gadang bisa menjembatani pun error di serbu banyak login dari user user pemburu SIKM. Seperti angin berhembus, berlalu dan menguap di ganti dengan kebijakan lain yang lebih simpel walaupun dengan resiko peluang oknum bertambah lebar. Pernah sekali harus putar balik saat menuju ke salah satu cabang pabrik di daerah karawang karena SIKM online belum keluar walau notifikasi dari server dan semua syarat Hardcopy sudah di tunjukan ke petugas, yaa sudah nurut saja. Tapi ironisnya akhirnya banyak yang lewat non tol dan sukses, alhasil karena kebutuhan kerja banyak yang mencari jalan tikus demi periuk nasi yang harus tetap terisi.
Setelah semua agak longgar beberapa dari kami para kuli membuat analisa kecil kecilan terkait kebijakan kemarin. Dan hasilnya adalah
- kurang nya sosialisasi baik ke masyarakat dan petugas di lapangan terkait kebijakan ini, ada yang membolekan ada yang tegas melarang.
- Kesiapan petugas di lapangan yang sangat tidak sebanding dengan masyarakat yang berlalu lalang demi sesuap nasi.
- Kebijakan yang kurang koordinasi dengan pemerintah di kabupaten/kota sekitar DKI, sehingga terasa banget mereka hanya bantu menyiapkan tempat saja untuk menyaring pergerakan orang tanpa membantu dalam bentuk personil maupun prasarana lain.
Tapi yaa sudah lah itu sudah berlalu, eeh tapi kan saat ini sedang di angkat lagi, karena pandemi di DKI naik nya ga turun turun, seperti emak emak sosialita yang tiap hari ngomel di atas timbangan badannya, Â mau nyalahin timbangan kok yaa lucu, mau ngurangin makan kok yaa enak, dan akhirnya menyalahkan suami dan teman sosiaita lain yang ngajak ngemil plus kuliner hehehehe..
Terlepas dari semua kebijakan , lupakan adu komen pak Gub dan Pak Men, tapi lebih baik evaluasi lagi, mana yang sudah baik di PSBB dulu segera pertahankan dan yang kurang segera di benahi. Semoga pandemi ini segera berhenti. Karena apapun yang terjadi semua akan di akhiri dengan baik jika saling mengerti , tak perlu menghakimi, apalagi saling mencaci, Karena semua demi negeri .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H