“Kalian berdua harus selalu rukun dan mendorong satu sama lain karena hanya saudara kembar kamulah satu-satunya yang kamu miliki, pesan Ibu untuk saya dan saudara kembar saya ketika kami masih kecil”
Pesan tersebut sampai sekarang masih selalu kami ingat. Mempunyai saudara kembar merupakan hal yang sangat istimewa dalam keluarga kami. Kami adalah satu-satunya anak kembar di keluarga kecil kami, dan juga keluarga besar kami. Sejak kecil kami tidak dapat merasakan kasih sayang orang tua karena semenjak Bapak meninggal, Ibu harus pindah ke Jakarta untuk mencari nafkah. Beliau menitipkan kami berdua kepada kakek dan nenek kami di Jogjakarta. Walaupun kami tidak besar dengan Ibu tetapi kami bersyukur bahwa kami masih dapat kasih sayang yang sangat besar dari kakek dan nenek kami.
Masa kecil kami lalui dengan sangat menyenangkan walaupun tidak ada kemewahan dalam hidup kami. Namun demikian kami sangat bersyukur karena setidaknya kami dapat makan dengan baik dan sekolah seperti anak-anak yang lain. Kakek kami yang kebetulan seorang pensiunan AURI mendidik kami dengan sangat disiplin. Baik kakek maupun nenek kami tidak pernah memanjakan kami. Tetapi sebaliknya kami selalu dihadapkan kepada kondisi untuk melihat perjuangan seorang Ibu untuk membesarkan kami berdua. Lewat hal inilah kami terbiasa dengan hidup pantang menyerah dan selalu bersyukur dengan apa yang kami miliki.
Kebetulan kami bukan kembar identik tetapi kami kembar non identik: satu laki-laki dan satu perempuan. Kembar semacam ini dikenal dengan nama kembar dampit. Selisih kelahiran kami hanya lima belas menit. Kembaran saya yang lahir lebih awal daripada saya harusnya lebih tua dari pada saya. Tetapi Ibu saya selalu menjelaskan bahwa saya yang lebih tua karena saya memberikan kesempatan kepada adik saya untuk keluar ke dunia terlebih dahulu. Kakak harus selalu mengalah untuk adiknya. Sejak saat itu saya memposisikan diri sebagai kakak bagi kembaran saya.
[caption id="attachment_247703" align="aligncenter" width="483" caption="Aku, saudara kembarku, dan ibuku ketika mereka mengunjungiku di Amerika Serikat; ketika itu aku sedang mengikuti Program Fulbright di Universitas Stanford "][/caption] Selama kurang lebih delapan belas tahun saya dan kembaran saya hidup bersama. Sesudah itu kami harus berpisah karena kami melanjutkan sekolah di kota yang berbeda dan sampai saat ini kami juga tidak tinggal bersama karena kami bekerja di dua negara yang berbeda. Mempunyai saudara kembar pastinya mempunyai suka dan duka. Tetapi banyak hal yang dapat saya pelajari dari ketika kami lahir hingga sekarang. Hal-hal tersebut ternyata yang menjadi prinsip bagi kehidupan kami dikemudian hari. Prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah bahwa kami diajarkan sikap
(1) Saling Berbagi
Saya dan kembaran saya sering dihadapkan dengan keadaan dimana kami harus berbagi satu dengan lainnya. Misalnya jika salah satu dari kami diberikan sebuah barang, maka yang satunya harus juga mendapatkan barang yang lain. Atau kalau hanya satu barang, maka barang tersebut harus di bagi berdua. Walaupun sikap berbagi tersebut hanya untuk saudara kembar, tetapi di kemudian hari saya baru menyadari bahwa dalam kehidupan yang nyata kita harus berbagi juga untuk orang lain. Kami diajarkan untuk lebih tanggap terhadap keadaan di sekitar kami.
(2) Saling “Bersaing”
Hidup ini tidak mudah. Penuh persaingan untuk mendapatkan sesuatu. Kami sudah diajari bagaimana untuk bersaing dari kecil. “Bersaing” disini dalam artian yang positip. Jika kembaran saya dapat melakukan sesuatu hal yang hebat, maka saya pun harus juga dapat melakukan hal tersebut. Sejak kecil kami selalu berada di kelas yang sama. Kecuali waktu SMA ketika kami harus berpisah. Kembaran saya sekolah di sekolah yang muridnya perempuan semua sedangkan saya sekolah di sekolah yang muridnya laki-laki semua. Sejak SD sampai SMP kami berdua selalu bersaing untuk menjadi yang nomor satu di kelas.
(3) Saling Mendorong
Hal lain yang dapat saya rasakan adalah rasa saling mendorong satu sama lainnya. Sejak kecil, kami berdua punya keinginan yang sama yaitu ingin pergi ke luar negeri. Sesudah itu kami juga ingin bekerja di perusahaan atau organisasi yang memberikan kesempatan kepada kami untuk berpergian ke luar negeri. Semenjak di bangku SMA kami selalu mencari kesempatan itu. Walaupun ketika itu kami gagal mengikuti program pertukaran pelajar, tetapi tidak ada kata menyerah dalam hati kami. Akhirnya kami dapat kesempatan ke luar negeri sesudah selesai SMA dan bahkan bekerja di lingkungan yang memberikan kesempatan kepada kami berdua untuk pergi ke luar negeri.
(4) Perasaan Senasib
Sesudah SMA, Ibu kami harus berjuang membiayai kami berdua untuk kuliah. Kebetulan kami tidak belajar di perguruan tinggi negeri. Saya dapat merasakan susahnya Ibu saya mencari uang ketika itu. Saya tidak mau kalau hanya satu dari kami yang melanjutkan sekolah. Kala itu, ada sebuah undian berhadiah dari sebuah produk pasta gigi dan saya mengirim undian tersebut. Saya sangat beruntung karena mendapat hadiah sepeda motor. Ternyata, kembaran saya juga mempunyai nasib yang sama. Dia ikut lomba sepeda gembira dan mendapat hadiah sepeda. Akhirnya kami jual sepeda dan sepeda motor untuk biaya uang pangkal sekolah kami masuk perguruan tinggi.
Kalau melihat hal di atas sepertinya semuanya serba mudah dan enak, namun demikian ada beberapa hal lain “tantangan” atau dukanya mempunyai saudara kembar. Hal itu antara lain adalah:
(1) Selalu Dibandingkan
Secara tidak langsung kami berdua selalu dibandingkan baik itu di rumah, sekolah, dan lingkungan. Kalau yang dibandingkan itu positip maka tidak akan menjadi masalah tetapi kalau dibandingkan negatif maka akan membuat kita tertekan. Yang paling banyak kami rasakan adalah di sekolah. Nilai kembaran kamu sangat bagus, maka kamu harus juga mempunyai nilai yang bagus, kata sebagian besar guru kepada kami. Padahal tidak selamanya kita harus punya hal yang sama. Ada kalanya dua anak kembar mempunyai sifat yang berbeda dan hal itu tidak perlu dibandingkan dan diperdebatkan.
(2) Selalu Dibagi Dua
Sesuatu jika dibagi berdua itu tidak selalu menyenangkan. Sering kali ketika masih kecil saya harus berbagi barang berdua. Misalnya satu barang harus kami pakai berdua secara bergantian. Hal ini karena Ibu kami tidak sanggup untuk membeli barang untuk kami berdua. Yang ada adalah kadang-kadang saya harus bertengkar dengan kembaran saya untuk memakainya terlebih dahulu. Masa-masa tersebut adalah masa-masa dimana saya tidak ingin mempunyai saudara kembar.
(3) Selera Bisa Berbeda
Kadang-kadang Ibu, Kakek, atau Nenek saya sering berdebat untuk memutuskan sesuatu hal. Pertimbanggannya adalah karena kami kembar maka selera kami pasti sama. Padahal belum tentu selera kami sama. Misalnya, untuk membeli makanan di warung, mereka selalu lama untuk memutuskan menu karena mereka mencari sesuatu yang kami berdua sukai. Proses semacam ini kadang-kadang menjadi lama dan sangat tidak menyenangkan.
Dari semua hal di atas, sesudah kami dewasa, saya baru menyadari betapa bersyukurnya saya punya saudara kembar. Saudara kembar tidak hanya menjadi saudara tetapi juga teman untuk berbagi suka dan duka. Kami juga selalu kagum dengan Ibu yang setia dan bekerja keras untuk merawat anak kembarnya karena kami percaya betapa sulitnya untuk merawat dua anak secara bersamaan.
Salam hangat dari Daejeon, Korea Selatan 8 Maret 2013.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H