Perjalanan ke Pulau Nami yang terletak di wilayah Chuncheon-si, Gangwon-do pada akhir minggu lalu adalah perjalanan saya pertama dengan masyarakat Indonesia di kota Daejeon, Korea Selatan. Masyarakat Indonesia yang terdiri dari para pekerja dan mahasiswa ini tergabung dalam jamaah IMNIDA (Ikatan Muslimin Indonesia di Daejeon) mengelar acara “Tadabbur Alam”. Tujuan dari acara ini adalah untuk mempererat hubungan antara warga negara Indonesia di kota ini yang jumlahnya kurang lebih sekitar 200 orang.
[caption id="attachment_367853" align="aligncenter" width="630" caption="Selamat Datang di Republik Naminara "][/caption]
Kami semua sudah berkumpul di depan stasiun kereta api Daejeon pada jam 06:30 pagi hari Minggu, 19 Oktober 2014. Puluhan bus berjajar dengan rapi di depan stasiun ini. Bus-bus ini adalah bus charteran yang disewa oleh rombongan wisatawan seperti kami. Umumnya mereka adalah para pendaki gunung yang akan pergi ke beberapa gunung di Korea Selatan. Saat ini di Korea sedang musim gugur dan banyak sekali orang yang ingin mengabadikan keindahan perubahan warna daun-daun ini.
Pulau Nami
Pulau Nami yang terletak sejauh kurang lebih 300 km dari Daejeon dapat ditempuh selama tiga sampai empat jam dengan perjalanan darat. Pulau yang menjadi terkenal karena drama Korea berjudul Winter Sonata yang dibintangi oleh Bae Yong-jun dan Choi Ji-woo ini, menawarkan berbagai kegiatan wisata terutama berkaitan dengan alam dan pendidikan.
Menurut cerita legenda nama Nami sendiri berasal dari salah satu pejuang di Korea Selatan yaitu Jenderal Nami. Beliau sudah menjadi Jenderal ketika berumur 26 tahun. Banyak orang yang iri dan kemudian memfitnahnya. Jenderal Nami dibunuh oleh pasukan Kaisar yang berkuasa pada saat itu yang tidak lain adalah atasannya. Kaisar merasa bersalah dan memberikan pulau ini kepada keluarga Jenderal Nami. Makam Jendela Nami juga ada di pulau ini.
[caption id="attachment_367855" align="aligncenter" width="576" caption="Keluarga Besar IMNIDA (Ikatan Muslimin Indonesia di Daejeon) "]
Perjalanan dan Acara di Pulau Nami
Perjalanan ke Nami kami tempuh dengan lancar dan rombongan kami tiba di sana sekitar jam 10:30. Sesudah itu ketua rombongan membagikan tiket masuk termasuk kapal feri dan peta Nami. Ada hal yang menarik ketika kami menunggu di depan pintu masuk pulau ini. Di sana tertulis Immigration, Visa Entry, dan Naminara Republic. Semua itu berhubungan dengan pulau Nami sendiri yang memposisikan sebagai ‘Republik Tersendiri’.
Bagi saya ini sebenarnya adalah kepintaran dan keberhasilan “Korea Selatan” dalam mempromosikan pulau Nami. Di pulau ini mereka punya kantor imigrasi, bank dan mata uang tersendiri, visa (yang tidak lain adalah tiket masuk) feri dan sebagainya. Jika Anda pernah berkunjung ke objek wisata di Korea pasti Anda akan sangat heran bagaimana Korea mengemas produk wisatanya. Kemasan dalam hal apa saja termasuk pariwisata menjadi sangat penting di sini.
[caption id="attachment_367858" align="aligncenter" width="567" caption="Pintu Imigrasi Menuju Pulau Nami"]
Setelah menunggu kurang lebih 30 menit kami semua dapat naik ke kapal feri. Kapal ini dapat memuat kurang lebih 300 orang. Banyak bendera-bendera dari berbagai dunia termasuk Indonesia di sana. Warna-warna bendera ini menjadikan kapal feri menjadi sangat menarik. Kapal feri serasa sesak dengan para penumpang yang kebanyakan adalah warga negara asing yang ingin menghabiskan liburan di pulau ini. Perjalanan hanya kami tempuh kurang lebih lima belas menit.
Sesampainya di pulau Nami kami harus mencari tempat berkumpul rombongan kami. Akhirnya kami menemukan tempat tidak jauh dari pintu masuk. Acara utama “Tadabbur Alam” pun dimulai. Para peserta mendengarkan ceramah agama yang diberikan oleh Bapak Haji Imam, wakil ketua IMNIDA. Suasana santai dan akrab antara warga negara Indonesia dapat kami rasakan pada saat itu. Rasanya saat itu kami semua berada di Indonesia.
[caption id="attachment_367859" align="aligncenter" width="567" caption="Kapal Feri di Pulau Nami"]
Berkeliling Pulau Nami
Sesudah acara selesai kami semua mendapatkan kesempatan untuk berkeliling pulau Nami. Beberapa dari kami memilih untuk sholat dan mencari makan siang. Saya sedikit terkejut karena ternyata di pulau ini ada mushola dan restauran halal. Bagi saya yang sudah berkunjung ke sini beberapa kali hal ini merupakan kemajuan yang luar biasa. Saya pun menyantap Nasi Goreng Indonesia di sebuah restauran.
Saya mengamati para pengunjung di restauran tersebut yang kebanyakan dari Indonesia dan Malaysia. Pengelola pulau ini seakan sadar bahwa mereka tidak mau kehilangan rejeki dari para turis yang berasal dari dua negara ini. Bagi saya jalan-jalan seperti ini selain dapat bertemu banyak teman baru juga dapat belajar mengenai banyak hal. Hal-hal inilah yang membuat saya selalu menikmati segala jenis perjalanan.
[caption id="attachment_367861" align="aligncenter" width="567" caption="Restauran yang Menjual Nasi Goreng "]
Kami semua kemudian siap untuk menjelajahi pulau Nami. Kami mempunyai waktu kurang lebih tiga jam untuk berkeliling pulau seluas 460,000 m2. Jika Anda tidak mau berjalan kaki Anda bisa menyewa sepeda. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Ginkyo Tree Lane dan Metasequoia Lane. Dua tempat ini adalah tempat favorit para pengunjung. Pada musim gugur pohon-pohon di sini berubah warnanya.
Hebatnya pohon-pohon di kedua jalur ini diatur sedemikian rupa sehingga enak untuk di lihat. Berjalan di bawah pohon-pohon tersebut memberikan kesan romantis dan damai. Selain para pengunjung banyak kami temui beberapa fotografer yang ingin mengabadikan keindahan pulau ini. Ada juga beberapa pasangan yang membuat foto pre wedding di sini.
[caption id="attachment_367863" align="aligncenter" width="510" caption="Berfoto Bersama di Gingkyo Tree Lane "]
Sesudah selesai mengambil foto, kami lanjutkan dengan berkunjung ke beberapa spot lokasi pengambilan film drama Winter Sonata. Antrian panjang selalu kami dapati ketika kami harus mengambil foto. Drama Korea Winter Sonata benar-benar terkenal dan membuat banyak sekali orang ingin berkunjung ke sini. Ini menandakan bahwa film adalah media yang sangat baik untuk menarik wisatawan untuk berkunjung ke sebuah tempat wisata.
Sesekali kami juga berhenti ke beberapa restauran untuk menikmati makanan tradisional khas Korea seperti Hotteok. Beberapa dari kami juga berkunjung di beberapa museum seperti the Song Museum dan exhibition hall UNICEF. Di sini para pengunjung dapat belajar banyak hal. Kami juga pergi menyusuri tepian pulau dan menikmati perubahan beberapa warna daun yang mulai berubah.
[caption id="attachment_367864" align="aligncenter" width="567" caption="Salah Satu Sudut di Pulau Nami"]
Kalaupun ada hal yang sedikit membuat saya kurang bergembira adalah adanya sampah di beberapa tempat. Biasanya tempat wisata di Korea sangat bersih tetapi mungkin karena banyaknya pengunjung membuat beberapa tempat menjadi kotor. Ini menjadi hal yang harus diperhatikan oleh pengelola pulau Nami. Setelah puas berkeliling kami semua harus kembali ke Daejeon.
Kembali ke Daejeon
Sama waktu kami berangkat, kami juga harus mengantri feri yang akan membawa kami ke Nami Wharf. Sesampainya di sana saya sempatkan untuk berkunjung ke White Snow café di depan pintu masuk.Hiasan-hiasan bernuansa salju ada di café ini. Memang pulau Nami identik dengan Winter. Walaupun demikian keindahannya bisa dinikmati sepanjang tahun. Kami berharap kami semua dapat kembali ke pulau ini pada musim dingin yang akan datang.
(Daejeon, 20 Oktober, FB: Travel with Ony Jamhari)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H