Mohon tunggu...
Ony Edyawaty
Ony Edyawaty Mohon Tunggu... Guru - pembaca apa saja

hanya seorang yang telah pergi jauh dari rumah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum Merdeka di Mata Saya

14 Maret 2024   00:16 Diperbarui: 14 Maret 2024   01:19 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan saat mendampingi sekolah binaan mengaktifkan Komunitas Belajar. (Dokumentasi pribadi)

     

Pertama, saya adalah guru yang sudah masuk kategori "tua".  Sebelas tahun menjelang pensiun, belum selesai Magister Pendidikan dan usia sudah tidak memungkinkan untuk mengikuti seleksi Guru Penggerak (sekarang).  

Kedua, saya tidak tahu kalauKurikulum Merdeka yang diluncurkan pada 2-2-2022 yang lalu akan berkembang begitu cepat.  

Saya waktu itu hanya merespon kegabutan Belajar Dari Rumah (BDR) karena pandemi Covid 19 pada 2020-2021.  Saya masih ingat saat itu kami memakai Kurikulum Darurat dan para. guru disarankan untuk ikut belajar melalui Program Guru Penggerak yang saat itu memasuki angkatan ketiga.  

Menjadi Guru Penggerak tidak pernah saya sangka akan diberi posisi strategis di Kurikulum Merdeka.  Sampai Angkatan 3 selesai pendidikan, baru kami tahu bahwa Guru Penggerak adalah program kepemimpinan yang akan diproyeksi menjadi pemimpin dan pengelola Satuan Pendidikan (baca : menjadi Kepala Sekolah dan Pengawas).  Bagi kami peserta Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 1 sampai 3, motivasi kami adalah murni untuk belajar, bukan mengejar jabatan.  

Namun keinginan untuk belajar di saat sebagian besar rekan guru terbuai dengan suasana tenang Belajar Dari Rumah memang seolah mendapatkan surprise dari Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemndikbud saat itu.  Beberapa teman yang beruntung langsung mendapatkan posisi sebagai Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah di usia yang relatif masih muda.  

Bagi kami para guru, mendapatkan promosi kenaikan jabatan adalah hal yang cukup sulit.  Menjadi Wakil Kepala Sekolah saja harus menunggu guru-guru senior pensiun dan meletakkan jabatan, apalagi sampai bermimpi menjadi Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah.  Bagi guru non ASN   status PPPK bisa didapatkan tanpa harus melewati proses PPG jika telah melewati Pendidikan Guru Penggerak.  

Program Pendidikan Guru Penggerak merupakan akselerasi bagi kehidupan profesional para guru.  Memasukinya melalui seleksi yang cukup ketat dengan ketahanan mengikuti pelatihan yang sangat panjang yaitu enam bulan.  Di Angkatan 1 sampai 3 bahkan sampai  9 bulan. Tadinya saya menyangka ini hanyalah Pelatihan biasa yang harus diimbaskan kepada guru lain, namun tak disangka bonusnya bagi pengembangan karir sangat besar.  

Pada tahun 2020 saya hanyalah seorang guru yang mengajar Mata Pelajaran IPA dengan rutinitas standar dan metode pembelajaran monoton.  Karir saya bakalan mentok karena semua jabatan strategis di sekolah sudah diisi guru senior yang hanya menang usia.  Mereka tidak memiliki kompetensi teknik dan manajerial yang memadai karena Kurikulum 2013 memang tidak menuntut hal itu secara mutlak.  Masih bisa didelegasikan dan menyuruh operator sekolah.  

Namun Kurikulum Merdeka dengan tuntutan kreativitas implementasi dan paradigma baru telah membuat banyak guru yang kurang persiapan atau tidak belajar cepat menjadi kedodoran.  

Saya merasakan terpaan yang kuat untuk kembali belajar.  Setelah gap year  dua puluh tahun, akhirnya saya merasa butuh untuk mengikuti Program Pascasarjana Magister Pendidikan Dasar, karena merasa terlalu tertinggal dengan paradigma konstruktivisme dalam Kurikulum Merdeka.  

Implementasi Kurikulum Merdeka dengan pilihan Mandiri Berubah oleh sekolah saya, telah membawa diri  tumbuh secara profesional menjadi pribadi yang baru.  

Naluri kompetitif dalam diri saya tumbuh, namun bukan untuk memenangi siapapun, melainkan melawan kemalasan dan stagnasi diri sendiri.  Sebaliknya, pengembangan Kurikulum Merdeka nyaris tidak akan mampu dilakukan oleh guru manapun secara sendirian, mengingat tuntutan kreativitas yang dipersonalisasi sesuai karakter sekolah yang kompleks, maka naluri kolaborasi dengan teman sejawat juga tumbuh perlahan.

Berkah yang terbesar bagi saya dengan aktif pada Kurikulum Merdeka adalah lolosnya saya dalam Uji Kompetensi Pengawas Sekolah yang salah satu syarat utamanya adalah lulus sebagai Guru Penggerak.  Sekarang saya mempunyai legalitas untuk membina dan mendampingi, bahkan menilai para kepala Sekolah binaan.  

Posisi ini secara profesional tentu merupakan lompatan besar dari jabatan Guru Mata Pelajaran biasa.  Hari ini, mereka yang saya temui masih dalam posisi yang sama tiga tahun lalu, memberikan ucapan selamat atas pencapaian saya.

Tentu hal ini membanggakan mengingat begitu banyak energi dan jerih payah untuk mencapainya hingga sampai di titik ini.  Ribuan jam belajar sampai larut malam, upaya dan biaya serta tentu saja keikhlasan dan kerelaan dari suami dan anak saya.  

Hal yang dapat saya bagikan tentang Kurikulum Merdeka adalah sifatnya yang sangat terbuka dan apresiatif terhadap bukan hanya murid yang belajar, namun juga para guru yang bersemangat.  

Sepanjang perjalanan profesi saya sebagai pengajar, saya akhirnya menyaksikan impian saya yaitu tersedianya platform belajar yang bisa diakses dan berisi ribuan informasi berharga untuk guru telah lahir, yaitu PMM (Platform Merdeka Mengajar).  

Saya juga menyaksikan terobosan fenomenal lain yaitu platform Rapor Pendidikan.  Lembar Kerja RKT dan RKAS di dalamnya sungguh suatu upaya dan pintu akselerasi bagi para guru untuk meningkatkan karirnya menempati posisi-posisi kunci sebagai Kepala Satuan Pendidikan.  

Dalam Kurikulum Merdeka, Kepala Sekolah mutlak memahami Perencanaan Berbasis Data.  Tidak heran sekarang, seleksi alam mulai berjalan.  Bukan saya hendak mengatakan yang tua-tua akan tersingkir di Kurikulum Merdeka dan senior tidak lagi dihargai, namun para guru dan Kepala Sekolah yang tidak mau atau lamban belajar pasti akan menuai kritik dan kehilangan respek.

Kompetitif untuk diri sendiri, namun kolaboratif dengan rekan sejawat, begitulah Kurikulum Merdeka di mata saya sebagai guru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun