REVIEW NOVEL RADEN MANDASIA SI PENCURI DAGING SAPI
- Nama penulis : Yusi Avianto Pareanom
- Tahun diterbitkan : 2016
- Nama penerbit : Banana
- Jumlah halaman : 450
- Nomor ISBN : 978-979-1079-52-5
- Profil penulis : Yusi Avianto Pareanom menulis beberapa buku fiksi dan non fiksi. Buku fiksinya adalah Kumpulan cerita Rumah Kopi Singa tertawa (2105, terbit dalam tiga bahasa : Indonesia, Inggris dan Jerman). Ia juga menerjemahkan dan menyunting karya penulis-penulis asing ke dalam bahasa Indonesia. Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi adalah novel pertamanya.
Waktu pertama kali aku dipinjamkan buku ini oleh seorang teman, kesanku adalah anjir bukunya tebal sekali. Jiwa instanku akibat menonton video reels di Instagram menyusutkanku saat melihat bentuk buku ini. Aku perlahan membaca ini. Kesan keduaku setelah membaca buku ini pada bab-bab awal adalah fantasi liarku terhadap isi ceritanya. Kalau diibaratkan dalam visualisasi, ada adegan-adegan yang tidak bisa ditonton oleh anak-anak yang belum berusia 17 tahun, yang sangat sulit aku jelaskan kalau melalui tulisan. Tidak hanya terjadi sekali, tapi 2 kali yang menggoda imanku dan terus mengucap istifar wkwkkw.
Singkat kata, aku jelaskan sinopsis yang ada di akhir buku sebelum aku melihat kedalaman isi ceritanya. Sungu Lembu menjalani hidup membawa dendam. Raden Mandasia menjalani hari-hari memikirkan penyelamatan Kerajaan Gilingwesi. Keduanya bertemu di rumah dadu Nyai Manggis di Kelapa. Sungu Lembu mengerti bahwa Raden Mandasia yang memiliki kegemaran ganjil mencuri daging sapi adalah pembuka jalan bagi rencananya. Maka, ia pun menyanggupi Raden Mandasia mengajaknya menempuh perjalanan menuju Kerajaan Gerbang Agung. Berdua, mereka tergulung pengalaman mendebarkan: bertarung melawan lanun di Lautan, ikut menyelamatkan pembawa wahyu, bertemu dengan juru masak menyebalkan dan hartawan dengan selera makan yang menakjubkan, singgah didesa penghasil kain celup yang melarang penyebutan warna, berlomba melawan maut digurun, mengenakan kulit sida-sida, mencari cara menjumpai Putri Tabassum Sang Permata Gerbang Agung yang konon tak pernah berkaca-cermin-cermin di istananya bakal langsung pecah berkeping-keping karena tak sanggup menahan kecantikannya, dan akhirnya terlibat dalam perang besar yang menghadirkan hujan mayat belasan ribu dari langit.
Tapi sejujurnya aku bingung dalam penokohan dalam novel ini. Buku ini sudah sangat jelas memberikan penokohan utama yaitu Raden Mandasia. Tapi fokus penokohan yang bernama aku adalah "Sungu Lembu" yang justru lebih banyak menceritakan tentang dirinya daripada Raden Mandasia itu sendiri. Tokoh kedua yang lebih sering diceritakan adalah Watugunung, ayah dari Raden Mandasia. Aku malah melihat Raden Mandasia seperti Raden Langkir, pemeran pendukung kedua, memiliki peran yang penting tapi bukan yang menjadi penokohan utamanya. Aku suka dengan alur penokohan yang dibuat oleh penulis, plot twis, walaupun novel membuatku berpikir dengan rasional dan tidak terlalu terjebur dalam fantasi yang tidak logis.
Kalau disuruh memilih tokoh mana yang menarik perhatianku adalah Nyai Manggis dan Raden Mandasia itu sendiri.
Nyai Manggis terlahir sebagai Endang Projowati. Ayahnya mmeiliki padepokan kecil bernama Lemah Gempal. Cerita hidup Nyai Manggis dimulai saat Prajurit Gilingwesi datang dan merusak tubuh Nyai Manggis sehingga kakak kembar membacok prajurit dengan sabit dari belakang. Kunjungan yang tadinya hanya sebagai persinggahan menjadi pembantaian. Ayah dan saudara kembarnya terbunuh hingga yang masih hidup hanya Nyai Manggis dan ibunya. Ia tinggal dirumah Nyi Kemitir sebagai pelayan kasar. Sepekan kemudian, ibu Nyai Manggis meninggal. Perjuangannya hidup sendirian dimulai saat ia membantu Nyi Kemitir membuat lulur, pupur dan sejenisnya. Manggis juga dijual sebagai perawan terbaru rumah judi. Ia menawarkan harga tinggi untuk dirinya. Kegembiraan terbesar Nyai Manggis adalah menyaksikan keterpurukan Kemitri dan membalas dendam Gilingwesi dengan tetap bekerja di Rumah Judi. Yaa fase perjalanan aman terakhirnya adalah menikah dengan Badempo yang terlibat dalam jaringan perlawanan Banjaran Waru pada Gilingwesi. Hingga pada akhirnya hayatnya Rumah Nyai dirampok dan terluka parah serta meminta Sungu Lembu berjalan berasama Raden Mandasia memulai perjalanannya untuk menuntaskan ambisinya untuk menghancurkan Gilingwesi.
Aku mengapresiasi perjalanannya bertahan dalam luka dan duka dalam proses nya untuk membalaskan amarahnya kepada Gilingwesi. Hidupnya yang sejak awal aku menilainya sangat sempurna namun berubah seketika menjadi Perempuan Tangguh yang harus berjuang untuk dirinya sendiri. Bisa saja pada saat itu dia mengakhiri hidupnya karena ditinggalkan orang-orang yang dicintai nya namun memilih untuk melanjutkan hidup dengan tetap mempertahankan value kecantikannya walaupun ditengah perjalanannya, dia dihancurkan oleh orang yang merawatnya sendiri. Aku melihat bahwa banyak pria yang menghormatinya karena sisi kuat yang dia tampilkan secara murni. Nyai Manggis sangat menghargai proses hidupnya, dia memulai segala sesuatu nya dari langkah yang kecil hingga langkah besar dengan konsisten. Dia membiarkan dirinya ditempa oleh keadaan yang akhirnya menguatkan dia menjadi pembesar dan sukses. Walaupun dia menyimpan kemarahan yang besar pada Gilingwesi, dia membangun strategi yang cukup apik bertahun-tahun hingga mempertemukannya pada suaminya yang punya kesamaan ambisi dengannya. Aku bukan mendukung ambisi kemarahannya, tapi ketika dia sudah mendapatkan apa yang dia perjuangkan tahun per tahun, kejadian per kejadian, aku merasa bahwa perlahan-lahan ambisi itu akan luntur sama seperti Sungu Lembu, karena yang dia kejar sebenarnya untuk menguatkan dirinya.
Aku suka dengan Tokoh lainnya yaitu Raden Mandasia. Yaa hobinya cukup unik, si pencuri daging sapi hanya untuk memuaskan hasrat perutnya. Dengan berbagai strategi dia lakukan bersama Sungu Lembu walau pernah ditangkap, setidaknya dia berhasil mencapai titik puasnya atas apa yang diusahkannya. Salah satu plot twist yang aku bingungkan dia awal adalah saat Raden Mandasia menyetujui Sunggu Lembu untuk berjalan bersama untuk melawan Gerbang Agung padahal Sungu Lembu punya dendam pribadi atas Gilingwesi. Dalam perjalanan mereka di kapal, aku melihat sosok bijaksana dalam diri Raden Mandasia yang banyak menahan ego agar tujuannya berhasil. Aku merasa bahwa apa yang dia lakukan hanya untuk kejayaan bangsanya.
Dua bab terakhir yang aku suka mengenai ide yang diluar nalar untuk mengenakan kulit sida untuk bertemu dengan Putri Tabassum. Adapun calon sida-sida yang akhirnya dibeli bernama Kasim U, peranakan Kirgiz dan Uigur. Namun pada akhirnya gagal bertemu dengan Putri Tabassum. Aku menghargai proses mereka bertiga untuk bertemu dengan Putri Tabassum, tapi di part itu aku merelakan tawaku dengan lepas karena ide gila itu muncul saat situasi yang mendesak. Dan di bab terakhir, saat perang besar dimulai. Kebijaksanaan terbaik yang aku nilai dari Raden Mandasia bukan untuk memenangkan perperangan yang menghabiskan banyak nyawa, namun menyerah dan mengakhiri peperangan itu serta kembali pulang ke Gilingwesi demi kebaikan bersama. Banyak orang paham memulai perang, tapi tak pernah benar-benar paham bagimana mengakhirinya. Tujuan awal yang semula terdengar mulia menjadi tak jelas lagi di medan perang dan penjagalan makin mengerikan dari hari ke hari. Hingga pada akhirnya saudara dan bahkan Raden Mandasia kehilangan nyawanya akibat perang itu. Aku melihat bahwa perang itu berakhir dengan tidak gemilang, baik Gerbang Agung maupun Gilingwesi tidak melihat adanya euphoria kegembiraan atas pemenang salah satu suku, namun semuanya terasa kosong dan semu yang meninggalkan jejak luka dan trauma bagi yang masih hidup.
Perlahan-lahan memang setiap amarah, dendam, kekecewaan harus diterima dan dilepaskan. Semua dilakukan untuk menenangkan dan menyenangkan diri sendiri serta tidak ada korban lagi. Point utamanya tidak lagi kulihat Sungu Lembu yang melakukan itu, tapi setiap tokoh nya mengambil hikmat atas setiap kejadian itu. Novel kontemporer dengan cerita yang sederhana, tapi harus dibaca dengan serius juga hahaa.. dengan pemaknaan yang cukup mendalam.