Kenapa di Arab mengibaratkan tamu adalah raja? Karena mungkin, siapa pun tamunya, harus dilayani dengan baik. Di sini, berlaku adab yang baik. Jangan sampai tamu merasa diri sebagai pengganggu atau menjadi orang yang merepotkan. Begitulah islam mengajarkan kebaikan.
Berbeda dengan Indonesia. Indonesia mengibaratkan, Pembeli adalah raja. Kenapa? Karena mungkin pembeli membawa uang. Padahal, pembeli tidak memberi uang itu secara cuma-cuma kepada pemilik barang. Melainkan menukarkannya degan apa yang mereka butuhkan. Pembeli dan penjual sebenarnya sama-sama membutuhkan. Tapi hanya pembeli yang berhak menobatkan diri sebagai raja. Sangat tidak adil menurut Ara.
Walau memang banyak tempat lain yang menjual sesuatu yag pembeli butuhkan. Tapi tetap saja, pembeli tidak bisa seenak jidatnya berbuat sesuatu yang tidak baik. Jual beli merupakan sebuah transaksi yang sama-sama harus disepakati. Jika tidak sesuai harga, tidak akan dijual. Jika tidak cukup uang untuk membeli. Pembeli pun tidak boleh memaksa penjual untuk memberikan barang jualannya di bawah harga yang ditentukan.
Kembali lagi pada kalimat, Pembeli adalah raja So, mereka ini sesuka hati berbicara. Kenapa? Apa karena merasa diri sebagai raja? Raja itu apa? Penguasa? Penguasa itu apa? Tuhan? Bukan, kan? Lalu kenapa seorang raja tidak boleh disalahkan ketika berlaku salah? Kenapa raja tidak bisa ditegur ketika ia keliru? Raja ini siapa? Baik, kita lupakan soal raja. Mari simak kisah di bawah ini.
Seorang ibu berseragam keki terlihat mencoba slop warna keemasan sambil menawar-nawar. Ibu ini bukan coustamer baru. Beliau sering ke tempat Ara bekerja. Berbelanja tentunya. Tapi tidak selalu membeli, sih. Terkadang hanya melihat-lihat, karena mungkin belum ada yang cocok atau memang barang yang dicari kehabisan stok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H