Dua langkah lagi tugas sore itu selesai. Luruhan kelopak sari dan daun kering jambu air rajin menaburi pekarangan. Buahnya sedang bermusim. Ratut Dorge, bocah kelas lima Sekolah Dasar bertelanjang dada sigap menyurung-nyurung luruhan jambu ke pojok pekarangan. Kemudian membakarnya.
"Tuut..jangan main api..," setengah berteriak Ibunya dari bilik dapur.
"Aku harus segera sampai di sana. Agar tidak sampai kemalaman pulang seperti kemarin," gumam Dorge tanpa menghiraukan Ibunya.
Gelanggang Remaja, kehadirannya rajin mengganggu benaknya. Dalam ruang kelas saat di sekolah pun pikirannya sesekali melayang ke tempat itu.
Tempat bermain yang terbilang masih baru di kota itu, sudah menjadi idola masyarakat sekitar. Selalu saja ramai. Ada kebun binatang. Arena bermain beralaskan pasir halus. Dan yang sungguh menyita perhatian anak-anak sebayanya adalah 'game station'. Di depannya terpampang papan besar sebagian bertuliskan itu.
Kotak-kotak besar dan tinggi berjejer rapi. Berwarna warni. berlayar seperti televisi. Berisikan berbagai permainan. Ada satu yang sungguh menyita perhatiannya. Game Kungfu. Dengan berbagai ilmunya. Bahkan sampai sanggup mengeluarkan api dari tangan. Itu yang sering membuatnya susah tidur.
Era 1980an saat dunia bermain mulai dirasuki teknologi maju. Dorge sedang mengalaminya. Rasa suka cita memenuhi hari-harinya.
Jarak dari rumah menuju Gelanggang Remaja itu lumayan juga. Ada satu kilometeran. Sepeda mini kuning butut tanpa pembonceng dan tutup rantai terlihat di pelataran parkir. Dorge sudah sampai.
Terengah-engah dia menapaki tangga naik yang beberapa anak itu. Langsung menuju loket penukaran koin. Uang bekal sekolah hari itu, tiga ratus rupiah, sudah berganti koin. Koin yang bisa dipakai adalah koin pecahan seratus rupiah. Bisa yang tebal atau yang tipis yang bergambar gunungan wayang.
Sejurus kemudian dia sudah antri di kotak permainan Kungfu. Ada dua kotak permainan serupa. Anak-anak yang antri benar-benar menikmati permainan pemain yang sedang berlaga. Sambil sesekali mencuri ilmu dan trik berkelahi.
Dorge menggenggam erat tiga koin itu. Sering kali sampai jemarinya berkeringat. Satu koin dapat kesempatan tiga kali main. Tulisan 'game over' di layar sungguh menyesakkan dadanya. Tapi itu terbayar puas dengan raut sumringah sudah membuat musuh-musuh terkapar. Iya. Musuhnya di dalam kotak permainan itu.