Dalam buku Symposium, yang mungkin dapat dikatakan sebagai salah satu teks filsafat Yunani kuno yang paling terkenal tentang cinta, Plato memberikan salah satu definisinya tentang apa itu cinta:
"Love is the desire for the eternal possession of the good." (Plato, 1951, p. 86)
"Cinta adalah keinginan untuk memiliki kebaikan selamanya."
Definisi ini mungkin terlihat agak aneh pada pandangan pertama. Karena, definisi tersebut tidak terdengar seperti definisi cinta yang pada umumnya kita tahu. Apalagi dengan kemunculan kata-kata seperti "memiliki kebaikan" mungkin terlihat sangat problematis. Karena, bagaimana caranya kita bisa memiliki kebaikan? atau apakah yang dimaksud sebagai kebaikan itu sendiri? Jawabannya tidak jelas. Namun, sementara kita dipusingkan oleh pertanyaan-pertanyaan tersebut, problem yang lain juga muncul dari definisi tadi, yaitu mengapa kebaikan harus kita miliki selamanya?
Sejatinya, kita berjuang untuk mencapai kesempurnaan, kata Plato. Kita tertarik padanya. Kita senang melihat wajah yang cantik, tubuh yang sempurna. Namun, jika kita mengikuti naluri kita untuk sementara waktu, kita akan menyadari bahwa kita tidak tertarik pada satu wajah cantik atau tubuh sempurna tertentu. Kita pada hakikatnya tertarik pada setiap tubuh yang indah, dan dengan demikian pada keindahan itu sendiri yang umum di dalamnya. Dan jika kita perhatikan lebih jauh, sebenarnya terdapat berbagai jenis kecantikan lainnya. Ketika kecantikan tubuh memudar seiring bertambahnya usia, kecantikan pikiran menjadi lebih menonjol.Â
Hal-hal seperti humor, atau kecerdasan, dll akan menjadi perhatian kita. Sehingga pemahaman kita tentang kecantikan pun tumbuh lebih luas. Dan kemudian kita menyadari bahwa kita juga tertarik pada hal-hal lain yang indah: seperti matahari terbenam, melodi lagu yang indah, bahkan mungkin rumus matematika, atau juga argumen filosofis yang cerdas. Itu juga cinta, kata Plato. Hal-hal itu juga ingin kita miliki.
Namun, tidak ada yang abadi selamanya. Kita tahu bahwa kita akan mati. Matahari terbenam akan berakhir, melodi indah pun akan memudar menjadi keheningan. Namun keinginan kita untuk menyatu dengan keindahan itu masih ada selama kita hidup. Jadi pertanyaannya, bagaimana mungkin kita bisa memuaskan keinginan kita untuk menyatukan diri dengan hal-hal itu? Bagaimana kita bisa menyatukan diri dengan hal-hal yang abadi, hal-hal yang tidak akan mati seperti keindahan abstrak dari matahari terbenam, rumus matematika yang bagus, melodi musik yang indah, argumen filosofis yang cerdas, dll?
Menurut Plato, jika kita terlibat secara erotis dengan menyatukan diri bersama hal-hal itu, kita akan memanen hal-hal yang abadi. Menyatukan diri di sini menurut Plato ialah dengan mencintai dan mengagumi hal-hal tersebut sehingga kita dapat melahirkan melodi indah baru yang lain, rumus matematika baru yang lain, argumen filosofis baru yang lebih baik. Jadi, hal-hal itu tidak akan hilang, mereka akan tetap berada di sekitar kita manusia, untuk dicintai dan dikagumi, selamanya.
Si Plato yang menulis tentang hal ini telah meninggal dua setengah ribu tahun yang lalu. Socrates, yang dicintai banyak orang karena kecerdasan dan kebijaksanaannya, telah lama meninggal sebelum Plato. Namun, yang tersisa dari Sokrates sang guru bijak Plato tersebut adalah kata-kata Si Plato tentang Sokrates dalam buku Symposium yang ditulisnya itu. Ia telah merekam kata-kata yang diucapkan Socrates, melestarikan kecerdasan dan kebijaksanaannya itu selama berabad-abad untuk kita kagumi, nikmati, dan cintai.
Bagi Platon, hal yang dia lakukan itu adalah bentuk cinta tertinggi dan teragung. Ia mencintai dan mewariskan kebijaksanaan Sokrates gurunya dalam buku-buku yang ia tulis tentangnya. Bagi Plato, kebaikan yang ia miliki dan ia kagumi adalah satu-satunya cinta yang benar-benar abadi selamanya.