Mengawali pergantian tahun, kita selalu berhadapan dengan munculnya sebuah harapan dan tujuan baru yang ingin kita capai di masa mendatang. Di mana dengan adanya tujuan yang secara populer dikenal dengan resolusi ini, hal tersebut akan menjadi modal penggerak seseorang dalam memperbarui dirinya sendiri ke arah yang lebih positif di tahun yang baru.Â
Layaknya tradisi, resolusi dibuat setiap tahunnya sebagai proyeksi ke depan oleh mayoritas orang-orang dalam merayakan tahun barunya. Resolusi sendiri didefinisikan sebagai keputusan atau rencana yang dibuat dalam jangka pendek maupun jangka panjang mengenai pencapaian yang ingin diraih di masa mendatang.
Friedrich Nietzsche seorang filsuf besar abad ke-20 kelahiran Jerman punya resolusi tersendiri dalam menghadapi tahun baru. Pemikirannya yang khas tentang harapan dan tujuan hidupnya di awal tahun dapat dilihat dari kisah hidupnya di awal tahun 1882.
Di awal tahun 1882, pada usia 39 tahun, Friedrich Nietzsche duduk dan merenungkan hidupnya. Nietzsche merenungkan tahun-tahun yang telah ia lewati dan bagaimana ia hidup selama beberapa tahun belakangan dengan perjuangan tanpa henti dari orang-orang yang berjuang untuk masa depan yang lebih baik.
Saat itu adalah tahun baru, 1 Januari 1882, dan semua orang membuat permohonan dan apa yang mereka inginkan untuk tahun baru. Nietzsche memutuskan untuk mengadopsi cara hidup baru, filosofi baru, jalan hidup baru yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Pada pagi yang dingin itu, 1 Januari 1882, di kamarnya yang sepi di Basel, ia menuliskan pemikirannya. Sejujurnya, ia tidak menulis suatu publikasi apa pun, tetapi ia menulis hanya untuk dirinya sendiri.
Ia menulis, "Untuk Tahun Baru---aku masih hidup, aku masih berpikir; aku harus tetap hidup, karena aku masih harus berpikir. Sum, ergo cogito: cogito, ergo sum. "Aku berpikir, maka aku ada."
Ia melanjutkan, "Hari ini setiap orang bebas mengungkapkan permohonannya dan keinginan yang paling disukainya: Baiklah, aku juga ingin mengatakan apa yang aku inginkan untuk diriku sendiri hari ini, dan pemikiran yang pertama kali terlintas di benakku tahun ini, ---adalah sebuah pemikiran yang seharusnya menjadi dasar, janji, dan pemanis dari semua kehidupanku di masa depan! Aku ingin semakin memahami karakter yang diperlukan dalam segala sesuatu sebagai yang indah:---Dan dengan demikian aku akan menjadi salah satu dari mereka yang memperindah segala sesuatu.
"Amor Fati: semoga inilah cintaku! Aku tidak ingin bergelut dengan yang hal yang jelek. Aku tidak ingin menuduh, aku bahkan tidak ingin menuduh para penuduh. Meninggalkan segala sesuatu dan pasrah, biarlah itu menjadi satu-satunya negasiku! [Aku menerima semuanya] Dan secara keseluruhan, untuk meringkas: ya, aku ingin berada kapan saja di akhiratku. (AMIN).
UNTUK DIPAHAMI: Amor Fati adalah teori Friedrich Nietzsche. Sebuah kata Latin yang dapat diterjemahkan sebagai (CINTA AKAN TAKDIR/NASIB). Kemampuan untuk merangkul apa pun yang terjadi pada kita dalam hidup.
Di tahun baru, Nietzsche bersumpah untuk merangkul penderitaannya, kesepian yang dialaminya, kehilangan ayahnya, migrainnya yang terus berulang, penyakit sifilisnya, gangguan mentalnya, dan sebagainya. Dia bersumpah untuk merangkulnya semua dan bahkan mencintai semuanya itu.