Bismillah...
Ketika MUI dan Muhammadiyah memfatwakan haramnya rokok, masyarakat menyambut gembira terutama mereka yang sangat terganggu dengan adanya asap rokok dan peduli dengan kesehatan diri dan lingkungannya.
Terlebih lagi dalam konteks ini dua lembaga di atas merupakan organisasi yang notabene adalah suatu wadah dimana ulama berkumpul. Saya sangat yakin dengan dalil yang dijadikan sebagai dasar yang mereka ambil sampai "berani" mengeluarkan fatwa yang sangat kontroversial dan banyak mengundang pro kontra.
Saya sangat salut dengan keberanian mereka. Sudah saatnya negeri ini diselamatkan dari rokok yang lebih banyak membawa kemudharatan daripada manfaatnya, meskipun banyak pandangan miring terhadap dua institusi tersebut dengan bahasa miring seperti :" gak ada kerjaan", atau " dikejar tayang mengeluarkan fatwa".
Saya mengerti bagaimana perasaan para "pecandu batang haram" ini dengan hadirnya fatwa tadi. Bagi masyarakat awam (bukan ulama,pen.), saya rasa tidak akan menjadi terlalu menjadi beban moral, karena pemahaman tentang keislamannya mungkin masih sangat cetek. Tetapi bagi mereka yang mengaku dirinya sebagai ulama (termasuk ustadz) dan para kaum muslimin pecandu yang mengetahui dan memahami tentang dasar pijakan fatwa itu akan terpecah menjadi dua kubu. Satu kubu pro dan kubu yang lain kontra.
Bagi mereka yang pro masih pula terpecah menjadi dua. Ada yang pro 100% karena keyakinan akan ayat dan kebaikan yang ditimbulkan, ada pula yang pro dengan banyak catatan-catatan dan bersayarat. Yang kontra juga ternyata banyak lagi. Dengan berbagai alasan dan argumentasi mereka mencoba melawan fatwa itu dengan mengatakan bahwa rokok hanyalah jatuh pada derajat makruh saja, tidak bendanya dengan makan jengkol,pete, bawang dan sejenisnya yang membuat bau tidak sedap bagi mereka yang memakannya maupun orang lain yang menciumnya.
Padahal antara rokok dengan makanan-makanan "makruh" tadi sangatlah berbeda. Jengkol, pete, bawang walaupun menimbulkan bau tidak sedap tetapi mengandung vitamin dan obat yang baik bagi tubuh selama dikonsumsi secara tepat, tidak berlebihan dan tidak akan menjadikan kecanduan bagi yang mengkonsumsinya. Tetapi kalau rokok, meskipun sedikit, efek samping bagi kesehatan dirinya dan bagi orang lain yang ikut menghisap asapnya sudah pasti ada, minimal batuk dan tidak nyaman. Terlebih kalau mereka yang sudah sering merokok, yang terjadi adalah kecanduan dan tentu saja efek samping yang ditimbulkan pun semakin banyak dan beragam.
Kembali membahas tentang kaum muslimin yang pura-pura tidak tahu dan menutup mata serta telinga mereka dengan fatwa haram rokok oleh MUI dan Muhammadiyah, akhirnya demi memenuhi hasrat candu dalam dirinya mereka berlindung atau mencari organisasi massa yang lain yang masih membolehkan dan membebaskan para ulama dan pengikutnya untuk merokok. Mereka beranggapan bahwa fatwa haram itu khusus bagi anggota MUI dan anggota Muhammadiyah saja. Padahal sandaran yang diambil oleh kedua lembaga itu adalah al-Qur'an dan as-Sunnah yang merupakan milik semua kaum muslimin apapun organisasinya.
Sungguh ironis ketika mereka membahas ayat atau teks hadits yang perlu dikaji dengan penuh penafsiran, mereka mengatakan bahwa ayat atau teks hadits ini tidak bisa ditafsirkan secara tekstual, tetapi kontekstual. Namun pas membahas dasar ayat dan teks hadits fatwa haram rokok, mereka mengatakan tidak ada teks yang mengatakan rokok itu haram. Mereka menafsirkan secara tekstual.
Kepura-puraan tidak tahu mereka sangat berbanding terbalik dengan gelar yang mereka emban, ulama (=seorang yang berilmu). Hanya karena memenuhi keinginan candu dalam darahnya sehingga mereka membuat bingung orang-orang awam yang seharusnya menjadikan para ulama ini sebagai ikutan dalam mentaati semua ayat-ayat Allah SWT dan Sunnah Nabi SAW.
Kini saatnya buka mata, buka telinga, buka hati wahai para ulama, asatidz dan kaum muslimin semua. Pelajari bahaya rokok, sadari mudharatnya lebih besar. Kemubadziran dan kesia-siaannya lebih banyak. Lihat orang-orang di sekeliling anda yang sangat terganggu dengan asap rokok yang anda kebulkan, mereka butuh dan berhak atas udara segar dan sehat, tetapi kalian mengotorinya. Apakah kalian tidak merasa berdosa telah mendzalimi orang lain, sementara kalian tahu bahwa dosa itu akan dihisab kelak di akhirat.