Empat bulan menjelang Perhelatan akbar, Pemilihan Presiden RI dan Caleg 2019 menunjukkan eskalasi politik yang cukup dinamis. Bersamaan dengan hal itu, disisi lain terdapatnya kelompok-kelompok yang menginginkan suasana semakin memanas. Dengan konsep "mengambil kesempatan dalam kesempitan", kelompok yang dimaksud terus menerus melancarkan aksinya.Â
Berbagai isu yang mereka angkat ke permukaan agar dapat menjadi konsumsi publik dan selanjutnya menjadi perdebatan kontroversial di kalangan masyarakat Indonesia yang membuat iklim politik semakin mencekam.
Berbagai branding topic yang diangkat oleh mereka agar suasana semakin mencekam. Â Dari sekian banyak isu yang dihembuskan, ada satu hal yang menarik kita simak. Yakni kontroversial pembebasan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir. Secara faktual, rencana pembebasan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir merupakan pertimbangan murni dari Presiden yang melihat dari sisi kemanusiaan.Â
Namun pihak-pihak yang memang menghendaki suasana menjadi gaduh berupaya keras memutarbalikkan fakta, sehingga beredar-lah rumor bahwa ini adalah bagian dari strategi politik dalam rangka Pilpres yang akan datang. Ironinya, tidak sedikit masyarakat yang justru terpengaruh dengan informasi yang diedarkan oleh pihak-pihak tersebut dan membuat terjadilah "perang hujatan" dan "saling menjatuhkan".Â
Rencana pembebasan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir dipolitisir dan dianggap sebagai salah satu upaya pemenangan salah satu Paslon Presiden. Bahkan ketika terjadi pembatalan terhadap keputusan pembebasan ABB, mereka terus mencari celah untuk melakukan propaganda.
Akhir-akhir kita dihebohkan oleh propaganda yang beredar di media sosial yang menyatakan bahwa akan adanya aksi rusuh dan terorisme di Solo. Terlintas dalam benak kita, apakah ada hubungan aksi terorisme yang di-isukan dengan  batalnya pembebasan Ustad ABB? bisa jadi ini benar, tetapi bisa juga ini merupakan bentuk penyerangan yang dilakukan oleh orang yang memang menghendaki situasi negara ini semakin mempritahinkan. Siapapun pelakunya, aksi terorisme tidak akan pernah boleh tumbuh dan berkembang di bumi Indonesia.
Secara tegas dikatakan dalam Undang-Undang RI tentang pemberantasan tindak pidana terorisme nomor 5 tahun 2018, pasal 6 bahwa "Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas" akan dipidana dengan pidana penjara 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, atau bisa pidana mati. Â
Statement UU di atas sekaligus menunjukkan bahwa Pemerintah tidak akan memberikan toleransi sedikitpun bagi siapa saja yang terjerat UU teroris, tidak terkecuali dilakukan para pelaku melalui media sosial.
Selaku  masyarakat Indonesia yang mendambakan situasi yang aman dan damai.  Saya menghimbau kita semua, mari untuk secara arif dan bijaksana tidak terprovokasi oleh isu apa-pun itu yang memiliki tujuan merusak kedamaian negara.Â
Kepada siapa saja yang berniat melakukan aksi teror agar sebelum melakukan aksinya dapat berfikir kembali, karena sanksi yang akan diberikan oleh pemerintah tidak akan bisa ditoleransi sedikit pun. Akhirnya dalam waktu beberapa bulan menjelang Pilpres dan Caleg 2019 ini kita kembalikan negara Indonesia dalam satu negara yang gemah ripah loh jinawi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H