Mohon tunggu...
Tri Permadi
Tri Permadi Mohon Tunggu... -

http://inifiksi.wordpress.com http://oomtri.wordpress.com http://nulisbuku.com/books/search?search=mencari+bintang

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi Kampung Sendiri

5 Maret 2015   00:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:09 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kubanggakan nama kampungku.

Terkenal hingga ke luar negeri.

Kubanggakan nama kampungku.

Aku merasa sangat memiliki.

Hijau hutan Gunung Lumut terbentang luas.

Jernih air Kandilo sungaiku memanjang berkelok.

Biru langit di atas Gunung Meliat yang kokoh.

Indah ombak menyorong masuk ke Teluk Adang.

Aku memiliki cerita indah itu.

Tentang kampungku sendiri.

Itu semua cerita bahari.

Saat ini tentu sudah sedikit berbeda.

Kawan sebangsa berkunjung kesini.

Mereka bekerja untuk mencari rejeki.

Kawanan investor asing datang.

Mereka melakukan investasi.

Aku menyaksikan kandilo saat ini.

Tambang emas rakyat di hulu sana.

Ribuan hektar kebun sawit merubah ekosistem.

Tambang batu bara bekerja malam dan siang hari.

Aku menyaksikan kampungku sendiri.

Lampu merah rambu-rambu ditengah jalan simpang.

Ia melatih warga kampungku melanggar aturan.

Merah kuning hijau ternyata artinya boleh jalan.

Aku tersenyum.

Mau menyalahkan tiada arti.

Biarkan saja bisikku dalam hati.

Bukankah ini kampungku sendiri.

Rumah berhimpit himpit.

Jalan gang sempit sempit.

Tata kelola ruang kampung terabaikan.

Biarkan saja,  ini kan kampungku sendiri.

Rumah megah mulai berdiri.

Rumah panggung diatas rawa tidak tren lagi.

Pantas saja genangan air cepat menjadi banjir.

Suara genit bertanya tanya,  ini salah siapa.

Inilah kampungku sendiri.

Aku terlena seperti warga kampung lainnya.

Merayakan kemerdekaan negeri memanggil artis tetangga.

Siapa yang masih peduli dengan seni budaya kita.

Kuliner ada dimana mana.

Masakan kampung jarang dijumpainya.

Souvenir local banyak orang mencari disini.

Kreatifitas sepertinya mati dan atau memang tidak ada.

Terdengar sayup sayup syair lagu.

Ini dosa siapa,  ini salah siapa.

Syair lagu itu tidak masuk dalam hati.

Warga kampung sibuk dengan urusannya sendiri.

Masjid megah dibangun perusahaan.

Tak ada warga yang bersedekah disana.

Satu sekop pasir,  satu zak semen atau sebongkah batu.

Tiket pahala pembangunan masjid entah dipegang siapa.

Aku bangga dengan kampungku sendiri.

Apapun wajah kampung kita ini adalah wajah kita.

Tidak perlu ditutup-tutupi.

Ayo mari lekas sadarkan diri.

Umur 55 tahun bukan umur yang muda.

Sudah sangat cukup disebut dewasa.

Tiada berubah nasib suatu kaum.

Kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya.

Tanggal 29 Desember 2014 Masehi.

Bisakah ini kita jadikan sejarah.

Bahwa kita berani mengoreksi diri sendiri.

Tanpa harus mencaci dan tanpa harus menyakiti.

Tanggal 29 Desember 2014 Masehi.

Marilah kita bangun untuk merasakan realita.

Ternyata keguyuban dan rasa kebersamaan sudah tipis adanya.

Tumbuhkan sekarang atau nunggu petaka merajalela.

Tanggal 29 Desember 2014 Masehi.

Bisakah kita saling memaafkan karena kita semua sama sama terlenakan.

Bisakah kita bersama belajar membangun kampung kita sendiri.

Jika bukan kita siapa lagi, kalau tidak sekarang kapan lagi.

Bukankah kampung ini kampung kita sendiri.

Mari kita pupuk persaudaraan tanpa intimidasi.

Mari kita bangun tanpa berebut mencari keuntungan sendiri.

Mari kita satukan hati untuk membangun kampung kita sendiri.

Kita jinjing bersama-sama, kita pikul bersma-bersama.

Semuanya dengan cinta, jangan kita saling  mendholimi.

Kampung ini adalah kampung kita sendiri.

Kita semua adalah saudara di dalam wadah wilayah kampung kita sendiri.

=======================================================

Batu Kajang,  29 November 2014, 16.26 wita.

Tri Permadi, warga Mess Petrosea, Jl Tambang, RT 25.

Kec. Batu Sopang, Kab. Paser, Kalimatan Timur.

Keteranga :

Ini puisi untuk kado hari jadi Kabupaten Paser,

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun