Hujan Bulan September mulai menggenangi percakapan serta cipratan sepi di kotamu. Sedangkan aku baru saja berteduh dari kata-kata, majas-majas serta janji yang belum terpenuhi. Matahari telah padam, malam berjingkat mengusung kegelapan.
Di kotamu, jejak silam menguar. Di antara remah mimpimu, kupunguti padma yang tak berbunga. Kurangkai menjadi seuntai fatwa rindu, cuaca sedang patah hati.
Kuharap ada mimpi di pucuk dinihari. Menjumlahkan bilangan sepi. Menuangkan dalam keramaian bincang. Bukan gaduh yang memecah percakapan. Mengalirlah kenangan, ke penjuru hatimu. Aku masih disini. Mencintaimu selamanya.
SINGOSARI, 24 September 2022
Sumber gambar https://www.flickr.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H