Aku baru saja mencium malammu. Bahkan tiba-tiba saja ia telah mengandung sajakku. Angin tak pernah tua begitu juga kalender kembali muda. Sepertinya kau harus merawat warisan besar ini. Â
Aku sangat risau. Semoga sajakku menuruti petuah. Sebab dosa tak hanya bicara, tapi tercipta dari kata-kata yang terbaca mata. Lebih baik beranak sajak daripada rumus ilmu yang penuh janji.
Aku belum menemukan alasan bahagia ketika tangis berderai dalam hati. Aku juga belum bisa tertawa ketika suara parau menuntut merdeka di era yang sudah merdeka.Â
Bahkan nanti ketika sajakku benar-benar lahir, aku tak ingin melihat seorang mati kelaparan di dekat toko grosir sembako. Kuharap ada do'a dan suara manusia yang keluar dari himpitan keserakahan.Â
Melahirkan sajak tentu hal tersakit dari dirimu, namun kabut tak pernah takut pada subuh yang kian lanjut. Sajak yang telanjang mengungkit juang yang nyalang.
SINGOSARI, 19 Juli 2022
Sumber gambar https://www.panmacmillan.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H