Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jogging

Sesungguhnya aku tiada, hingga Tuhan membenamkan cinta di relung rusuk

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menunggu Sajak Lahir

19 Juli 2022   22:15 Diperbarui: 19 Juli 2022   22:19 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: www.panmacmillan.com

Aku baru saja mencium malammu. Bahkan tiba-tiba saja ia telah mengandung sajakku. Angin tak pernah tua begitu juga kalender kembali muda. Sepertinya kau harus merawat warisan besar ini.  

Aku sangat risau. Semoga sajakku menuruti petuah. Sebab dosa tak hanya bicara, tapi tercipta dari kata-kata yang terbaca mata. Lebih baik beranak sajak daripada rumus ilmu yang penuh janji.

Aku belum menemukan alasan bahagia ketika tangis berderai dalam hati. Aku juga belum bisa tertawa ketika suara parau menuntut merdeka di era yang sudah merdeka. 

Bahkan nanti ketika sajakku benar-benar lahir, aku tak ingin melihat seorang mati kelaparan di dekat toko grosir sembako. Kuharap ada do'a dan suara manusia yang keluar dari himpitan keserakahan. 

Melahirkan sajak tentu hal tersakit dari dirimu, namun kabut tak pernah takut pada subuh yang kian lanjut. Sajak yang telanjang mengungkit juang yang nyalang.


SINGOSARI, 19 Juli 2022

Sumber gambar https://www.panmacmillan.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun