Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jogging

Sesungguhnya aku tiada, hingga Tuhan membenamkan cinta di relung rusuk

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tukang Sate

20 Januari 2022   21:41 Diperbarui: 20 Januari 2022   22:37 1119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak ada yang lebih sabar dibanding tukang sate. Tekun mengiris daging seperti mengiris duka.
Lalu dirangkai nasibnya, setusuk demi tusuk.

Tak ada yang lebih tegar dibanding tukang sate. Jajaran ketidakberdayaan ditata rapi siap dibakar.
Dikecapi, dibolak -balik dan seketika asap harum menguar.

Bukankah orang lain hanya mencium asapnya saja?
Tak ada asap jika tak ada api. Ketidakadilan memang layak dibakar.

Tak hanya itu, jika belum matang, bara perlawanan terus dinyalakan.
Sampai kesewenangan merasa bosan, mengapa aroma sate merayu kenikmatan?

Memang tukang sate paling sabar, meski di tinggal abu, tetap menggantinya dengan harapan baru.
Percayalah, tukang sate selalu menuangkan kecap nomor satu.

Tak ada yang mampu menandingi kesabaran tukang sate.
Keuntungan selalu terhidang di meja penguasa.
Sampai tusuk sate menujah laparmu!


SINGOSARI, 20 Januari 2022

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun