Sumber gambar https://regional.kompas.com
"Kalau di sekolah patuhlah pada gurumu, agar kelak memetik kemuliaan. Sebab penghormatan dan penghargaan perlu dirawat," pesan bapak seraya merawat dompetnya yang bermekaran bunga cicilan.
"Untuk merawat kebaikan perlu kebiasaan, terimalah kebiasaan baik dari gurumu," kata ibu sambil mengusap kepalaku. Rasa haru begitu kuat dari kepala tembus hingga kaki. Lututku bergetar hebat. "Aku harus melangkah, aku harus sekolah, semangatku tidak boleh kram."
Kususuri labirin cita-cita menuju sekolah. Disana pikiranku diperbaiki. Bukan ditempa dan ditekan, tapi cukup dibenahi angka-angkanya. Disusun abjad-abjadnya. Lalu aku mengerti aksara.
Guru dan pengetahuan seperti jodoh yang serasi. Sementara aku dan masa depan seperti benang yang ditenun waktu. Sepulang dari sekolah aku telah berpengetahuan, santun, saleh dan mandiri. Hidupku berwarna, punya teman serta kebersamaan.
Terima kasih guru, teladanmu melebihi kilau emas manapun.
Terima kasih guru, jasamu tak pernah habis dengan bilangan apapun.
Terima kasih guru, perjuanganmu memerangi kebodohan tak gentar dengan senjata apapun.
Terima kasih Tuhan, telah Kau anugerahkan guru, bapak dan ibu yang tak menukar kepintaranku dengan ranking serta hasil ujian.
SINGOSARI, 25 November 2021
Sumber gambar https://regional.kompas.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI