Di dapurnya, Surti mendadak dipasung. Harusnya di dapur itulah Surti mampu mengubah sayur mayur dan lauk menjadi makanan yang mengenyangkan. Harusnya pula Surti mampu mengubah gubuk yang ditinggali menjadi mahligai istana rumah tangga bahagia. Bahkan menurut pujangga jika perempuan diberi setetes benih cinta, maka akan tumbuhlah buah hati sang anak yang kelak dewasa menjadi pewaris keluarga.
Memang terkadang di dunia ini serba mendadak. Kita tidak tahu jadwal yang dirancang Tuhan. Waktu hanya memutar angka antara angka satu ke angka dua belas. Begitu pula dari hari Senin menuju hari Minggu dan kembali lagi berjumpa hari Senin. Seterusnya berputar berulang-ulang dengan kejadian yang tak pernah kita duga.
Demikianlah kondisi yang serba mendadak menjadikan goncangan pada jiwa Surti. Ia tak pernah menduga suaminya yang dulu penyayang itu bisa berubah menjadi pemarah. Surti dituduh selingkuh selama bekerja sebagai TKW di Hong Kong. Padahal semua upah yang diterima selalu dikirim ke suaminya.Â
Perempuan mana yang tidak goncang saat tiba bertemu dengan suaminya malah dicerai dengan tuduhan tanpa bukti. Surti tak bisa menerima kenyataan. Goncangan hidup ini terlalu mendadak dan tak pernah diduga sebelumnya. Pikirannya kalut, seolah pengorbanan selama ini sia-sia. Sejak suaminya pergi, pikiran Surti berkelana kemana-mana. Terkadang bibirnya tersungging senyum, terkadang bibirnya meracau tak karuan kata. Surti bahkan sering mengamuk tanpa sebab. Mendadak takdir yang ia sandang adalah orang gila.
Namun, bu Kartiyem tidak menganggap Surti gila. Mana ada ibu yang menyiakan anaknya. Apapun kondisi anaknya seorang ibu akan tetap membela dan menyayangi sepenuh kasih. Meski pada suatu waktu bu Kartiyem mencoba untuk melepas pasung di kaki Surti, tapi mendadak anaknya meronta-ronta. Mata Surti melotot, tubuh kurus berbalut daster lusuh itu rupanya masih bertenaga.
"Ya Tuhan, mengapa anakku begini?" gumam bu Kartiyem penuh sedih.
Sejak saat itu bu Kartiyem enggan melepas pasung. Seolah mengamini kondisi yang membuat Surti tenang dan tidak meronta. Bu Kartiyem juga meyakini bahwa suatu waktu nanti Surti akan terlepas dari pasung itu. Entah dilepas orang lain atau melepas sendiri. Semua serba mungkin, "Duh Gusti, kembalikan anakku, lepaskan pasungnya" doa Bu Kartiyem di sela hatinya yang penuh kepasrahan.
"Hahahahaha, aku tak kemana-mana Sugeng, kau yang selingkuh, bukan aku!" seru Surti suatu waktu.
Betapa ada kekuatan lain yang tiba-tiba mengubah semua keadaan secara mendadak. Surti yang dulu mudah bergaul sekarang menjadi pendiam. Surti yang dulu mendambakan hidup tenteram kini pikirannya terguncang. Surti yang dulu sehat waras, sekarang tiba-tiba menjadi gila.
Setahun sudah Surti tetap terpasung. Sebuah tali rafia melingkar di lehernya. Pada tali rafia itulah ada kunci untuk membuka gembok pasung. Selama ini tak satupun orang yang berani melepas pasung. Sebab setiap kali pasung mau dibuka, mendadak Surti meronta-ronta. Ia seperti tak terima jika bebas.