Mendengar penjelasan itu sontak wajah Gimun berbinar-binar. Ia segera minta tolong kepada tetangganya untuk membuat lorong di pemakaman desa. Tapi semua tetangga enggan membantu keperluan Gimun tersebut. "Hanya orang sinting yang mau dikubur hidup-hidup" kata tetangga Gimun.
Akhirnya datanglah seorang lelaki sambil membawa lampu ke rumah Gimun. Di dalam rumah Gimun terjadi percakapan yang merencanakan membuat lorong di pemakaman desa. Malam itu juga seorang lelaki itu menggali lorong yang mirip kuburan. Sementara Gimun dengan anak istrinya menyaksikan di bawah temaram bulan.
"Silahkan masuk Pak Gimun, semoga anda bertemu malaikat Sukarman" pinta lelaki itu.
Gimun segera masuk dalam liang itu. Papan-papan kayu sebagaimana digunakan untuk pemakaman menutupi tubuh Gimun yang terbaring. Suara debum tanah kuburan menguruk papan-papan kayu semakin kencang. Bahkan saking kencangnya suara Gimun minta tolong tak terdengar jelas.
"Toloooong, toloooong" teriak Gimun dari dalam liang.
"Pak, sepertinya saya mendengar ada suara minta tolong, apakah itu suara suami saya?" tanya Ginah.
"Bukan minta tolong bu, itu suara Pak Gimun saking girangnya menemui lorong, berarti Pak Gimun sudah bertemu malaikat Sukarman" jelas lelaki itu sambil memadatkan tanah yang menimbun tubuh Gimun.
Usai peristiwa itu, tak ada percakapan yang terjadi lagi. Hanya suara jangkerik yang meratapi malam jahanam. Lelaki yang membantu menggali liang itu pun mengantar Ginah dan Giono pulang sampai di pelataran halaman rumah. Sebelum berpamitan, lelaki itu berpesan kepada Ginah di bawah temaram rembulan.
"Jika di malam ketujuh suamimu belum pulang, itu artinya pada malam kedelepan suamimu akan berubah wujud dan menemuimu di halaman ini. Maka, saat itu terimalah ia sebagai suamimu yang bisa membimbing anaknya agar tidak nakal kembali." Lalu lelak itu membalikkan badan dan melangkah di tengah himpitan gulita malam.
Malam ketujuh tiba. Ginah berharap suaminya tidak pulang, ia sangat berharap esok malam sebagai hari kedelapan, dimana ia akan bertemu dengan suaminya. Semakin malam perasaan Ginah semakin gelisah. Ia tidak bisa tidur. Malam beranjak dewasa. Hening merayap di sekeliling rumah itu. Kecuali, seorang lelaki yang mengintip dari luar. Matanya sibuk mencari celah-celah dinding bambu. Ia mengintip kegelisahan Ginah yang malam itu tak bisa tidur. Pada temaram bulan, samar-samar senyum lelaki itu tersungging jahat.
"Besok kau jadi istriku Ginah. Aku sudah lama menunggumu. Semoga kamu masih gila dan liar seperti dulu" bisik lelaki pengintip itu lirih.