Malam segera meninggalkan petang. Kendaraan lalu lalang pulang kerja. Hanya beberapa saja yang memberiku recehan.Â
Di trotoar adikku masih tertidur beralas koran. Kami bergantian menjual iba. "Orang tua kalian di mana?" pernah seseorang pengendara bertanya seperti itu. Aku hanya menggeleng. Rupanya orang itu terburu-buru mengejar dunia kembali, sehingga tak memberi apapun padaku.
Aku dan adikku bahkan pernah berangan-angan ada artis yang memberiku bingkisan untuk acara televisi. Lumayan, pasti aku mendapat bingkisan, dan dia mendapat rating televisi yang tinggi.Â
Lalu artis itu akan masuk televisi telah menjadi manusia dermawan. Ia juga akan bercerita tentang kehidupan rumah tangganya. Anak-anaknya yang bahagia, serta koleksi mobil mewah yang memenuhi garasi.
Benar saja. Tiba-tiba sebuah mobil mewah menepi. Kupikir dia seorang artis. Tapi, sekian menit kutunggu tak ada yang turun dari mobil mewah itu. Kaca mobil pun tetap tertutup.
Kulihat adikku terbangun. Tangannya mengelus-elus perut. Mengira pengendara mobil mewah itu memberi sesuatu. Ternyata tidak, mobil mewah itu juga buru-buru mengejar dunia kembali, tak memberi apapun padaku.
Beruntung, malam mengajariku untuk bersabar. Padahal aku hampir saja marah, "Tahu gitu kupecahkan saja kaca mobilnya." Kulihat adikku meringkuk kembali di atas trotoar.
SINGOSARI, 23 Mei 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H