Tolong jangan baca sajakku.
Ada kopi pahit sedang menyamar di depan bibirmu.
Di warung ini kita fana.
Remang-remang menyamar jadi aku.
Sedangkan kau, perempuan cantik penyaji kopi.
Bapak pernah cerita,
hati-hatilah dengan perempuan penyaji kopi di warung,
jika lengah kau akan menjadi kopi pahit yang menyambar umpan bibir tersenyum.
"Apakah ibu dulu penyaji kopi?" tanyaku pada bapak.
Bapak tak menjawab.
Di rumah ini hanya ibu yang setia, menghadirkan secangkir kopi saat mentari bertamu.
"Bapak dan kopi sama saja, keduanya pernah diuji oleh pahit" kata ibu sambil mendekat menyajikan kopi diatas meja.
Aku jadi ingat dirimu, saat diam tak menjawab tanyaku, "Maukah kau menjadi kopi dari anak-anakku?"
SINGOSARI, 31 Januari 2021
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H