Kulahap singkong rebus itu penuh penghayatan. Lega hidup di kampung. Tak memikirkan apapun keruwetan di kota. Tak memikirkan angsuran, target, pesanan, komplain serta hal-hal yang mengganggu pikiran.
"Pak, saya diberi kartu nama dari Pak Mukadar, katanya nanti kalau lulus SMA bisa tinggal di rumahnya untuk bisnis jual beli mobil" kata anakku seraya keluar dan menyibakkan kelambu kamar menuju tempat kunikmati pesta singkong rebus dengan secangkir kopi.
"Bu kopinya tambah gula sedikit" pintaku pada istri. "Mengapa tiba-tiba kopi ini jadi getir?"
SINGOSARI, 20 Desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H