Kita berjumpa lagi pagi ini. Semua rinduku kau tuang dalam secangkir harapan. Aku yakin, kau akan merasakan demikian. Sebab banyak anak tangga yang akan kau turuni. Menuju taman mawar di beranda rumahmu.
Kita hendak bercakap-cakap.Â
Tidak......, tidak jadi. Aku tercenung. Teraduk sendiri di dalam cangkir
Mengapa kau suguhkan cangkir itu pada lelaki perlente. Aku tak kenal siapa dia. Mengapa ia ada disini?
Aku ingin tumpah. Sebelum ia menyeruput seluruh tubuhku.
Cilaka, aku tumpah di lantai, kaki lelaki itu justru menghempasku.
"Wah lantainya jadi basah, maaf ya sayang"
Aku berlinangan gugur ke bumi. Serabut akar mawar mengajakku naik ke tangkai mawar. Disana aku telah menancapkan seribu duri di tangkai. Meruncingkan segenap cemburu. Saat urat nadi lelaki itu bersandiwara di depan matamu yang terbujuk rayuan.
SINGOSARI, 22 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H