Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Aku Bukan Diriku Sebenarnya

1 September 2020   02:16 Diperbarui: 1 September 2020   02:17 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.fineartamerica.com/

Pernahkah ibu menyelipkan do'a pada kursi tunggu? saat memeriksakan kandungan? kepada dokter yang juga terlahir dari rahim ibu yang lain?

Bu, apakah bapak juga pernah mengelus-elus perutmu yang membesar saat itu? dengan kalimat-kalimat yang menjadikan aku semakin besar?

Bapak, kemana saja saat aku susah payah mengejar nyawaku? kenapa tak kau pindah saja semua kesakitan ibu? apa karena kau hanya peduli bahwa sebentar lagi anakmu menghibur lelahmu?

Bagaimana dengan kenekatanku begadang tiap malam?
Juga dengan jerit tangisku yang membuat gaduh?
atau susu ibu yang rasanya tawar? seperti sepiring nasi tak berlauk?

Kukira beginilah diriku. Kucari-cari jati diriku ke lubang kunci pintu parlemen. Ternyata disana banyak pengganda kunci. Untuk membuka brankas. Mengunci kecaman. Serta menggandakan popularitas.

Bagi yang terlanjur partai silahkan party tiap hari. "Kami, disini tak henti-henti menyuarakan nurani" kata pengeras suara.

Aku ini sebenarnya anakmu atau bukan?
Mengapa pula aku harus berkongsi?
Membuat diriku yang tak pernah mati?
dari sekedar mencari posisi diantara koalisi atau oposisi
Minimal kumpul-kumpul mencari simpati, lalu proklamasi, pasang aksi dan bau basi

Bu, pernahkah ibu menyelipkan do'a pada kursi jabatan?
Bapak, kau mau pindah kemana? rumah kita digusur?
"Saya ini anakmu lo Pak, saya ini asli, bukan kaleng-kaleng!"

Sejak saat itu Ibu dan Bapakku bingung, kemana do'a dingin bersama kursi tunggu itu? Mereka berpikir, apakah mungkin anak itu tertukar tabiatnya, atau memang wataknya ingin berkuasa. Bagiku aku bukan diriku sebenarnya.

SINGOSARI, 1 September 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun