Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jogging

Sesungguhnya aku tiada, hingga Tuhan membenamkan cinta di relung rusuk

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Utamakan Isi Dompet Dulu Baru Isi Perut

2 Mei 2020   07:34 Diperbarui: 2 Mei 2020   08:01 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1. Tidak terbiasa hemat dan melepas manfaat uang lainnya, yaitu sedekah. 

Bagaimanapun banyaknya uang, jika ditukar dengan makanan tak akan mampu memenuhi isi perut manusia. Mau beli makanan segudang mampu, tapi paling-paling perut hanya butuh lima sampai sepuluh suap nasi saja sudah kenyang. Selebihnya jika kekenyangan malah tidak nyaman.

Atur keuangan dengan membelanjakan seperlunya saja. Jika ada sisa bisa ditabung. Masih ada sisa lagi bisa digunakan sedekah. Jangan boros walaupun punya banyak uang. Apalagi uangnya tipis alias bokek.

Jangan turuti kemauan, sebab kegagalan pertama belanja adalah menuruti kemauan. Terlebih lagi tergoda dengan diskon atau harga murah. Sudah, langsung main borong saja. "Harga gorengan disana lebih murah bro" borong yuk!. 

Bukannya menuruti isi dompet malah sengaja melupakannya. Padahal isi dompet - dalam hal ini uang - tidak hanya untuk belanja makanan. Masih banyak manfaat uang.  Lebih banyak manfaat lagi jika dikaitkan dengan masih banyak waktu yang akan dilalui. Masih panjang kebutuhan yang menanti. Jadi berhematlah.

Diluar sana, juga masih ada orang yang membutuhkan sedekah kita. Mau diberikan tunai bisa, mau dirupakan dalam sembako juga bisa. Apalagi di masa pandemi covid-19 ini. Moment yang tepat sekaligus meningkatkan Iman kita saat bulan puasa Ramadhan. Sudah sedekah dapat pahala lagi.

Utamakan isi dompet bukan menyepelekan isi perut. Tapi manfaatkan sebaik-baiknya uang yang ada. Berapapun jumlahnya. Jangan kalap karena banyak uang dan jangan "kalap sungguhan" karena tak punya uang, akhirnya hutang sana hutang sini. Apalagi jika sampai berbuat jahat, jangan!

2. Kalap makanan berakibat pada kalap penyakit

Kalap makanan biasanya dimulai dari kalap belanja makanan. Saat belanja ujian dengan berbagai soal kita sering gagal mejawab berbagai tanya pada diri sendiri. "Apakah makanan ini sehat bagi tubuhku?" paling tidak pertanyaan ini yang harus dijawab dulu. 

Caranya dengan mengingat-ingat riwayat penyakit dan potensi penyakit yang bisa saja muncul. Ingat, saat ini penyakit degeneratif mulai tumbuh. Banyak orang usia muda sering masuk rumah sakit hanya gara-gara tidak kontrol makanan. Gaya hidup dan pola makan yang tidak baik menjadikan berbagai penyakit seperti kalap di tubuh kita. "Masih muda kok sudah stroke?" wah nggak galau lagi kan? atau "Sayang, masih jomblo kok sudah jantungan."

Pertanyaan berikutnya "Apakah makanan ini akan masuk perutku semua?"
Ayo jawab! masuk semuakah? atau nanti jangan-jangan kecewa setelah digigit ternyata tidak sesuai ekspektasi? mubazir kan? sayang lagi kan? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun